Angngaru / Mangngaru Tradisi Sakral Bugis Makassar (1) Adapun awal tradisi mangngaru pada masa kerajaan ketika
bissu menegas saat peperangan, menyampaikan sumpah setia, bahkan ikut berperang, juga mangaru dengan tujuan mengobati masyarakat yang terkena tukusiang (gatal-gatal semacam cacar) ritual ini semacam menyampaikan pesan dan doa pada dewata seuwaE untuk kesembuhan dengan cara angngaru., Orang yang melakukan Aru disebut Angngaru’ (dibaca : ang - nga - ru’) berarti bersumpah, berikrar, menyatakan kesetiaan
, pangngaruE / yang melaksanakan
angngaru adalah seseorang yang ditunjuk /orang tertentu sebagai pemegang bendera atau panji peperangan, ketika dalam peristiwa pasukan terdesak oleh lawan, maka pangngaru melakukan
bate / bekas kaki yang diperjelas, lalu menancapkan bendera diatas
bate tersebut, sambil tanganya mencabut
Badi' /
kawali (senjata khas sulawesi selatan) diiringi sumpah setia kepada pasukan dengan teriakan yang menggelegar untuk didengar oleh lawan, kawan ataupun
botinglangi (penghuni langit) dengan tekad dan janji bahwa, “dirinya tak akan mundur dari
bate /batas kaki yang telah menjadi penanda meski nyawa harus melayang.
 |
mangaru sambut wakil gubernur sulawesi selatan bapak Ilham A S, pada acara Kattoboko di Balla Lompoa Kassi Kebo |
Melengkapi ulasan ini kami paparkan salah satu bait pertama dalam
teks angngaru’ sbb;
Cini cini sai Karaeng
Bannang kebo ri Gowa
Tassampea ri Galesong
Lambaraka ri Tanralili
nakkatepokang ujung
Nakareppekang pangngulu,
tangnga parang pi sallang Karaeng
Nani ciniki……………….dst.

Dalam prosesi aru ini bagi
Tomanurung (sebagai penguasa awal dinasti di Sulawesi Selatan) terlaksana atau dilakukan untuk berbagai kepentingan misalnya : pengangkatan raja atau pemimpin, pernyataan setia sebelum berangkat perang atau ikrar juga harapan akan sesuatu hal misalnya menyampaikan keluh kesah atau juga memohon kesembuhan pada kerajaan langit (bhs Bugis
Boting Langi), dengan bahasa yang hanya mereka /
Bissu (terj : lelaki feminim) saja bisa mengerti.
Sehubungan dengan adanya distorsi dalam implementasi pengejewantahan sikap terhadap nilai-nilai budaya luhur Bugis Makassar ini yang mulai tergerus oleh gejolak zaman, perlu usaha untuk kembali meneladani kristal jati diri lampau itu dan menumbuh-kembangkan generasi yang menjewantahkan makna-makna kesetiaan dalam sumpah syair angngaru tersebut, sehingga tetap berpegang pada lempu, getteng adatongeng werre' dan acca, demi keteladanan janji dan kesetiaan
______
*Seorang yang angngaru’ haruslah berpakaian adat, mengucap teks2 syair sumpah setia dengan suara lantang, tegas dan sambil menghunus keris atau badik (bugis : kawali). Aru digolongkan sebagai salah satu jenis basa kabuyu - buyu (sastra tutur) serta sudah dikenal etnis Bugis dan Makassar sejak jaman kerajaan, bahkan berdirinya suatu kerajaan umumnya diawali dengan pernyataan ikrar / sumpah antara rakyat yang diwakili para pemimpin kaum (Toddoka / Anrong / Anang) dengan calon pemimpin atau rajanya.
*Bissu adalah
semacam kasim yang bekerja di kerajaan dengan perawakan lelaki feminim, ia teranggap resi bagi pahaman hindu pada masa awal kerajaan di sulawesi selatan, bahkan di sebuah referensi dikatakan bahwa prasyarat kerajaan dianggap hebat ketika stratifikasi kerajaan terdapat strata bissu=nya_________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar