Rahasia Tasawuf dlm makna Qana’ah

Selasa, Januari 13, 2015

Pribadi kita mengalami bias atas kecendrungan dunia dan manfaat jangka pendek,adalah perlawanan untuk sampai ketitik hikmah. sebagaimana memenangkan sifat qana ah sebagai kemenangan atas hidup dan tujuan akhirat, dan Qana ah adalah sifat kenabian yang juga terekomendasi pula oleh para sahabat, qana ah pula sifat orang yang hendak menggapai kesempurnaan disisi Allah Swt sebagai tujuan hidup azali, inilah sifat muslim terpuji dan harus menjadi target meraihnya demi ketepatan pandangan terhadap hidup yg sesungguhnya hanya sebentar saja.

Kajian : Rahasia makna Qana’ah

Lesat-nya Syukur : Orang beriman merasa senang dan puas menerima segala sesuatu yang ditetapkan bagi makhluk termasuk hal riil juga ghaib, dan merasa bersyukur atas rezeki yang diterimanya. kesederhanaan yg terasa nikmat bahkan mampu membagi kenikmatan yang diterimanya itu dengan keluarga, kerabat, teman atau pun tetangganya. Asy-Syaikh ‘Abdul Ilah bin Ibrahim Dawud dalam Al-Qana’ah halaman 88 mengatakan, “Bukanlah kebahagiaan itu dengan terwujudnya segala keinginan materil, bukan juga yang bersifat kelezatan atau menuruti hawa nafsu. Akan tetapi kebahagiaan jiwa adalah dengan merasa ridha dengan segala yang diberikan pencipta padanya.

Kajian Sifat Arti dan esensi makna Qana'ah. hakekat

Kajian Sifat Qana’ah

Akankah kehidupan yang serba digital (hanya menekan tombol) membuat kita semakin banyak keinginan dan semakin tamak kepada kehidupan dunia ini?

Qana ah vs Tamak : Memang tidak bisa dipungkiri kecintaan dan sikap rakus akan muncul dihati yg tanpa kendali,  haus terhadap dunia, selalu ingin memperbanyak harta, tamak, terbiasa mengeluh, dan selalu meminta sesungguhnya hal yang sungguh2 dipropagandakan oleh syaitan yang beremulsi dengan syahwat bawaan manusia. hal demikian menjadi karakter sifat orang yang dilalaikan, Sesungguhnya sikap pasrah terhadap sifat tamak (rakus) tidak ada akhirnya, serupa orang melepaskan tali kendali nafsu syahwatnya. Disebutkan dalam hadits:

إِنَّ هذَا اْلمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ, فَمَنْ أَخَذَهَا بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُوْرِكَ لَهُ فِيْهِ, وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيْهِ, كاَلَّذِي يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ

“Sesungguhnya harta ini berwarna hijau serta manis, maka barangsiapa yang mengambilnya dengan kemurahan jiwa niscaya diberikan berkah baginya pada harta itu. Dan barangsiapa mengambilnya dengan nafsu serakah niscaya tidak diberikan berkah baginya pada harta itu, seperti orang yang makan dan tidak pernah kenyang…”

Sifat tamak menguasai orang-orang yang melakukan persaingan dalam urusan dunia dan perhiasannya, yang selalu memperhatikan orang-orang yang di atas mereka.

Melawan Nafsu : Imam an-Nawawi rahimahullah memberikan alasan terhadap hal itu, katanya: " Karena apabila manusia melihat kepada orang yang diberikan karunia dalam perkara dunia (semisal kaya raya berpengaruh terkenal) , nafsunya menuntut seperti hal itu dan menganggap kecil/remeh nikmat Allah yang ada padanya, ingin bertambah, supaya bisa menyusul dengan hal itu atau mendekatinya, inilah realita mayoritas manusia, dan berbahagianya manusia karena akan hal ini mengikutkan kata "lalai" atau dalam istilah dikenal dgn "istidraj" (dibiarkan oleh Allah atas keinginannya yang rendah)"

Fenomena ini sangat nampak jelas dikehidupan kita dewasa ini. Akankah kita sebagai seorang muslim enggan selamat dan bahagia di dunia dan akherat nantidengan segalai kausalitas ke-ridha-an Allah kepada kita sebagai tujuan ?.

jangan tamak juga nafsu

Esensi Arti Qana ah : Namun hendaklah kita tidak salah pengertian tentang makna dan arti qana`ah, bukanlah qana`ah merasa senang dengan segala kekurangan dan kehidupan yang rendah, lemah semangat dan kemauan untuk mencapai cita-cita yang lebih tinggi, juga mati keinginan untuk mencapai kemajuan moril dan materil, atau lemah etos kerja/ kelesuan untuk membebaskan diri dari kelaparan, kemiskinan dan kesengsaraan. Tetapi, orang-orang yang memiliki sikap qana’ah tidak berarti menerima nasib begitu saja tanpa ikhtiar, orang yang hidup qana’ah bisa saja memiliki harta yang sangat banyak, namun bukan untuk menumpuk kekayaan. Kekayaan dan dunia yang dimilikinya, dibatasi dengan rambu-rambu Allah. atau diperlakukan sebagai sarana untuk kehidupan yang lebih baik kelak di akhirat. Dengan demikian, apa pun yang dimilikinya tak pernah melalaikan dari mengingat Sang Maha Pemberi Rezeki. Sebaliknya, kenikmatan yang ia dapatkan justru menambah sikap qana’ah-nya dan mempertebal rasa syukurnya.

