Literasi kantin kampus ke Cafe-cafe

Senin, Maret 27, 2017

ya...catatan takterlalu penting ini, Sengaja dipublis karena ingatan tak pernah stabil; ingatan dengan mudah melayang tertiup.juga bahwa kertas, ketika ia menampakkan diri di depan kita, sebenarnya dalam proses berubah. Kita yang menemukannya juga berubah: dengan kepala yang tak lagi pusing atau menatapnya dengan mata yang tak lagi lelah; kertas itu sendiri sedang jadi lecet atau mungkin sumbing, lembap atau telah menguning.


2013 banyak waktu di kampus terutama di kantin mas, area belakang", dengan menghitung hari per-harinya , kala itu sebuah teks dipaksakan pada temu sekelompok anak bahasa di kampus yang menamakan diri mereka "bajingan sastra", mungkin sebab mereka suka coret-coret meja kantin dengan teks nama pacar mereka. 

mereka menulis sastra tapi orang-orang bilang sastra itu cengeng...sudahlah katakan saja bahwa, "Sastra bukanlah segalanya, tapi segalanya dapat saja bermula dari sastra." sebuah ucapan mengawali perbincangan sastra pada sebuah pertemuan di kampus bersama nak Himpunan Mahasiswa Bahasa,  mereka cerita ramai tentang sastra dilihat dari berbagai unsur kepentingan dan tataran kritik. yang pada akhirnya menutup pikiran bahwa," sastra itu unik sedikit bajingan dan menyenangkan. hingga pada akhirnya lahirkan "antologi puisi Titipan Langit", Walaupun dunia kecil semata, atau tebesit hanya dalam perasaan,  sebab segalanya dapat dituliskan dengan hanya sepeminuman teh, antologi puisi mereka baru saja lahir dan peluh melumerkan wajah mereka pada pendanaan dengan minta dana dari pacar juga anggota dewan teman akrab mereka,haha..ha.. 

2014, Mereka baru saja mengikuti acara "Kemah Seni di Kabupaten Soppeng", dan bertemu pelaku seni lainya dari beberapa daerah. dialog sastra go kesana, Sore dengan kegiatan kedua "apresiasi sastra", tampak Kak Ajiep Padindang sesepuh seni di Sul-Sel, memakai topi (mirip selera khas penyanyi Tompi). Dan sebab berlebihan, panggung apresiasi pun di beri makna berlebihan " menyeruak lintasan bahasa diatas panggung, katanya "bahasa mesti juga pada arti yang lebih luas dari pada sekedar kata-kata, sebab dalam beberapa kasus, tarian pula menyampaikan bahasa, bahkan diam juga bisa menjadi sebentuk bahasa tertentu", "sebuah ruang tafsiran baru" pikirku kala muda dulu Tulis tulis saja, tentang “bincang2 lepas di kantin kampus hingga dialog2 perkembangan literasi kini.
Desember 2014_di waktu lain : Mula dengan sepotong monolog...., menandai "dialog waktu itu", mereka ramai cerita tentang per-teateran modern, mereka bilang," bisa dikatakan berhasil jika penonton dan pementas sama-sama puas dengan hasil yang dipentaskan".yg lainbilang "apresiasi terhadap monolog TAK PERLU demikian"
Ada yang nyelutuk saja,katanya " jika saja bisa, aku akan menandai pentas dramaku dengan (maraknya aksi penggusuran masyarakat kecil di Indonesia oleh berbagai macam pihak, ini masih sering terjadi sampai sekarang, tema-nya ku usung saja atas nama :keserakahan manusia, pakkorooo/ demikian kira-kira..., IA agak takut jika pake judul "keserakahan pemerintah" bagaimanakah me-reperentasikan kehidupan nyata ini atau mimpi kita misalnya sebagai org yg tertindas dan merasa tertekan. berkata seseorang " itu sih DL /Deritaa..Loo....(Dalam tekanan mari melarikan diri ke dunia imajinasi saja: tempat dimana segalanya terasa menyenangkan, tempat terletak sebuah harapan atas kebahagiaan. kala itu disinggung juga tentang kamus "drama turgi", area naskah cerita dengan penguatan "tragedi" bukan "lawakan",

