Kearifan Indonesia Timur digaris besarkan oleh Gomfried Zantke berkebangsaan Jerman, katanya "paparan saya merupakan hasil penelitian selama 15 tahun di Sidrap ini, mengejutkan bahwa betapa ikhtisar kearifan masa lampau itu dalam pappaseng atau pesan Nene' Mallomo mengentalkan budi luhur masyarakat lampau, nilai norma sungguh-sungguh mereka tanam dalam kepribadian, hukum kehidupan mereka ciptakan, hasil kontemplasi pikiran menjadi peta undang-undang adat membudi luhurkan kehidupan kerajaan dan masyarakat adat".
Narasi tentang paseng Nene Mallomo cukup apik ia bahasakan, lebih bahwa ia pula menguasai Bahasa Bugis dan menguasai lontara tulisan pappaseng Nene' Mallomo sepanjang telaahnya selama 15 tahun di kota Kab Sidrap. "Tamaki Mabbura" ajakGomfried Zantke, untuk santap siang yang telah di siapkan dalam dalam ruang perpustakaan STKIP Muh Sidrap.
Seminar : Kearifan Indonesia Timur dalam penguatan pesan Nene Mallomo diharapkan membangun integritas mahasiswa dalam keteladanan dan budi luhur, sebuah tanggapan perlawanan atas Indonesia hari ini dimana nilai nilai hidup dipengaruhi oleh gadget bebas, semoga dengan ini ketergerusan nilai-nilai moral yang bergerak secara plural dan memengaruhi setiap sendi kehidupan dapat sedikitnya dinetralisir dalam revitalisasi pappaseng yang di sampaikan oleh pemateri Kaimuddin Mbck,
Seminar : Kearifan Indonesia Timur STKIP Muhammadiyah Kab.Sidrap |
Filterisasi atas gejolak tersebut hari ini menguat dengan paparan pemateri khusus membahas : peran kearifan pappaseng Nene Mallomo paparan tentang agresi "LamumpatuE ri Timurang"_dalam kenyataan peristiwa lampau ini, Nene Mallomo dengan segala kejujuran(*1) dan kearifannya(*2) melahirkan buah pikirannya yang disepakati oleh para cendekiawan yang hadir(*3). Buah pikirannya berupa prinsip yang harus dijalankan oleh aparat kerajaan dalam mewujudkan masyarakat yang taat hukum, yang dalam Prinsip tersebut dikenal dengan ungkapan “Naia Adek Temmakkeana Temmakkeappo” (terjemah : sedang hukum itu tidak mengenal anak cucu).
Buah pikiran Nene Mallomo pemimpin Bugis yang dalam Sejarah Sidenreng Rappang Abad XVI, dikenal seorang hakim (pabbicara). Timur -Indonesia "Seminar Kearifan Pappaseng Nene Mallomo, menguat pappasang Nene Mallomo di transmisikan secara tekstual dan kontekstual oleh Kaimuddin Mabbaco, budayawan Maros".... rimassiddinn tauwe tenripauni, (terj : ....nilai pemerstuan tak terkatakan keluar biasaannya), hal yang sangat substansial sebagai pedoman di era itu dalam membangun kerajaan/masyarakat ke arah yang lebih baik. Pedoman tersebut mengantarai lahirnya istilah pangadereng sebagai pranata sosialnya secara timbal balik yang menyebabkan adanya gerak (dinamis) masyarakat, semua diperteguh dalam satu rangkuman ikatan yang mendalam yaitu siri”.
http://www.sangbaco.web.id/2012/02/timur-indonesia-seminar-kearifan.html |
Dan oleh pemateri Gomfried Zantke berkebangsaan Jerman : university of Aflied science Brenan yang diterjemahkan oleh Mutmainnah Sudirman (dosen UIM), menegaskan bahwa keberadaan masyarakat Indonesia dalam perkembangan nilai-nilai sosial masih lebih baik di banding Jerman terutama dalam sifat tenggang rasa, lebih ramah, tambahnya " jejak... history Vitae Magestra adalah insfirasi dari keadaan keadilan dan ketegasan dari seorang Nene’ Mallomo, yang juga merupakan salah seorang penyebar agama Islam di daerah Sidrap....bersambung ke catt :2
__________
Ditulis Rustam Fendy : Ketua Prodi jurusan Bahasa Sastra Daerah STKIP Muhammadiyah Kab, Sidrap____PTM Sidenreng Rappang meneguhkan identitas "Dialog peran kearifan pappaseng Nene Mallomo (agrsi LamumpatuE ri Timurang_lokasi : Auditorium stkip muh Sidenreng Rappang)
*1) kejujuran :Peristiwa keadilan dimana ia menghukum mati anak kandungnya sendiri sebab /tanpa meminjam lalu memakai luku (semacam pembajak sawah) milik petani lain.
*1) kejujuran :Peristiwa keadilan dimana ia menghukum mati anak kandungnya sendiri sebab /tanpa meminjam lalu memakai luku (semacam pembajak sawah) milik petani lain.
*2)kearifannya : dicetuskanya penataan masyarakat ketindak terpuji dalam aspek ade’ (adat), bicara, rapang (contoh), wari (tata cara) dan sara’.
*3)Para cendekiawan : Kajao Laliddo dari Bone, Nene’ Mallomo dari Sidenreng, Puang ri Maggalatung dari Wajo, Topacaleppang dari Soppeng, Macca e dari Luwu , Karaetta ri (dari)Cendrana dan Boto Lempangan dari Gowa.
_________
_________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar