Dialog Televisi Bagai Hantu Gentayangan |

Minggu, Maret 22, 2015

Walaupun pada asalnya televisi (secara dzat) itu dibolehkan, namun yang lebih penting untuk dikaji adalah hukum penggunaan televisi di zaman kita sekarang ini. Apabila televisi tersebut digunakan untuk perkara yang bermanfaat, seperti penyebaran ilmu agama yang shohih, informasi tentang ilmu pengetahuan maka hukumnya adalah dibolehkan. Akan tetapi apabila televisi tersebut digunakan untuk penyebaran syi’ar-syiar kekafiran, kemaksiatan, dan segala sesuatu yang menyelisihi syariat maka tidak diragukan lagi bahwa hukumnya berubah menjadi sesuatu yang dilarang. Dengan demikian hukum televisi tergantung dari pemakainya. 

Tampak bahwa materi yang disiarkan Infotainment banyak membahas tentang pacaran, seks bebas, perceraian, perselingkuhan & acara hura-hura artis. Tivi yang sungguh hantu gentayangan dalam rumah anda ini menyebarkan Fitnah/Isu/Kabar Burung, mustahil perempuan  terlebih lelaki menundukkan hal terlihat di depannya semisal perempuan pesolek, membuka rambut, betis serta membuka sesuatu yang tidak pantas untuk dibuka di depan umum, sebab tradisi dari televisi ini hal tersebut telah (merupakan) fenomena kesalahan /kesesatan ini, kini dianggap biasa dalam tayangan televisi,  Simak dialog Sharing Televisi bagai hantu Gentayangan.









Dialog Halal Haram Nonton Televisi 
Ulasan pendapat eksrem tentang Tv (1) : Dominan program televisi merupakan kemaksiatan terorganisir bagai setan gentayangan, ya sebuah kekalahan atas kebaikan yang tidak terorganisir, mengapa ?, acara-acara televisi dewasa ini mempunyai andil besar dalam mengajarkan kepada para permirsanya untuk melakukan pergaulan bebas dengan lawan jenis, demikian pula acara Infotainment dengan sebaran gosip artis, hukumnya wajib ditinggalkan, percuma deh ngomongin orang nggak jelas kayak gitu, (tak membuatmu tenang kecuali sebarkan fitnah juga gunjingan, hal yang jika tak benar pahala kita diambil oleh yang terfitnah.  

habiskanlah waktumu bersama televisi, sambil mengurangi ingat Allah, tanpa membaca Alquran, dan lupa meresapkan pandangan Rasul bagaimana kita berlaku di bumi ini dengan memahami hadits-nya,  nontonlah terus tipi untuk pelan2/terus-terus bikinmu bodoh dan tersesat, sebab sibuk dgn tipi berbanding terbalik dgn sibuk pada hal sebagai yg semestinya Allah kehendaki kita berbuat, mungkinkah kau makhluk yang tak mati-mati ?
perihal ini merupakan senjata mutakhir yang digunakan oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan moral dan akhlak generasi muda Islam

Televisi Bagai Hantu Gentayangan : sebagai media yang banyak diakses semakin hari semakin menjadi-jadi menyebarkan kebodohan dari pagi hingga malam, acara inti dari sebuah stasiun televisi hanya ada 3 yaitu : Pertama Berita, Kedua Infotainment & yang Ketiga Sinetron. Acara-acara lain cuma sebagai pelengkap. Bangsa ini diajarkan untuk selalu mau tahu urusan orang lain lewat Infotainment (Gosip Artis). 

Banyak film mengajarkan anak-anaknya ke sekolah pakai mobil, punya hape canggih, gaul,belum dewasa sudah pacaran, patah hati & lain sebagainya, televisi dengan adegan-adegan menjijikkan dalam sinetron-sinetron juga kontes-kontes,  yang hal ini dapat membuat anak2 kita juga para lelaki terkapar tidak berdaya , bagaimana mereka bisa menundukkan pandangannya apabila di dalam rumahnya masih bercokol makhluk yang bernama televisi ini? Televisipun mengajarkan kepada para pemuda dan pemudi Islam tentang bagaimana trik berpacaran, trik berkencan serta mengajarkan para suami atau istri untuk berselingkuh!

Di dalam Protokoler Yahudi disebutkan, “Kita wajib berbuat untuk menghancurkan akhlak di setiap tempat, sehingga kita mudah menguasai mereka (kaum muslimin). Dan akan selalu ditayangkan hubungan seksual secara jelas agar  tidak ada lagi sesuatu yang dianggap suci dalam pandangan para pemuda, akibatnya keinginan besar mereka adalah bagaimana memuaskan insting seksualnya. Ketika itulah akhlaknya hancur.

”Acara Infotainment tentang gosip artis,hukumnya wajib ditinggalkan, percuma deh ngomongin orang nggak jelas kayak gitu. Materi yang disiarkan Infotainment banyak membahas tentang pacaran, seks bebas, perceraian, perselingkuhan & acara hura-hura artis. Beberapa Efek/Dampak Buruk Dari Acara Infotainment Di Televisi Indonesia Pada Masyarakat termasuk seebarkan Fitnah/Isu/Kabar Burung

Televisi merupakan tersangka dalam penyebaran budaya ikhtilat (campur baur) di masyarakat, sehingga terbukalah kesempatan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit untuk pegang ini dan pegang itu, lirik sana dan lirik sini serta perbuatan-perbuatan lain untuk memuaskan hawa nafsunya. Hendaknya orang yang di dalam hatinya masih ada keimanan untuk MENJAGA MATA, telingga serta anggota-anggota badannya dari melakukan perbuatan-perbuatan kemaksiatan baik di saat ada orang yang melihat maupun tidak ada orang yang melihat. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.

“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Al-Mukmin: 19)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menjelaskan tentang ayat ini, “Dia adalah seorang laki-laki yang masuk pada anggota keluarganya yang di dalamnya terdapat wanita cantik atau ketika wanita cantik itu sedang melewatinya. Ketika orang-orang lengah, ia memperhatikan ke arahnya. Ketika mereka tidak lengah, ia menunduk. Ketika orang-orang lengah, ia memperhatikannya. Ketika mereka tidak lengah, ia menundukkan pandangannya. Sungguh Allah telah melihat hatinya bahwa ia berkeinginan andai saja ia bisa melihat kemaluan wanita tersebut.”