-Accaddomi/ seniornya tiba-tiba nyundul "Yang terpenting adalah esensi yang ingin disampaikan tetap dengan mudah ditangkap oleh penonton. dan pertunjukan itu nantinya akan mampu berfungsi sebagai refleksi bahwa tak seharusnya hidup manusia merugikan makhluk lain.", ya..kehidupan ...berseni....haruslah tetap harmonis, dengan begitu ‘kehidupan’ itu sendiri akan saling menguatkan, bukan saling menghancurkan. koor peminum kopi itu "tapi....bisa jikiiii' kah....." Mardianto, (mahasiswa, juga pemeran Toakala pada lomba fetstival drama tradisional Indonesia timur) angkat suara "kadang merasa tdk puas dengan hasil pementasannya " padahal itu telah jeripayah_tetapkan bahwa pentas tersebut merupakan sebuah "pesta jerih payah dalam berproses", terlepas persoalan juara atau tidak", (gadis manis accoddo juga_ lupa namannya tapi teks puisinya ada dalam antologi "Titipan Langit", katanya, "Namun demikian, berproses itu terus-menerus ces... kata proses bagi para pemain memang merepresentasikan makna yang penting dalam perjalanan mencapai pentas , para pemain tak luput dari tugas-tugas kuliah mereka. bilangmi ince (pemeran tokoh sersan dalam "kebebasan Abadi " ya harus pandai-pandailah... mengatur waktu supaya kegiatan yang lain tidak terbengkalai.---- koor pada Ince menutup pertemuan 2 di "kantin kampus mas belakang" itu "maassuttaa....pa , supaya sepulang dari kampus ini langsungki lagi pergi kuliah...ato mentas di jalan ", mungkin, "haha..ha...._kaimuddin, Mbck,

Searing teks puisi, karena kau tanya aku terus-terusan, padahal bahasa juga sungguhnya tidak secara tepat /esensial mewakili keadaan, yah..kubikinmi ini teks di bawah ka) setelah nonton Film India angin mengusik daun pisang, di goyang2kan seluruh daunnya, bunyi truk yang melintasi jembatan menghentak sejenak keadaan itu, angin marah... dipaksanya truk cepat berlalu, kata jembatan...kau menggoyangku begitu keras, aku ini salah apa ? hah..!!!. kala itu yang dimaknai > ya tulis sajalah mungkin di catatan pribadi, lalu simpan atau teks bikin u-bungkusan atau apalah atau dapat juga dengan menulis perasaan merdeka sambil membebaskan dirimu dari perasaan bersalah. seorang kawan bertanya, “Jika kau jadi seorang penulis, ke mana arah kamu ingin fokus: Puisi ataukah Cerita?”, haha...ha...."tudang si Pulung Sastra d kantin kampus STKIP", ternyata tak berakhir .....besok lagi ya_disana ada pula bechek tikus (tinggi kurus), Indra Anwar, Mahira, dll 

Kini 2017 Di luar kampus pengembangan budaya dan kebahasaan, menegas pula nama "OBC_MAROS an "FGD Maros Kota Literasi". komunitas multibahasa, melarut dalam penelitian tindak tutur warga komunitas hingga dialog identitas kampung mereka, semisal kajian linguistik forensik budaya plus analisis dokumen, serta telaah strategis budaya daerah dan sastra sekolah ....disana ada Khaerun Iman dan Amul Hikmah Budiman, merunut info dan mengisi perbincangan ringan, penggalian yang sesungguhnya masih stereotype tapi dengan adaptasi nilai sosial yang tepat, merupa semisal Bengkel menulis dan pandangan analisis yang di bangun oleh anak muda cakap Maros. Bersama mereka tampak antusias belajar sembari mengumpulkan literasi melakukan penguatan_ ya asyiklah (dibanding ngumpuldan tak bikin apa-apa ..... Badaruddin bilang (OBC Maros) kegiatan #LAPAK_BACA adalah ruang yang begitu luas, demi tidak terpenjara dalam satu situasi dan tak terperangkap pola pikir yang keliru. diakhirinya dengan pesan " teruslah MEMBACA, sebab Perjalanan masih panjang.....

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images