Buku : SBY Antek Amerika dan Yahudi
Senin, Oktober 29, 2012Saya mencintai Amerika dengan segala kesalahannya. Saya 
anggap Amerika adalah negeri kedua saya...", kutipan pernyataan SBY dari International 
Herald Tribune (8/1/2003) :  “I Love the United States, With all its faults. I consider 
it my second country”. SBY Sebagai Antek Yahudi dan Amerika serikat /AS ?,- Kedekatan hubungan 
SBY dengan AS memang menimbulkan tanda tanya besar., tampaknya hubungan 
dirinya dengan AS termasuk dalam hal ini Yahudi tidak hanya bersifat 
ekonomi politik, tetapi juga berdimensi emosional. Deklarasi SBY tadi ketika menjabat sebagai Menkopolkam pada era 
Presiden Megawati Soekarno Putri. Ucapan semacam itu boleh jadi 
disampaikan untuk memperoleh credit point dari Pemerintahan AS. Dengan 
dukungan dari Pemerintah AS, kemudian SBY mendirikan Partai Demokrat, 
nama yang sama seperti Partai Demokrat di Amerika Serikat. Ternyata strategi tersebut
 berhasil membawa SBY menjadi Presiden Indonesia. 
 
Maka teringat ucapan Amien Rais-politikus PAN dan mantan ketua MPR 
serta salah satu tokoh reformasi 1998,dimana waktu itu ybs pernah 
mengatakan bahwa "untuk menjadi presiden di Indonesia harus mendapat 
restu dari Amerika Serikat". Benar atau tidak ucapan 
tersebut, kenyataannya sekarang politik pemerintahan SBY memang sangat 
mesra sekali dengan Amerika Serikat. Kemesraan itu bisa dilihat dari 
beberapa kali kunjungan Presiden Barack Obama ke Indonesia dan tentu 
saja didalam bahasa politisnya, kunjungan tersebut selalu diartikan 
sebagai pentingnya Indonesia di kawasan Asia Tenggara atau Asia Timur. 
Penting atau tidak pentingnya Indonesia tentu pasti terkait dengan 
faktor geografis,sosial-politik serta kekayaan alam yang ada di bumi 
Indonesia. 
Memang 
sudah menjadi rahasia umum bahwa kebanyakan dari pemimpin Indonesia 
belum mampu bahkan gagal menunjukan keberpihakan kepada rakyat kecil, 
apalagi kepada kaum Muslimin. Hal ini mungkin karena para pemimpin telah
 terbuai dengan posisi nyaman, sehingga yang terbesit dipikiran mereka 
hanyalah bagaimana mereka langgeng dan mengamankan kepemimpinannya. Atau
 justru kepemimpinan yang didapat karena besarnya andil dari AS sehingga
 mereka tidak bisa lepas dari balas budi dan kungkungan atau kuatnya 
cengkraman.
Selalu pemimpin kita bersedia melakukan apa saja dengan 
dalih kerjasama. Bila benar demikian, para pemimpin seperti itu layak 
dikatakan sebagai antek, sebuah budak yang harus mau mengikuti tuannya.
Fenomena 
semacam ini menjadi pemandangan yang sangat menarik apabila kita juga 
melihat bagaimana proses Obama menjadi Presiden Amerika Serikat. Obama yang 
pandai berpidato itu juga menyampaikan buah fikirannya di depan 
konfrensi lobi Yahudi, America-Israel Public Affair Committee (AIPAC) 
bahwa “Undivided Jerusalem, the Capital of Israel for all Eternity” hal 
itu berarti Yerusalem sebagai ibukota Israel Raya untuk selamanya. 
Bahkan Obama mengatakan “Yerusalem tidak boleh terpisah, dia harus 
menjadi ibukota Israel”. Obama juga mengatakan jika menjadi presiden, 
Amerika akan bahu membahu dengan Israel.
Pernyataan demi 
pernyataan semacam ini dapat diduga untuk menarik dukungan kaum Yahudi, 
sehingga bila dihubungkan dengan pernyataan SBY merupakan permohonan 
restu dukungan kepada Pemerintahan AS, sedangkan Obama meminta dukungan 
lobi Yahudi AS. Menurut Eggi Sudjana, penulis buku “SBY Antek 
Yahudi-AS?; Suatu Kondisi Menuju Revolusi”, ucapan SBY tersebut sebagai 
wujud penghambaan kepada dan untuk kepentingan AS dan sekutunya di 
Indonesia. Eggi dalam bukunya juga menyatakan bahwa sejak zaman Soeharto
 lengser, tidak ada calon presiden yang memberikan pernyataan itu, 
kecuali SBY.