Doktrin Subhat | Haram : Banyak beredar dalam Iklan Televisi yang mengadakan Audisi menjadi pemain sinetron, hanya dengan Syarat Memiliki Rambut yang indah terurai. Hal ini menarik perhatian Muslimah untuk berbondong-bondong memamerkan auratnya.  Banyak Acara Televisi yang mengajarkan Ilmu Agama Islam dengan Keliru, Contohnya ;  Sakinah (Pencitraan Akhwat Bercadar yang Murahan),  

Pesantren dan Rock n’ Roll (Pesantren senang Musik), Ketika Cinta Bertasbih (Syubhat Berpoligami), Ayat-Ayat Cinta (Tidak Ada Batasan pergaulan Antara Laki-Laki dan Wanita),  Islam KTP (Pencitraan Wajah Kaum Muslimin Islam yang beragam dan Negatif), Spongebob, Shincan, Doraemon, Apa Kabar Indonesia & Indonesia Lawyers Club (Tontonannya cuma orang debat mencari-cari kesalahan pihak tertentu, masyarakat Indonesia harus sadar kalau selama ini mereka telah diadu domba dengan doktrin kepentingan politik yang ingin berkuasa) .

Agama Islam yang hanif mengajarkan kepada para pemeluknya untuk menundukkan pandangan guna menjaga kesucian mereka. Allah berfirman,

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur: 30)

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya..” (QS. An-Nur: 31),

Pengharaman Berdasar Kaidah : Wanita adalah Makhluk yang Indah, Bahkan keberadaannya selalu dihargai sehingga selalu Ada dalam iklan untuk meningkatkan Ratting penjualan barang, seolah iklan apapun membutuhkan penguatan dari bentuk indah perempuan, akan tetapi, sudah menjadi sunnatullah bahwa Iblis beserta bala tentaranya selalu berusaha untuk menyesatkan manusia dari jalan yang lurus. Iblis berkata, sebagaimana dikisahkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, “Iblis berkata: “Demi kemulian-Mu,  akan aku sesatkan mereka semuanya” (QS. Shood: 82) Iblis juga berkata,“Ya Rabbku, oleh sebab Engkau Telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan mereka semuanya,” (QS. Al-Hijr: 39)
Di antara sarana menyesatkan manusia dari jalan yang
 lurus, dan bagaimana Islam sebagai agama yang lurus dan 
sempurna memandang “TELEVISI”?

Berdasarkan realita, penggunaan televisi dewasa ini adalah untuk menyebarkan kemaksiatan serta perkara-perkara yang melalaikan dari agama Allah, walaupun tidak dipungkiri ada manfaat yang bisa diambil dari adanya televisi. Sehingga dapat kita tarik kesimpulan, apabila dimutlakkan, hukum memelihara televisi untuk zaman sekarang ini adalah tidak diperbolehkan mengingat mudhorot yang ditimbulkan jauh lebih besar dan dasyat dari manfaat yang diperoleh. Hal ini berdasarkan kaidah,
الحُكْمُ عَلَى الغَالِبِ

“Al hukmu ‘alal gholib (Hukum itu ditinjau dari keumumannnya).”
Serta kaidah, “Menolak mudharat (bahaya) lebih didahulukan dari mengambil manfaat”
Dua kaidah di atas merupakan kaidah yang agung di dalam agama kita, agama Islam yang lurus, agama yang menjaga para pemeluknya dari kehancuran serta kemudharatan yang akan menimpa mereka. Kaidah yang didasarkan pada firman Allah, “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah: 219)

Segala sesuatu yang dosanya lebih besar daripada manfaatnya, maka Islam datang untuk mencegah dan melarangnya sebagai salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada para hamba-Nya.

Memelihara televisi pada zaman kita sekarang ini tidak diperbolehkan, janganlah kita langsung berpikiran picik dengan menganggap ekstrim tentang ucapan ini. Akan tetapi, hendaknya kita mencoba untuk merenung dan membuka mata serta hati kita tentang beberapa dampak yang ditimbulkan oleh kemunculan makhluk yang bernama televisi ini. Sehingga  menjadi jelaslah al-haq serta sirnalah al-batil bagi orang-orang yang masih mempunyai tanda-tanda kehidupan di dalam hatinya

Sadar atau tidak sadar, televisi mempunyai andil yang besar dalam penyebaran kekufuran, bid’ah, khurofat dan kemaksiatan di tengah-tengah umat. Betapa sering ritual-ritual kesyirikan, bid’ah serta hal-hal yang berbau khurofat muncul di televisi. Di mana acara-acara ini ditonton oleh kaum muslimin dan anak-anak kaum muslimin yang notabene banyak di antara mereka yang miskin ilmu. Tidak diragukan lagi, sedikit banyak mereka akan termakan oleh syubhat-syubhat acara-acara tersebut. Betapa banyak kita, mempercayai ramalan2 palsu, juga kaum muslimin yang meyakini adanya kemampuan orang yang telah meninggal untuk memberikan manfaat dan bahaya disebabkan oleh banyaknya cerita-cerita hantu di televisi.

Padahal menurut aqidah kaum muslimin, bahwa orang yang sudah meninggal itu tidak bisa memberikan manfaat dan bahaya serta mereka tidak bisa gentayangan sebagaimana yang disangka oleh orang-orang jahil.

Allah berfirman,“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku dapat berbuat amal yang saleh yag telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. dan di depan mereka ada barzah sampal hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mukminun: 99-100). Mujahid berkata, “Barzah adalah penghalang antara dunia dan akherat”[5]

Ayat yang mulia ini menjelaskan dengan gamblang kepada kita bahwa orang yang sudah meninggal itu tidak bisa kembali lagi ke dunia karena ada dinding yang menghalanginya.

Ego Pencitraan Tokoh Agama : Betapa banyak pula kaum muslimin yang meyakini tentang bolehnya acara bid’ah tercela yasinan di rumah ahli mayyit dengan alasan karena hal itu banyak dipraktekkan di “film-film islami” yang dipimpin oleh para “kyai”. Dan betapa banyak pula kaum muslimin yang hilang rasa malunya karena mengikuti tren mode-mode pakaian para bintang film yang ada di Televisi.

Betapa banyak pula kita jumpai anak-anak kaum muslimin yang menjadi anak-anak durhaka kepada para orang tuanya, durhaka dengan mengabaikan perintah-perintahnya karena sedang asyik menonton televisi dan tidak mau diganggu. Sehingga tatkala orang tuanya menyuruhnya untuk mengerjakan sesuatu, justru raut muka cuek, wajah sinis sampai ucapan-ucapan kotor dari mulut-mulut mereka tertuju kepada orang tua mereka. Siapakah yang bertanggung jawab terhadap kerusakan yang besar dan meraja lela ini? Allahul Musta’an.

