Kisah : Ribuan cinta untuk Ibu
Jumat, Februari 17, 2012
Ibu adalah keindahan tak terucap. Ketika kau tak mengerti ... padahal kasihnya menyapamu pertama kali. Padahal alam semesta selalu berbincang tentang " ibu", ia mata air cinta, ia kehidupan itu sendiri...kehidupan alam ini, "jangan pernah kehilangannya" sebab keberkahan dari sehelai jiwanya adalah restu dari langit.
Kasih sayang ibu, dan hanya dengan itu tuhan meringankan murkanya padaku. " ya Allah...indahkanlah qalbuku lewat kegembiraan setiap kesabaran ibu dalam menengahi perbuatan burukku. ia ibu yang dengan kesadaran mengenalkanku melintasi alam ini, bahkan aku serupa tercukupi dengan sepasang sayap, sepasang sayap dari kasih sayang ibu, ya Allah SWT betapa harapan ibu adalah ribuan. cinta , juga cerita
Ribuan hikmah: karena kasih sayang ibu...jadikanlah malu di sisimu ya Allah,
jika Engkau memasukkan aku keneraka.
Hikmah terbesar itu adalah tatapan mata kasih yang selalu menuju padamu, ya..mungkin saja bulan pernah mampir di beningnya, sebab ditatapan itu, terus tergurat keindahan bahasa yang tak terucap, melihat wajah ibu masih tak kau mengerti...apakah sedang memetik cahaya bulan, atau mata itu memang bulan, ribuan kata telah menutup... membungkus segala bulan, kasih sayangmu ibu, "lembut dan sangat hati-hati".
Ketika kau jauh dan zaman mengintaimu, Ia Ibu....masih sebuah hati yang menampung luka, menjagamu.....agar kau tak merasa sendirian. Dengannya apakah kau lupa cita-cita kecilmu dulu “membelikan ibu kompor , kasur , mengajaknya ketempat yang di sukainya ?“ , ia tersenyum,
kini, dengan kamus praktis sebagai pedoman, kukatakan “hendak membelikan.. apa saja yang ia mau, tapi celakannya sedikitpun ia tak tersenyum, jika demikian ini bukan hikmah dan bukan cerita, maafkan aku di cinta mu ibu...aku belum memenuhi sedikitpun mimpimu.
Kasih sayang Ribuan cinta untuk ibu :
Tempias malam di wajah ibu ketika itu bulan separuh lingkaran, sebuah debar jika malammalam datang, dan percakapan dengannya terhenti, "aku takut ibu ...meskipun, rasamu tak selalu tercipta dengan kata. kasihmu seolah keheningan yang melingkar disepinggang hidupku, Ribuan cintamu ibu ku tak ter-asah mengenalnya.
Pada kasih disetiap tatapmu, adalah kilap tajam yang menembus seolah pedang juga benteng yang dengan sungguh-sungguh melindungi tanpa siapapaun tahu, juga ketika kenakalan-ku terbingkai kaca dan mawasmu adalah jendela yang terbuka lebar mengintaiku, " kau lebih semesta ibu..".
Ibu kau adalah puisi untukku, ibu kau adalah tempat munajat. Dan jalan setapak itu kuanggap bacaan petunjuk di selaksa matamu, engkaulah langit yang selalu terbuka untuk kubawa segala risauku, tak dimanapun tapi kau berpendaran dan selalu memandangi ku ibu, matamu sungguh hening seperti doa pada jendela itu "tempat melihat langit kalau doa hendak di terbangkan".
Di bawah bulan yang mengambang dan di pematang alis matamu, ribuan kata tertutup embun dan kulihat wajahmu merunduk menggenggam bulir rindu. aku sungguh jauh ibu lupa bahwa engkaulah yang pertama mengenalkan hidup, menerjemahkan huruf a sampai z, mungkin ibu tak berapa lama lagi bersamamu, berilah waktu padanya...dan bukan sisa waktu, kitapun mengetahui keikhlasan ibu pada sebuah peristiwa tentang "sebuah pelajaran bangsa-bangsa yang dikutuk lebih dominan sebab mereka durhaka pada ibu"
:Kenangan terakhir pada ibu ketika aku lara di batu nisanya.
sejenak...,tubuhnya kedekatku berbaring : jelas garisgaris lelah di wajahnya.
tanganku bergerak, mengusap bekas luka di punggungnya.
lalu, aku menyuapnya nasi, tak ditelan, tapi..mulutnya terus menganga
"ibu...., takut kematian nak", katanya
Aku tetap disini,walau.... tak mengerti, sebab.....
"bukankah, ibu telah lama mati....?
___________
kaimuddin mbck, Maros,19.05.08
Catatan maaf untuk Ibu, cinta & cerita hikmah
Anak kecil itu bernama Al Ghozi dengan kebiasaan yang aneh, sedari dulu 2 tempat itu... tak luput kita menemukannya !). 1.Bermain di bawah tangga rumah yang kebetulan ada kolamnya. 2) Selalu di dapur menunggu ibunya memasak meskipun dapat dikatakan "ia belum lapar".ya ia Alghozi.
Kembali mengingat kesalahan itu ketika ibu hendak meminjam uangku, mungkin ada sesuatu yang hendak di belinya dan sedikit perlu tambahan, hal ini memang tak biasa bagi ibu kepadaku ..., namun aku tetap meminjamkannya hanya saja, yang kuanggap kesalahan itu karena aku benar-benar menekannya untuk mengembalikan uang pinjaman tersbut pada waktu yang juga mendesak (hanya 2 hari), menyimak keadaan lalu itu, aku menyandingkan hal tersebut dengan aturan ? fiqh pahamanku yaitu Islam bahwa "sekiranya ibumu meminta seluruh hartamu maka wajib kau menyerahkannya tanpa syarat" maafkan aku Ibu....
-"Teruski menulis juga baca puisi seperti di acara penamatan itu" katanya disuatu waktu. Seni sebelum memberikan dua sayap kepada manusia untuk bisa terbang, ia akan mematahkan kedua kakinya terlebih dahulu, sekarang aku bangga padamu kau memberi banyak hal pada org lain.
-bilangnya ketika ku dipondok "Uang yang kukirim untukmu di pondok, (lebih sering 100 rb-bln), belanjakanlah sesuka hatimu, tapi ketika kau ingin membelanjakan semuannya, berpikirlah bahwa 10 rb itu, bukan milikmu. >mungkin saja itu adalah milik seorang miskin yang memerlukannya. Jika kau menghendakinya, kau dapat menemukan orang miskin itu dengan sangat mudah. Jika aku banyak berbicara kepadamu tentang uang, itu karena aku mengetahui pengaruh buruknya dalam menipumu...(tuama saya nak, banyakmi garam saya makan...)
Luqmanul Haqim memberikan nasehat kepada anaknya, “Sayangilah orang-orang miskin. Mereka itu sedikit sekali sabarnya. Begitu pula sayangilah orang-orang kaya. Mereka itu sedikit sekali syukurnya. Dan terakhir sayangilah semuanya. Mereka adalah orang-orang yang sering lupa (kepada Allah)
Serupa menyikapi IBU, Nasihat yang sangat penting berikut ini, dari seorah ayah pada anaknya "oase pesantren", Afra nak...., sesekali jika libur intern di dalam pondok situ , lihat-lihatlah orang sekitarmu, Kenalilah para janda dan anak-anak yatim dan paling tidak untuk satu hari saja katakan: "Aku juga bagian dari mereka"_Wassalam
__________
kaimuddin mbck dalam ribuan cinta untuk ibu : cerita hikmah Ibu.
0 comments