Meskipun Obama dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 
diduga sama-sama antek Yahudi AS, Obama tampak lebih baik. Hal ini 
terlihat bagaimana Presiden AS tersebut menempatkan reformasi jaminan 
kesehatan (Obamacare) sebagai prioritas kebijakan domestiknya. Adalah 
mengherankan SBY tidak mengikuti langkah baik Obama tersebut. Tentu 
sekarang muncul pertanyaan, lantas dimana adanya Yudhoyonocare itu?
Buku :  SBY Sebagai Antek Amerika / As dan Yahudi 
Beberapa
 kutipan tulisan dalam buku setebal 268 halaman ini menggambarkan adanya
 indikasi SBY sebagai antek Yahudi-AS. Misalnya saja dalam Kabinet 
Indonesia Bersatu I, terdapat sosok seperti Sri Mulyani Indrawati, 
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)—kemudian 
menjadi Menteri Keuangan dan kini menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) 
Indonesia termahal, karena menjadi direksi Bank Dunia. Kemudian ada 
Marie Elka Pangestu (Menteri Perdagangan), Andung Nitimiharja (Menteri 
Perindustrian), Jusuf Anwar (Menteri Keuangan), Purnomo Yusgiantoro 
(Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) yang di mata Baswir, mereka 
tergolong penganut neolib yang gandrung terhadap ekonomi pasar. Mereka 
rata-rata pernah bekerja atau terlibat dalam lembaga-lembaga unilateral 
sponsor utama neoliberalisme, seperti IMF, Bank Dunia, dan Bank 
Pembangunan Asia (ADB).
Sementara itu, Menteri Perindustrian M.S 
Hidayat (Mantan Ketua Umum Kadin) juga sempat berharap pengusaha Israel 
menginvestasikan dana di Indonesia tidak lagi melalui pihak ketiga, jika
 hubungan diplomatik Indonesia-Israel terjalin dan perdamaian Timur 
Tengah tercapai.
Pada halaman 59 buku ini, Eggi menuliskan “... 
seperti Soeharto dan SBY dianggap Amerika sebagai good boy, karena mudah
 didikte dan diatur, maka mereka berdua disebut sebagai budak 
imperialisme Amerika”.
Buku SBY Antek Yahudi-AS? juga membongkar 
makar lima perusahaan tambang raksasa milik Yahudi AS yang beroperasi di
 Indonesia, yakni Freeport McMoran, Exxonmobile, Chevron, Conoco 
Philips, dan Newmont. Bahkan pada 2008, kebutuhan energi minyak pantai 
bagian barat wilayah Amerika Serikat dipasok langsung dari kilang 
Tangguh di Papua”.
Dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan Eggi 
juga menggugat keberadaan Naval Medical Research Unit No. 2 (NAMRU 2) 
yang disinyalir menjadi sarang intelijen asing. Hal ini membuktikan 
sekali lagi betapa terangnya keberpihakan SBY kepada Yahudi AS. Atau hal
 ini menjadi indikasi nyata bahwa SBY memang bagian dari jaringan Yahudi
 AS itu.
Di bagian lain, Eggi juga menyatakan bahwa pemerintahan 
SBY terkenal pengecut terhadap tekanan Yahudi AS. Dia tidak berani untuk
 melakukan nasionalisasi perusahaan-prusahaan multi nasional (MNC) dan 
transnasional (TNC) milik Yahudi AS dan Inggris yang beroperasi di 
Indonesia. Pemerintahan SBY dinilainya serupa dengan pemerintahan 
Soeharto, tidak berani membersihkan pengaruh Yahudi AS di Indonesia. 
Bahkan untuk melakukan kontrak ulang untuk memberikan laba yang lebih 
besar kepada Indonesia tidak pernah dilakukan oleh SBY.
SBY malah
 lebih cenderung untuk menjaga dan melindungi kepentingan Yahudi AS di 
Indonesia. Kedekatan hubungan SBY dengan AS memang menimbulkan tanda 
tanya besar. Tampaknya hubungan dirinya dengan AS temasuk dalam hal ini 
Yahudi AS tidak hanya bersifat ekonomi politik, tetpi juga sudah 
berdimensi emosional.
Dalam buku tersebut juga dilampirkan dua 
buah foto lawas SBY sebagai komandan pasukan PBB di Bosnia Herzegovina 
bersama dengan Jendral Radko miladic (Serbia). Foto lainnya nampak SBY, 
Jendral Radko Miladic, dan Kompol. Timur Pradopo yang kini menjadi 
Kapolri. Foto-foto tersebut diambil antara tahun 1994-1995 ketika 
terjadi pembantaian 3000 kaum muslimin di Bosnia Herzegovina.