Sungguh akidah yang agung ini telah terkikis sedikit demi sedikit dengan semakin banyaknya acara-acara di Televisi. Betapa banyak kita temui anak-anak islam yang begitu ngefans (gandrung yang gak ketulungan) dengan para aktor atau aktris film. Tidak ada yang membuat mereka ngefans dengan para aktor atau aktris film tersebut kecuali karena kelihaian para penebar fitnah tersebut dalam berakting. Padahal mungkin saja para bintang film tersebut adalah orang yang fasik, peminum arak, tukang mempermainkan wanita atau bahkan orang kafir. Sampai-sampai gaya-gaya mereka yang tidak tahu malu dalam berakting pun ditirukan oleh sebagian anak-anak kaum muslimin.

Polarisasi Pengidolaan Tokoh : Begitu banyak pula kita jumpai para pemuda-pemudi Islam yang begitu terpikat dengan para pemain bola walaupun mereka adalah orang-orang kafir. Kecintaan mereka yang begitu dalam kepada para pemain bola tersebut bukanlah karena mereka adalah orang-orang yang senantiasa qiyamul lail, bukan pula orang yang senantiasa begadang untuk berkhidmad kepada islam dan kaum muslimin, bukan pula karena tulisan-tulisan mereka yang membela Islam dan kaum muslimin. Akan tetapi kecintaan yang hanya didasarkan atas kelihaian mereka dalam mengolah dan memainkan Si Kulit Bundar! Tidak jarang kita temui dari mereka rela mengeluarkan uang yang banyak hanya untuk membeli kostum bola yang tertera nama dari pemain bola tersebut.

Ya Allah,andai saja mereka mengetahui sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Seseorang akan bersama dengan orang yang ia cintai“

Andai saja mereka mau dan meyakini hadits yang mulia ini, tentulah mereka akan membuang jauh-jauh dari hati-hati mereka wajah-wajah para bintang film, pemain bola serta tukang lawak yang banyak berdusta karena tidak ada tanda-tanda kebaikan dari profesi mereka itu di sisi Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya dunia ini manis dan menyenangkan, dan sesungguhnya Allah telah menjadikan kalian dapat menguasainya. Allah melihat bagaimana kalian beramal. Berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita.”

ya betapa banyak orang yang lalai atas kehidupan negeri akherat disebabkan oleh dunia dan wanita. Sungguh benar apabila Nabi kita yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, memperingatkan umatnya dari dua perkara yang agung ini, akan tetapi, Televisi dewasa ini, seolah-olah justru melambai-lambaikan tangannya mengajak untuk hanyut dalam buaian dunia dan wanita-wanita jalang yang tidak bermoral.

Godaan Panjang Hayal & Ambisi : Betapa banyak para pemirsa yang berangan-angan untuk memiliki mobil, perabot-perabot mewah, rumah megah serta gemerlapnya dunia sebagaimana yang terdapat dalam cerita-cerita fiksi yang ada di sinetron-sinetron. Mereka hanya bisa berangan-angan dan “beri’tikaf ” berjam-jam di depan televisi untuk berangan-angan, “Andai aku seperti dia. Andai aku punya ini dan itu. Andai saja aku … andaisaja aku ….” Berandai-andai yang jauh dari kenyataan dan hanya mengharapkan sesuatu tanpa adanya usaha.

Akhirnya, karena selalu dicekoki contoh-contoh kehidupan yang serba mewah di film-film, standar hidup mereka pun menjadi naik drastis. Fokus perhatian mereka pun menjadi uang dan uang. Sehingga munculah istilah “Time is Money“, di mana segala sesuatu dinilai dengan uang. Sampai-sampai mereka menjadi pelit terhadap waktu-waktu mereka kecuali jika di hadapan mereka ada dunia yang menantinya. Na’udzubillah.

Sesungguhnya waktu mempunyai kedudukan yang tinggi di dalam Islam. Waktu merupakan bagian dari masa di mana manusia menghabiskan umur di dalamnya. Dengan masuknya Televisi ke dalam rumah-rumah kaum muslimin, sudah berapa jam yang terbuang sia-sia karena menonton acara-acara di televisi. Sungguh mereka telah mengalami kerugian besar di dalam mengarungi samudra kehidupan karena telah membuang waktu yang sebetulnya dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat namun justru terbuang sia-sia tanpa arti atau bahkan menambah dosa-dosa meraka dengan sebab menonton televisi.

Cukuplah menjadi alasan untuk tidak memasukkan televisi ke dalam rumah-rumah kaum muslimin karena televisi tidak banyak memberikan manfaat kepada pemiliknya dan bahkan justru melalaikan mereka dari mengerjakan perkara-perkara yang lebih bermanfaat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Di antara kebagusan keislaman seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat.” Demikianlah pembahasan singkat tentang kemunculan makhuk yang bernama Televisi serta dampat-dampak yang ditimbulkan. Mudah-mudahan Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk berjalan di atas amalan-amalan yang dicintai dan diridhoi-Nya. Dan kita memohon kepada Allah dengan nama-namaNya yang indah serta sifat-sifatNya yang agung agar Dia berkenan untuk memperbaiki keadaan kaum muslimin sekarang ini serta mendekatkan para pemuda islam kepada orang-orang yang berilmu di antara para ulama.

Subhat Gambar 3 Dimensi : TV dan yang sejenisnya merupakan alat untuk menampilkan gambar makhluk yang bernyawa, sehingga bisa dinikmati orang yang melihatnya. Dari sisi ini kita ketahui pula bahwa TV tidaklah terlepas dari gambar makhluk bernyawa, baik gambar tersebut diam maupun bergerak, baik digambar dengan tangan yang dikenal dengan sebutan gambar kartun, maupun dengan kamera atau peralatan untuk menghasilkan gambar yang lain.

Oleh karena itu, para ulama ketika menghukumi TV, titik sorot mereka adalah pada gambar yang ditampilkan tersebut. Begitu pula sebaliknya, orang-orang yang membolehkan TV, usaha terbesar mereka adalah bagaimana caranya agar gambar yang ditampilkan TV tidak masuk dalam dalil-dalil yang melarang gambar makhluk bernyawa.

Jika seseorang mau membaca kitab-kitab hadits, akan didapati banyak sekali dalil-dalil yang menunjukkkan kerasnya ancaman terhadap orang-orang yang menggambar makhluk bernyawa, baik itu gambar hewan-hewan atau manusia. Juga akan didapati bahwa gambar yang dihasilkan tersebut adalah haram, wajib untuk dihapus, kecuali pada keadaan darurat yang seseorang tidak mungkin untuk menghindar darinya. (Barangsiapa mencermati dalil-dalil yang telah lalu, dan terbebas dari shubhat dan hawa nafsu, maka dia akan tahu dan yakin bahwa TV merupakan benda yang haram menurut syari’at Islam).

