Baca : Cerita dan Berita Mistik Parakang di Sul-sel
"BoHong --
Tatkala kau terbaring, 
tersembunyi daratan dalam lipatan-lipatan mimpimu,
sebuah bangunan batu dengan dinding berlumut yang kelihatan rapuh, langkahmu menuju kebanyak pintu, di balik sebuah pintu terbukalah ruang gelap dan kosong, ini dirimu sendiri, dan....suara seperti tergantung di langit ketika sedetik sebuah nyala yang memucat dari bola lampu di atasmu,”aku telah terbunuh….”, katamu, ketika sesosok manusia tergantung lemas diatasmu dan kau sangat mengenalnya.
tersembunyi daratan dalam lipatan-lipatan mimpimu,
sebuah bangunan batu dengan dinding berlumut yang kelihatan rapuh, langkahmu menuju kebanyak pintu, di balik sebuah pintu terbukalah ruang gelap dan kosong, ini dirimu sendiri, dan....suara seperti tergantung di langit ketika sedetik sebuah nyala yang memucat dari bola lampu di atasmu,”aku telah terbunuh….”, katamu, ketika sesosok manusia tergantung lemas diatasmu dan kau sangat mengenalnya.
 ______ 
Kaimuddin Mbck
InsyaAllah........MAti !!!
Pucuk-pucuk daun yang tiba-tiba gugur, 
 ini terlihat sangat berat, 
harapan terdalam tentang gambaran hari esok adalah keterlambatan
harapan terdalam tentang gambaran hari esok adalah keterlambatan
 ketakutan ... dingin ...  dan gelap,
kau di sana tak melupakan peristiwa itu,
tak ada pilar juga ruang, kau lelah... menyesal...., bahkan terlambat
untuk bertanya,"mengapa mati ?",
Hanya satu kali itu saja... menghayatinya
: tak ubahnya seperti patung lilin,
kau tercengang tanpa kata dengan tatapan kosong
tetesan darah menitik dengan bunyi tik…tik, bagai titik air yang jatuh dari-
keran, sangat hening, bahkan terlambat untuk...terlambat.
Iringan Terakhir
Sedetik sebelum kematian, pertama kali kau keluar kan erangan,
kau di sana tak melupakan peristiwa itu,
tak ada pilar juga ruang, kau lelah... menyesal...., bahkan terlambat
untuk bertanya,"mengapa mati ?",
Hanya satu kali itu saja... menghayatinya
: tak ubahnya seperti patung lilin,
kau tercengang tanpa kata dengan tatapan kosong
tetesan darah menitik dengan bunyi tik…tik, bagai titik air yang jatuh dari-
keran, sangat hening, bahkan terlambat untuk...terlambat.
Iringan Terakhir
Sedetik sebelum kematian, pertama kali kau keluar kan erangan,
entah penuh makna atau....
kau sedang bertaruh…atau mencoba pergi ketempat yang paling dalam ,
(Kullu Nafsin Dzaiqotul Maut, Setiap yang
bernyawa..... pasti ...!, akan mengalami kematian…. )
kau sedang bertaruh…atau mencoba pergi ketempat yang paling dalam ,
(Kullu Nafsin Dzaiqotul Maut, Setiap yang
bernyawa..... pasti ...!, akan mengalami kematian…. )
ketika kehidupan selesai pada tikungan gelap, 
dengan rupa tikaman tikaman yang darahnya   mengucur tak kau hirau,
 jangan lagi berkata." Bolehkah aku mati didepanmu sekali saja?, 
Sekedip saja dan kau te-
Sekedip saja dan kau te-
lusup  ke pori-pori, gelap
___________________________
Kaimuddin Mbck
Mantra itu,
   bersama cuaca yang tak terukur
   dalam rumah-rumah bisu, roh ber
   gegas ke-oase cinta dalam kesendirian
   berjalan merdeka menciumi segala sesuatu
                                              dalam tetas
    ia melekat di keningmu atau keresap ronggamu
    matamu kembali beliak, tarikan nya melindasmu di-kepalan 
                                           :kau terjerembab
menurutnya, "kau telah dirinya sendiri", yang bebas
 menangis, teriak atau tertawa 
dan tibalah "saat segala kehendak meninggalkanmu"
dan tibalah "saat segala kehendak meninggalkanmu"
______
Malam dengan segala bisu,
awas jika nyalakan lampu, sebab-
detak jam berhenti dan lolongan anjing adalah himpitan
 engkau terus berjalan kecermin dalam garis perutku
tempat ajal dipotong.
tempat ruangruang terkunci,
 tempat pintu terbuka ke lubang hitam  mulutmu sendiri
langit plafon tak tersisa roh bergelayutan,
langit plafon tak tersisa roh bergelayutan,
cerobong bau busuk keruh dan anyir darah: mengekal sunyi
henti nyalakan lampu,
hap..!...hap…! 2 jasad tumbang, pekik... jerit..., tersapu telinga,
hap..!...hap…! 2 jasad tumbang, pekik... jerit..., tersapu telinga,
henti nyalakan lampu“, aku... bayang... satusatunya”.
Menimang lipatan wajah di kanvas kalbu...
   pada sepenggalan makna di rahim malam 
   deras indahmu kali ini, dingin membawamu  pulang ke- 
     segala samudera, sebuah pemandangan di ujung   
     tanjung, untuk dilukisnya sebagai takjub,      
ada yang menunggu hidup dan mati…dalam 
aneka warna semantik: ini berlebihan---  
ketika malam bagai amuk dan bola embun turun pada 
kanvas  basah,  ada yang duduk bersimpuh beku dalam
 lukisan tersebut, 
hingga pagi tiba  dan lukisan itu memahamkan,
                             betapa wanita "sebaik-baik ciptaan"                                          
_________________________________
Pinggir sungai Maros, 18-19 Juli 2010. 
Puisi mistik 7
Mati itu Hening
puncak yang hening  
permukaan bumi dari atas tampak berkerikil dan terjal
hening...kelam susup rebahku pada dingin yang tak sampai padamu
hening...kelam susup rebahku pada dingin yang tak sampai padamu
 hening....aku memucat di bawah jengkalan langit,
 ini dengus air bah menyusup kedalam degup bumi dan 
merangkak ke-kekal  kisaran sunyi,
 nisan di perutku tegak menancap langit, 
 riuh degup jantung pecah pecah 
puncak yang hening, 
aku terhenti ….
____________________





Tidak ada komentar:
Posting Komentar