Pada
 masa pemerintahan SBY ini, cengkraman AS terhadap Indonesia semakin 
dalam dengan ditandatanganinya Comperhensive Partnership Agreement pada 
17 September 2010 yang meliputi kerjasama politik dan kemanan, kerjasama
 ekonomi dan pembangunan, dan kerjasama dalam sosial-budaya, ilmu 
pengetahuan, pendidikan, dan hal-hal teknologi.
J.W Lotz 
menyatakan bahwa kaum Zionis Yahudi AS lebih menyukai kubu SBY-Boediono 
yang lebih liberal pemikirannya (berkiblat ke Amerika). Dalam pilpres 
2009 dimenangkan kembali oleh SBY, artinya bahwa kekuatan lobi Yahudi AS
 tetap mempertahankan supremasi TNI AD di Indonesia dengan tujuan untuk 
mempertahankan kekuasaan konspirasi Barat di Indonesia. Kekuatan lobi 
Yahudi AS lebih suka bersekutu dengan petinggi TNI AD dibanding dengan 
tokoh-tokoh politik. 
________
Tidak berdaulatnya Indonesia di bidang politik menyebabkan Indonesia 
juga tidak berdaulat di bidang ekonomi. Hampir sebagian besar sumber 
daya alam Indonesia dikuasai oleh asing dan dipergunakan untuk 
kemakmuran segelintir perusahaan dari negeri-negeri imperialis.
Papua,sebuah pulau besar yang saat ini sedang dirundung masalah besar 
karena kekayaan alamnya hanya dipakai untuk memperkaya perusahaan-2 
tertentu tetapi rakyatnya hidup miskin. Akhirnya konflik kepentingan 
terjadi di wilayah tersebut,bukan hanya Indonesia saja yang 
berkepentingan disana,tetapi juga negara-2 besar seperti 
RRT,Rusia,Amerika Serikat berkepentingan atas pulau yang sangat kaya 
dengan hasil tambangnya tersebut.  Di dalam Papua ada 
kandungan uranium terbesar yang sedang diperebutkan, lacaklah maka kau akan berhadapan dengan .....?
Maka benar pula apa yang ditulis Partai Rakyat Demokratik (PRD) dalam 
manifestonya: “Presiden Indonesia seakan menjadi pejabat gubernur 
jenderal AS di Indonesia, yang mana tindakan dan kebijakan politiknya 
selalu mengacu pada hal-hal yang sudah digariskan oleh Washington.”
NB : Reaktulisasi lain dari silang kait perihal ini merebak pula dari Bambang juga menulis buku yang bertajuk "Skandal Gila Bank Century" dan "Perang-perangan Melawan Korupsi" juga "Republik Galau" adalah buku ketiga Anggota Komisi III DPR RI bidang hukum tersebut, kesukaannya menganalisis persoalan yang ada akhirnya dirangkum dan dibuat ke dalam buku yang sengaja dikeluarkan bertepatan dengan tiga tahun pemerintahan Presiden SBY-Boediono. Buku setebal 358 halaman terbitan Ufuk Publishing House ini memuat pemikiran-pemikiran Bambang soal peristiwa terkini.
Pembahasannya dibagi ke dalam enam bab yang disesuaikan dengan kategori "negara gagal" berdasarkan kriteria Robert I Rotberg. Keenam bab itu yakni Legitimasi Negara Terkikis, Ketika Presiden Bimbang, Konflik Etnis dan Agama, Rawannya Keamanan Rakyat, Kanker Korupsi Merajalela, dan Cara Dunia Memandang Kita. Menurut Bambang, kondisi Indonesia saat ini sedang berada di ambang batas negara kegagalan. Di buku ini, Bambang mencantumkan analisisnya mulai dari kasus gagalnya konser Lady Gaga yang dibuatnya dengan judul "Lady Gaga Terlalu Seksi untuk Indonesia" di bab pertama sampai persoalan korupsi yang ditulis Bambang dalan judul "Korupsi Merambah Istana" dan "Balada Orang-orang Ring I". Buku yang Sempat Dilarang < Tulisan-tulisannya yang penuh kritik akan pemerintahan SBY-Boediono, diakui Bambang, sempat ditolak Ketua Umum Partai Golkar Aburizal "Ical" Bakrie. Namun, setelah diberikan pengertian bahwa buku itu adalah buah pikirannya pribadi tanpa membawa nama partai, Ical akhirnya membolehkan Bambang menerbitkan buku itu.
*Sumber Utama Keterangan dari Buku berjudul : SBY Antek Yahudi-AS?; ditulis oleh Eggi Sudjana, Suatu Kondisi Menuju Revolusi, Penerbit: Ummacom Press, Jakarta, Sampul: hardcover, Tebal: 268 halaman, Harga: Rp. 70.000.-by (Jaka Setiawan) juga beberapa sumber lainya.

1 comments
Saking cintanya,sampai buat patung obama.
BalasHapus