“Alloh berfirman: Adakah yang lebih dzolim dari orang yang coba-coba menciptakan (makhluk) seperti yang Aku ciptakan?! (Kalau memang bisa) ciptakanlah semut atau biji-bijian atau ciptakanlah gandum!!” (Muttafaqun ‘alaih)

Perlu diingat bahwa hukum ini baru kita petik dari satu faktor saja, yaitu adanya ‘shuroh’ yang ada di layar TV atau alat-alat lain yang sejenis. Lalu bagaimana jika ditambah dengan faktor lainnya yang berupa kemungkaran nyata yang didapati oleh orang yang melihat TV ?!!!

Selain itu, kamera atau alat sejenisnya yang digunakan untuk membuat ‘shuroh’ pada hakekatnya tidaklah luput dari tangan manusia, mulai dari pembuatannya sampai pada pengoperasiannya. Jadi apa bedanya dengan gambar yang dibuat tangan?!! Bahkan pembuatan gambar dengan alat lebih parah kerusakannya dari beberapa sisi:

Fatwa-fatwa ulama Ahlussunnah seputar permasalahan ini
Syaikh Ibnu Baz rahimahulloh ditanya: “Apakah TV itu masuk dalam hukum ‘shuroh’ yang dilarang? Atau yang diharamkan terbatas pada acara-acara buruk yang ada padanya?

Beliau menjawab:
“Setiap gambar makhluk yang bernyawa itu haram!!” (Al ibroz li aqwalil ulama fi hukmi At-tilvaz).

Syaikh Sholeh Fauzan hafidzahulloh ketika menjelaskan hadits:

“Setiap orang yang menggambar (makhluk bernyawa akan masuk) neraka. Gambar-gambar yang telah mereka buat itu akan dijadikan bernyawa sehingga menyiksa mereka di Jahannam”.

Beliau berkata:
“(Sabda beliau ini) juga umum mencakup seluruh gambar makhluk yang bernyawa, baik itu dihasilkan dengan digambar atau dipahat atau dengan memencet alat. Perbedaannya hanyalah bahwa pengguna alat lebih cepat kerjanya daripada orang yang menggambar (dengan tangan), adapun hasilnya sama, masing-masing mereka menginginkan untuk menghasilkan ‘shuroh’.

Orang yang mengukir atau membikin patung tujuannya terciptanya ‘shuroh’. Orang yang melukis tujuannya juga ‘shuroh’. Orang yang memotret dengan kamera tujuannya juga ‘shuroh’. Lalu, kenapa kita membedakan-bedakan mereka??! Padahal Rosul ص telah bersabda:

«كلُّ مصوِّرٍ في النّار«

“Semua orang yang menggambar makhluk bernyawa di neraka”?!.

(Mereka) tidaklah punya dalil kecuali falsafat yang mereka buat-buat dan teori-teori yang mereka ada-adakan. Mereka ingin membatasi cakupan makna sabda Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam (di atas) dengan kepala mereka….(Padahal) merupakan suatu perkara yang dimaklumi bahwa perkataan Alloh dan Rosul-Nya tidaklah boleh dibatasi cakupan maknanya kecuali dengan dalil dari perkataan Alloh dan Rosul-nya juga. Bukan dengan ijtihad atau teori-teori buatan manusia. (I’anatul Mustafid: 2/ 369)

Syubhat Kedua
“Gambar yang dihasilkan dengan kamera atau alat yang semisalnya ibarat seperti fotokopy. Bukankah kalau seseorang memfotokopi suatu tulisan, hasil fotokopinya itu tetap dikatakan bahwa itu tulisan penulisnya bukan tulisan tukang fotokopy? Demikian pula orang yang memfoto mahluk bernyawa dengan kamera atau menyotingnya, bukankah gambar yang dihasilkan itu adalah ciptaan Alloh?!!

JAWAB:
Syubhat ini kita jawab dari dua sisi:

Pertama:
Memang benar bahwa hasil fotokopy itu adalah tulisan si penulis. Akan tetapi perbuatan memfotokopy bukanlah perbuatan penulis. Oleh karena itu kalau dikatakan: “Lembaran ini tulisan si A atau fotokopinya?” Maka semua sepakat untuk menjawab bahwa itu adalah kopian-nya. Dan inilah yang dinamakan ‘mudhohah’, yaitu membuat sesuatu yang menyerupai aslinya, yang hal ini merupakan sebab utama diharamkannya ‘shuroh’ sebagaimana pada penjelasan yang telah lalu.

Kedua:
Adanya kerancuan orang yang beralasan dengan syubhat ini pada permasalahan: ketika seseorang memotret patung manusia atau memfoto gambar hewan yang dilukis dengan tangan. Sebab mereka mengatakan bahwa hal ini haram, sebagaimana kita juga mengatakannya.

Maka kita katakan pada mereka: “Pernyataan kalian ini membantah syubhat kalian sendiri, kenapa kalian bedakan antara ini dan itu, padahal kalau kalian konsekuen dengan kaedah kalian, harusnya kalian menjawab: “Foto patung atau foto gambar makhluk yang bernyawa yang dilukis dengan tangan itu tidaklah haram, karena patung dan gambar yang difoto itu adalah hasil perbuatan ‘si pembikin patung’ atau ‘si tukang lukis’ bukan bikinan tukang foto.”

Beginilah jadinya kalau menyelisihi syariat Alloh, perkataan yang satu akan dipatahkan sendiri dengan perkataannya yang lain. Alloh subhanahu wa ta’ala telah berfirman:

أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً

“Apakah mereka tidak men-tadaburi Al Quran? kalau kiranya (Al Quran itu) bukan dari sisi Allah, tentulah mereka akan mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An Nisa’: 82)

Syubhat Ketiga:
‘Shuroh’ yang dilarang adalah ‘shuroh’ yang diam, seperti foto dan yang sejenisnya, adapun ‘shuroh’ yang bergerak seperti ‘shuroh’ yang ada di layar TV atau yang sejenisnya tidaklah haram. Sebab ‘shuroh’ yang bergerak itu sama seperti bayangan yang ada di cermin, yang semua sepakat bahwa bayangan tersebut tidaklah masuk dalam dalil-dalil yang mengharamkan ‘shuroh’.

JAWAB:
Perlu diketahui bahwa para pemilik syubhat ini sepakat dengan kita bahwa ‘shuroh’ yang diam yang dihasilkan oleh kamera foto adalah haram. Hal ini akan memudahkan kita untuk merobohkan syubhat mereka tersebut. Syubhat yang satu ini dapat dijawab melalui beberapa sisi:

Jika kalian mengakui bahwa ‘shuroh’ yang diam itu haram, maka seharusnya ‘shuroh’ yang bergerak itu lebih berhak untuk diharamkan dengan alasan: bahwa unsur ‘mudhohah’ (pembuatan sesuatu yang menyerupai makhluk ciptaan Alloh) yang merupakan sebab utama diharamkannya shuroh, ada pada ‘shuroh’ yang bergerak, bahkan unsur ini lebih nyata terlihat padanya. Sebab pada ‘shuroh’ yang bergerak selain ada penyerupaan bentuk dan tampilan juga ada penyerupaan gerak-gerik. Tentunya yang seperti ini lebih parah dan lebih layak untuk diharamkan.

Alasan mereka bahwa ‘shuroh’ yang ada di layar TV itu seperti bayangan yang ada di cermin tidaklah bisa diterima, sebab antara keduanya sangat banyak perbedaannya. Jika keduanya di-qiyas-kan maka qiyas yang dihasilkan adalah ‘qiyas batil’ atau disebut pula qiyas ma’al fariq, yang para ulama sepakat bahwa qiyas yang seperti ini tidak bisa dijadikan hujah. Diantara perbedaan-perbedaan tersebut adalah:

a) Bayangan yang dicermin tidak tetap dan tidak ada bekasnya. Ketika orang yang bercermin itu pergi, bayangannya pun akan pergi juga. Berbeda dengan ‘shuroh’ yang dihasilkan kamera video yang bisa disimpan bertahun-tahun dan bisa dimunculkan seaktu-waktu.

b) Orang yang bercermin, tidak ada satu orang berakal pun yang mengatakan bahwa dia telah menggambar atau memotret dirinya, berbeda dengan orang yang berdiri di depan kamera foto atau video.

c) Pada cermin dan benda-benda mengkilat lainnya, tidaklah ada usaha manusia sama sekali untuk memunculkan bayangan, karena memang itu adalah sifat yang Alloh berikan pada benda-benda tersebut. Berbeda dengan kamera dan alat sejenisnya yang membutuhkan usaha dan pikiran manusia.

d) Sifat bayangan yang ada di cermin berkebalikan dengan aslinya, berbeda dengan ‘shuroh’ yang dihasilkan kamera yang sama dari segala sisinya

e) ‘Shuroh’ yang dihasilkan kamera tidaklah mungkin terwujud kecuali jika terkumpul padanya empat unsur: makhluk yang difoto / shooting, orang yang men-shooting, alat untuk shooting, dan proses penyotingan. Berbeda dengan bayangan cermin yang cukup dengan mencari cermin atau benda lainnya yang mengkilat kemudian berdiri di depannya.

f) Cermin telah ada pada zaman Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam dan diperbolehkan, berbeda dengan ‘shuroh’ yang mereka perjuangkan.

g) Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam telah membedakan antara hukum bayangan yang ada di cermin dengan ‘shuroh’ yang dibuat manusia.

Inilah sebagian perbedaan yang kalau seseorang mau berpikir dengan pikiran jernih dan bebas dari hawa nafsu pasti akan yakin bahwa ‘shuroh’ bergerak yang ada di layar TV itu lebih berhak untuk dimasukkan ke dalam hukum ‘shuroh’ yang diharamkan, karena adanya unsur-unsur persamaan yang banyak pada keduanya, daripada dimasukkan ke dalam hukum ‘bayangan cermin’ yang telah lewat perbedaan yang nyata antara keduanya.

~~~~
Dampak Hukum Nonton TV 
Diketahui bersama bahwa TV telah memberikan dampak negatif yang luar biasa pada manusia umumnya dan umat Islam pada khususnya. Mulai dari sisi aqidah, ibadah, akhlak sampai pada adat dan mu’amalah. Tidaklah ada seorang pun yang masih berakal sehat mengingkari kenyataan ini.

Ibnul Qoyyim rahimahulloh mengatakan:
“Kaedah ketiga: Jika seseorang kebingungan dalam menentukan hukum suatu perkara, apakah halal atau haram, maka lihatlah kerusakan dan buahnya serta hasil akhirnya. Jika perkara tersebut mengandung kerusakan yang lebih banyak dan jelas, maka tidaklah mungkin Dzat Pembuat syari’at memerintahkan atau membolehkannya. Bahkan dapat dipastikan bahwa hukumnya itu haram secara syar’i. Terlebih lagi jika perkara tersebut merupakan jalan yang menjerumuskan ke dalam perkara-perkara yang dimurkai oleh Alloh dan Rosul-Nya serta mengantarkan kepadanya dalam jangka pendek….maka orang-orang yang memiliki bashiroh (ilmu) tidaklah akan ragu bahwa perkara yang seperti ini haram hukumnya.” (Madarijussalikin: 1/496)

Oleh karena itu marilah kita tengok sebentar dampak-dampak buruk yang ditimbulkan TV dan alat-alat sejenisnya, agar kita semakin yakin bahwa perkakas yang seperti ini tidaklah pantas bagi seorang muslim untuk memilikinya.

Diantara dampak-dampak buruk yang ditimbulkan TV itu adalah sebagai berikut:

Pertama:
Tersebarnya perkataan, tingkah laku dan gaya-gaya pakaian serta perayaan-perayaan orang kafir dan lain-lainnya di kalangan kaum muslimin melalui televisi dan peralatan yang sejenisnya, yang mengakibatkan lemahnya al-wala’ dan baro’ pada mayoritas muslimin, sebagaimana yang disaksikan bersama.

Kedua:
Tersebarnya gambar-gambar para wanita yang memfitnah di kalangan kaum muslimin yang hal ini telah mengakibatkan banyak sekali kerusakan akhlak pada generasi muda maupun tuanya. Di sisi lain para muslimah pun terpengaruh dengan gaya hidup para wanita kafir tersebut.

Ketiga:
Tersebarnya kisah-kisah percintaan, pencurian dan kejahatan yang memberikan dampak buruk pada tingkah laku kaum muslimin terutama generasi muda mereka.

Keempat:
Tersebarnya musik yang diharamkan oleh syari’ah.

Kelima:
Tersebarnya berbagai macam perkara yang melalaikan kaum muslimin dari kewajibannya. Sebagai contohnya sholat lima waktu, kalau sudah duduk di depan TV maka sholat pun terlupakan.

Keenam:
Jauhnya kaum muslimin dari ajaran agamanya. Sehingga mayoritas mereka hanya mengenal Islam sekedar warisan dari orang tua-orang tua mereka, dan sekedar tulisan yang ada di KTP. Hasbunalloh wa ni’mal Wakiil.

Inilah secara global dampak-dampak yang ada. Selain itu masih banyak lagi dampak buruk lainnya yang disaksikan bersama, sehingga dengannya semakin kuat keyakinan kita bahwa televisi dan alat sejenisnya hukumnya haram menurut syari’ah Islamiyyah.

Kemudian ketahuilah wahai saudaraku, bahwa TV beserta acara-acara yang ada di dalamnya tidaklah diciptakan untuk kemaslahatan kaum muslimin. Bahkan sebaliknya, semua itu didatangkan sebagai senjata dalam perang gaya baru mereka, yang dikenal sebagai ‘ghozwul fikri’ untuk melemahkan muslimin dan menjauhkan mereka dari agamanya. Sehingga dengannya kaum muslimin sibuk dalam kemaksiatan dan perkara-perkara yang Alloh murkai, yang dengan inilah kaum muslimin bisa dihancurkan.

Semoga Alloh memberikan hidayah serta taufiq-Nya kepada kita semua untuk bisa mengetahui kebenaran dan memegangnya. Juga untuk bisa mengetahui kejelekan dan meninggalkannya.

Syaikh Al-Albaniy rahimahulloh ditanya:
“Adanya televisi pada zaman ini di rumah-rumah, apakah halal atau haram?”

Beliau menjawab:
“Hal itu tidak boleh! Aku katakan kepada kalian, maukah salah seorang diantara kalian melihat TV? Jika mau silakan lihat, jika tidak mau terserah kalian, kalian boleh memilih!! Jika ada yang mau melihatnya, kabarkan kepadaku, apakah kebaikannya itu lebih banyak atau kejelekannya?”

Si penanya mengatakan:
“Kejelekannya tentu lebih banyak.”

Beliau pun menjawab:
“Jika demikian, tentunya tidak boleh dibiarkan di rumah.” (Kaset Adabul Majlis, dikutip dari ‘Al-Ijhaz’: 7)

Beliau juga berkata pada majelis yang lain:
“Barang tersebut tidak mungkin ada di rumah seorang muslim, kecuali digunakan untuk perkara-perkara yang diharamkan Alloh, karena dahsyatnya fitnah yang ditimbulkannya. Saya secara pribadi berkeyakinan bahwa televisi adalah alat yang paling dahsyat dan berbahaya fitnahnya serta paling banyak kerusakannya. Alat ini juga merupakan alat yang paling banyak melalaikan seorang muslim dari menunaikan kewajiban-kewajibannya.” (Kaset ke-42 dari ‘Silsilah Huda wan Nur‘)

Syaikh Muqbil Al-Wadi’iy rahimahulloh mengatakan:
“Di dalam TV juga ada pemikiran-pemikiran yang buruk dampaknya bagi keluarga. Kamu tidak tahu tiba-tiba istrimu merendahkanmu. Dari TV-lah anak-anak mengetahui bagaimana cara-cara mencuri. Aku dikabari bahwa seorang pencuri tertangkap. Dia berasal dari Thoif dan dikatakan kepadanya: “Bagaimana kamu melakukannya?” Dia menjawab: “Aku naik ke loteng dan masuk melalui jendela terus ke kamar mandi.” Orang-orang bertanya: “Dari mana kamu tahu hal seperti itu?” Dia menjawab: “Aku melihat mereka melakukan yang seperti itu di TV.” Jadi pencuri ini mengetahui cara-cara mencuri dari TV. (Al-Mushoro’ah: 204)

Hukum Dalil Kausalitas Nonton Televisi
Setelah kita ketahui bahwa gambar yang ada di layar TV itu haram, mungkin seseorang berkata bahwa yang diharamkan adalah pembuatan ‘shuroh’, adapun melihat ‘shuroh’ yang telah ada tidaklah mengapa. Si pembuat ‘shuroh’-lah yang berdosa bukan orang yang menonton dan menikmati hasilnya.

Ketahuilah -semoga Alloh memberikan hidayah kepada kita semua- bahwa hukum-hukum yang berkenaan dengan permasalahan ‘shuroh’ terbagi menjadi dua:

Pertama;
hukum yang berkaitan dengan pembuatannya, maka sangatlah jelas bahwa perbuatan ini adalah dosa besar sebagaimana telah lalu penjelasannya.

Kedua;
hukum yang berkenaan dengan penggunaan ‘shuroh’, baik itu dengan menyimpannya atau menontonnya, maka hal ini hukumnya adalah haram berdasarkan dalil-dalil berikut ini:

– Penjelasan Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam bahwa adanya ‘shuroh’ menghalangi datangnya malaikat.
– Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam sangat marah ketika melihat ‘shuroh’ di rumah beliau.
– Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam menyobek ‘shuroh’ dengan penuh marah.
– Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam memerintahkan untuk menghapus semua ‘shuroh’ .
– Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam memperingatkan dengan keras dari ‘shuroh’.

Hadits-hadits yang menunjukkan hal tersebut telah lewat pada pembahasan terdahulu yang dengan semua ini sangatlah jelas bahwa memasukkan ‘shuroh’ ataupun TV dan alat-alat yang semisalnya merupakan bentuk penyelisihan terhadap dalil-dalil tersebut.

Adapun perkataan mereka bahwa yang melihat shuroh itu tidak berdosa sangatlah jelas kebatilannya. Sebab Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam telah memerintahkan untuk menghapus semua ‘shuroh’ yang didapati sebagaimana hadits:
“Janganlah kau tinggalkan satu gambar pun kecuali kau hapus, dan jangan kau biarkan satu pun kuburan yang ditinggikan, (melebihi kadar yag ditentukan syareat) kecuali kau ratakan”. (HR. Muslim dari ‘Ali bin Abi Tholib)

Dari hadits ini jelas bahwa menghapus shuroh yang dilihat adalah suatu kewajiban. Jika seseorang melihat dan membiarkannya serta menyetujui keberadaannya berarti telah meninggalkan perintah ini yang dia berdosa karenanya.

Syaikh Abdul ‘Aziz Ar-Rojihi hafidzhahulloh berkata:
“Dan orang yang ridho (terhadap suatu perkara atau perbuatan, hukumnya) seperti orang yang melakukannya. Siapa saja yang ridho dengan ‘shuroh’ hukumnya hukum pembuatnya”. (Fatwa-fatwa Syaikh Ar Rojihi: 1 / 343)

Syaikh Al-Albani rahimahulloh berkata:
“Barang tersebut tidak mungkin ada di rumah seorang muslim, kecuali digunakan untuk perkara-perkara yang diharamkan Alloh, karena dahsyatnya fitnah yang ditimbulkannya. Saya secara pribadi berkeyakinan bahwa televisi adalah alat yang paling dahsyat dan berbahaya fitnahnya serta paling banyak kerusakannya. Alat ini juga merupakan alat yang paling banyak melalaikan seorang muslim dari menunaikan kewajiban-kewajibannya.” (Kaset ke-42 dari ‘Silsilah Huda wan Nur‘)

Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rahimahulloh ditanya:
“Apa hukum mempergunakan TV dan menontonnya untuk mengetahui berita?”

Beliau menjawab:
“Tidak boleh, karena adanya shuroh. Juga karena perkara-perkara yang ada di dalamnya, yang berupa kerusakan dan kefasikan serta adanya pembelajaran cara-cara mencuri. Nabi ص telah mengatakan:

“Malaikat tidak akan masuk rumah yang ada di dalamnya anjing dan gambar makhluk yang bernyawa”

Ketika beliau ingin masuk ke kamar ‘Aisyah dan mendapatinya kain penutup yang ada gambarnya, beliau berkata:
“Sesungguhnya diantara manusia yang paling keras adzabnya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar gambar-gambar ini”.

Kemudian beliau menyobek kain tersebut. Dan telah diriwayatkan di Shohihain dari Abu Huroiroh ت bahwa Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda: .

“Alloh berfirman: Adakah yang lebih dzolim dari orang yang coba-coba menciptakan (makhluk) seperti yang Aku ciptakan?! (Kalau memang bisa) ciptakanlah semut atau biji-bijian atau ciptakanlah gandum!!”

Dengan TV, laki-laki (yang menonton tentu) akan melihat perempuan ketika perempuan tadi menyampaikan berita, padahal Alloh telah berfirman:

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka.” (QS. An Nuur:30)

Atau jika penyiarnya laki-laki, maka perempuanlah yang melihatnya. Alloh telah berfirman:

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An Nuur:30)

Sesungguhnya sangatlah mungkin bagi seseorang untuk membeli radio dan mendengarkan berita dengannya. Alhamdulillah.” (Tuhfatul Mujib: 270)

terkadang sebagian manusia terkecoh dengan embel-embel film ‘Islami’ yang diletakkan untuk mengaburkan hakekat permasalahan yang sesungguhnya. seperti; opera, drama, dan sinetron, dan lain-lain. Ketika ditambah label Islam padanya, seakan-akan semua kebatilan yang ada tertutup dan menjadi sesuatu yang indah. Bahkan sebagian orang mengatakannya sebagai alat untuk berdakwah. Oleh karena itu, marilah kita melihat dengan kacamata syar’i hukum permasalahan ini:

Asal sandiwara atau drama dari orang-orang Nashrani dan para penyembah berhala, baik dalam kemunculannya yang awal maupun kemunculannya pada periode terakhir ini.

Adapun kemunculannya yang pertama kali, sandiwara berasal dari orang Yunani penyembah berhala. Kemudian diadopsi oleh orang-orang Nashrani dan dijadikan sebagai acara tersendiri dalam peribadatan di gereja-gereja mereka. Setelah itu sandiwara ini pun tersebar di kalangan manusia dan diterima oleh umat-umat yang lain.

Adapun pada periode pertumbuhannya di masa terakhir ini, sandiwara muncul pertama kali di Eropa, kemudian sampai ke pangkuan kaum muslimin melalui perantara seorang Nashrani dari Lebanon bernama Maron Nicos. Dialah orang yang pertama kali membuat sandiwara dengan bahasa Arab pada tahun 1840 H. Akhirnya manusia pun berebutan menyambutnya dan tersebarlah sandiwara di kalangan kaum muslimin. Wallohul musta’an. (At-Tamtsil, Haqiqotuhu, Tarikhuhu, hukmuhu: 18)

Jika kita telah tahu bahwa sandiwara ini berasal dari orang kafir, bararti pengadopsiannya merupakan tasyabbuh terhadap mereka. Padahal Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam telah bersabda:

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan kaum tersebut.” (HR. Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar ب dan disahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Shohihul Jami’: 2831)

Syaikhul Islam rahimahulloh berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa kemungkinan terkecil dari hukum tasyabbuh adalah haram, walaupun secara dhohirnya menunjukkan kafirnya orang-orang yang tasyabbuh kepada orang-orang kafir. Sebagaimana firman Alloh:

“Barangsiapa diantara kalian memberikan loyalitas (wala’) kepada mereka (orang-oramg Yahudi dan Nashrani), maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (QS. Al Maidah: 51). (Iqtidho’ Shirothol Mustaqim: 1/83)

Ibnu Katsir rahimahulloh berkata: “Pada hadits ini terdapat dalil tentang pelarangan keras dan kecaman serta ancaman dari perbuatan menyerupai orang-orang kafir (tasyabbuh) baik itu dalam perkataan, tingkah laku, pakaian, hari raya, dan cara peribadatan mereka serta perkara-perkara lainnya yang tidak disyari’atkan kepada kita dan tidak disetujui keberadaanya (dalam agama kita).” (Tafsir Ibnu Katsir).

Kedua:
Dilihat dari Kemungkaran yang Ada Pada Sandiwara dan Film atau Acara-acara Lainnya yang Sejenis.

-Adanya ikhthilath (campur baur) antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Padahal perkara ini sangat jelas larangannya dalam syari’at Islam.
- Pada sandiwara atau yang sejenis dengannya terdapat kedustaan yang nyata. Sebab seseorang menyatakan dirinya sebagai suami si A, yang lain sebagai istri si B padahal bukan. Atau yang lainnya mengisahkan tentang seseorang bahwa dia melakukan ini dan itu, padahal tidak. Bahkan kebanyakan dari cerita itu adalah kisah-kisah khayalan yang sama sekali tidak ada wujudnya di alam nyata. Ini semua adalah kedustaan yang diharamkan oleh Islam walaupun sekedar ‘main-main’. Terlebih lagi jika serius.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa dia berkata:

“Sesungguhnya berdusta itu tidak boleh, baik itu dalam keadaan bersungguh-sungguh atau sekedar main-main. Sesungguhnya aku mendengar Muhammad ص berkata: “Seseorang akan senantiasa berkata jujur sampai ditulis di sisi Alloh sebagai orang jujur, dan seseorang senantiasa berdusta sampai ditulis di sisi Alloh sebagai pendusta.” (HR. Ahmad dengan lafadz ini dan asal haditsnya ada di Shohihain. Hadits ini dishahihkan Syaikh Al-albani dalam ‘Adh-Dho’ifah: 13/ 709)

Apabila kisah yang ditampilkan itu benar-benar terjadi, maka muncul kemungkaran lain yang berupa ghibah, sebagaimana sabda Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam:

“Tahukah kalian apa ghibah itu?” Para shahabat menjawab: “Alloh dan Rosul-Nya-lah yang mengetahuinya.” Beliau berkata lagi: “Ghibah adalah menyebutkan saudara kalian dengan perkara-perkara yang tidak dia sukai.” Dikatakan pada beliau: “Lalu bagaimana jika yang dikatakan itu benar-benar ada pada saudaraku?” Beliau menjawab: “Jika yang kamu katakan memang ada padanya, itulah yang disebut ghibah. Adapun jika tidak ada, berarti engkau telah berdusta atas namanya.” (HR. Muslim: 2579 dari abu Huroiroh radhiyAllohu ‘anhu)

Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam juga telah bersabda dalam hadits ‘Aisyah ketika ‘Aisyah menceritakan perbuatan seseorang dan menirukan gerak-geriknya. Beliau bersabda:

“Aku tidaklah suka untuk menirukan gerak-gerik seseorang bahwa aku ini begini dan begitu.” (HR. Abu Dawud dan dishohihkan Syaikh Muqbil dalam Ash-Shohihul Musnad: 1594)

Gambar dan Dalil Shuroh : Apabila dalam sandiwara atau film tersebut diperagakan perbuatan-perbuatan yang haram atau bahkan perbuatan kekafiran seperti menyembah raja atau berhala, maka ini adalah perbuatan yang sangat terlarang. Bahkan bisa sampai ke derajat kekafiran. Sebab sandiwara atau film bukanlah perkara yang seseorang diberikan udzur untuk melakukan perbuatan-perbuatan haram tersebut.

Inilah hakekat yang ada pada sandiwara atau drama atau sebutan-sebutan lainnya yang semakna. Kemungkaran tersebut akan semakin besar bila adegan demi adegan yang ada difoto dengan kamera video sehingga menjadi film. Sebab selain kemungkaran yang tersebut di atas, juga terkena dalil-dalil yang melarang shuroh sebagaimana yang telah lalu penjelasannya. Dan pembahasan kita adalah tentang sandiwara atau film-film yang dikatakan Islami, yang kemungkarannya tentu masih jauh lebih ringan daripada film-film lainnya yang sudah tidak terikat lagi dengan tatanan kemanusiaan. Janganlah terperdaya dengan embel-embel Islami yang ada padanya, sebab Islam tidaklah mengenal sandiwara dan Islam berlepas diri darinya.

Jika seseorang atau kelompok tertentu menjadikannya sebagai sarana dakwah, maka dengannya ada tambahan satu kemungkaran besar yang Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam berulang kali memperingatkan umat darinya dalam khutbah-khutbah beliau. Beliau bersabda:

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Alloh dan mendengar serta patuh walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari negeri Habasyah (Ethiopia). Sesungguhnya barangsiapa yang hidup dari kalian nanti, akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur-roshidun al-mahdiyun. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian. Berhati-hatilah dengan perkara-perkara yang diada-adakan karena seluruh perkara yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah itu sesat” (HR. Tirmidzi dari ‘Irbadh bin Sariyah dan dihasankan oleh Syaikh Muqbil dalam As-Shohihul-Musnad : 921).

Imam Asy-Syathiby t mengatakan: “Setiap perkara agama yang tidak ada pada masa para salafush sholih tidaklah termasuk bagian dari agama ini, karena mereka lebih bersemangat dalam kebaikan daripada orang-orang yang datang kemudian. Kalaulah dalam perkara-perkara bid’ah itu ada kebaikan niscaya mereka akan melakukannya. Alloh subhanahu wa ta’ala telah berfirman:

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian.” [Fatwa Asy-Syathiby hal. 250]

Hukum gambar dan film kartun : Para pengikut hawa nafsu memang tidak pernah lelah dalam usaha menjauhkan muslimin dari agamanya. Setelah banyak yang terjatuh dalam jeratan mereka melalui film-film yang tidak lagi terikat dengan etika dan norma-norma yang ada, merekapun ingin agar anak-anak kaum muslimin jatuh dan rusak seperti mereka. Diantara bentuk usaha mereka adalah dengan diciptakannya film kartun yang secara lahirnya sekedar hiburan, namun di balik itu ada kemungkaran yang sangat besar.

Namun anehnya, ‘senjata penghancur generasi muda ini‘ malah disambut dengan gembira bahkan sebagian kelompok menganggapnya sebagai sarana untuk mendidik anak-anak dan diberikan padanya lebel Islami.

Sebagai seorang muslim sudah sepatutnya untuk mengetahui hukum syar’i perkara ini sehingga tidak terkecoh dengan orasi para penipu berwajah da’i.

Berikut ini penjelasan tentang film kartun ini secara terperinci:
Gambar dan film kartun masuk dalam hukum shuroh yang telah jelas pada pembahasan terdahulu keharamannya.
Gambar dan film kartun masuk dalam keumuman hukum film, bahkan lebih parah. Sebab ada padanya unsur pelecehan terhadap makhluk ciptaan Alloh yang saya kira tidak ada seorang pun ridho untuk digambar dengan model kartun.

 Hukum Jual Beli TV. : Merupakan kaedah yang tetap bahwa jika suatu perkara telah diharamkan dalam syari’at ini maka penjualan dan pembeliannya pun haram. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Rosululloh Shallallahu ‘alayhi wa sallam dalam sabdanya ketika seseorang ingin menjual khomr:
“Sesungguhnya Dzat yang mengharamkan untuk meminumnya juga mengharamkan penjualannya.” (HR. Muslim dari Ibnu Abbas ب)

Dalam riwayat yang lain Beliau bersabda : “Sesungguhnya Alloh jika mengharamkan sesuatu kepada suatu kaum, (Alloh juga) mengharamkan harganya.” (HR. Abu Dawud dari Ibnu Abbas ب dan dishohihkan oleh Syaikh muqbil dalam Ash-Shohihul Musnad: 650).

Kita memohon kepada Alloh keselamatan dan memohon agar memberikan hidayah-Nya kepada kita dan saudara-saudara kita kaum muslimin untuk berjalan di atas jalan-Nya yang lurus. Kita memohon kepada-Nya agar melindungi dan menjaga kita dari ketergelinciran, sesungguhnya Dia adalah Dzat yang Maha Pemurah.
_____
Referensi Ulasan Dialog_
1.  Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin, " Istri saya meminta dibelikan televisi dan saya tidak menyukainya. Saya berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian kepada kalian penjelasan tentang televisi. Apakah hukumnya haram atau makruh atau boleh. Di mana saya tidak menyukai membeli keperluan yang haram ?"


You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images