Iman memberikan kepada manusia kepuasan akan apa yang diberikan Allah, dalam hal-hal yang tidak bisa kita merubahnya atau kesanggupan untuk mencapainya, biar dengan usaha dan tipu daya manapun, Apalagi dalam masa kesusahan dan kesulitan yang menimpa perorangan dan masyarakat, qana`ah memberikan pertolongan bagi ketentraman dan perdamaian dalam jiwa.

Jasa keimanan ini sangat besar dalam membatasi jiwa manusia dari memperturutkan loba yang tidak berkesudahan, tidak cukup dengan sedikit, tidak puas dengan yang banyak, tidak memadai dengan yang halal dan wajar, sehingga senantiasa dalam keadaan tidak puas, haus dan berkeluh kesah.

Maka timbullah cara-cara pencarian rezeki di luar batas hukum dan kemanusiaan, hanya berpedoman asal dapat, tidak perduli bahaya bagi diri dan masyarakat. zaman ketika janji palsu diobral termasuk pada publik, Naudzubillah min dzalik.

Hakekat Qanaah
Qana’ah menurut arti bahasanya adalah merasa cukup dan tidak meminta-minta. Dan secara istilah qana’ah merasa cukup atas apa yang dimilikinya. Sikap qana’ah didefinisikan imam al-Ashma’i sebagai sikap merasa cukup dan ridha atas karunia dan rezeki yang diberikan Allah.

Rela menerima pemberian Allah seadanya, merupakan sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali orang yang dikaruniai taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan dalam keadaan memiliki rasa cinta yang besar terhadap kepemilikan harta. Namun meskipun demikian kita dituntut untuk memerangi hawa nafsu supaya dapat menekan sifat tamak dan membimbing menuju sikap zuhud dan qana’ah.

Qana ah sifat Rasul : sifat Qanaah ini mengakar pada diri para sahabat Rasulullah melalui pembinaan dan pendidikan kenabian, sehingga Allah memuji mereka dalam firmanNya yang artinya:. (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.(QS al-Baqarah/2:273).

Dengan qana`ah inilah para sahabat berhasil dan sukses dapat menghadapi kehidupan dengan kesungguhan yang energik dalam mencari rezki. Tidaklah terdapat rasa takut dan ragu-ragu dan syak bagi orang yang memiliki sifat qana`ah. Dengan berteguh hati dan fikiran terbuka, ia bertawakal kepada Allah. Mengharapkan pertolongan-Nya, serta tidak merasa jengkel dan kecewa jika tidak mampu mencapai target yang diinginkannya.

Lihatlah sifat qanaah yang dimiliki mereka. Lihatlah yang disampaikan kholifah Umar bin Al-Khothab berikut:

Mari aku beritahukan kepadamu harta Allah yang aku memohon kehalalannya: Dua helai baju musim dingin dan musim panas dan kendaraan yang mencukupiku untuk berhaji dan berumroh serta setelah itu makanan pokokku seperti makanan untuk seorang lelaki Quraisy . saya tidak lebih tinggi dan lebih rendah dari mereka. Demi Allah saya tidak tahu apakah hal itu halal atau tidak untukku?

Beliau mencukupkan kebutuhannya hanya sesederhana ini, padahal beliau adalah seorang pemimpin tertinggi dalam masyarakat islam waktu itu. Seorang amirulmukminin yang sangat dimaklumi bila mengambil lebih banyak dan berlipat dari permintaan beliau tersebut.

Sangat menakjubkan sekali sikap qana’ah yang dimiliki beliau ini. Namun ini dibandingkan dengan guru, pembimbing dan pembentuk kejiwaan beliau masih belum dapat menyamainya. Lihatlah kehidupan sang guru dan pembimbing kholifah Umar bin al-Khatahab ini yaitu baginda Rasulullah dalam merealisasikan sifat qana’ah ini.

rahasia tasawuf dalam makna kesederhanaan
Ummul mukminin ‘Aisyah pernah mengisahkan kehidupan beliau bersama Rasulullah dalam ungkapan yang mengharukan. Beliau berkata kepada keponakannya yang bernama Urwah bin az-Zubeir: Wahai keponakanku, sesungguhnya kami melihat 3 kali hilal dalam dua bulan, tidaklah api dinyalakan dirumah-rumah Rasulullah. lalu Urwah bertanya: Apa yang menjadi makanan kalian? A’isyah menjawab: aswadain yaitu kurma dan air. Kecuali ada tetangga Rasulullah dari kaum Anshar yang memiliki susu yang diberikan kepada Rasulullah lalu beliau memberikan kami minum susu tersebut. (Muttafaqun ‘alaihi).

Lihatlah bagaimana kehidupan Rasulullah dan semua para istri beliau yang tidak memasak roti dan lauk pauk. Mereka mencukupkan dengan memakan yang ada dengan keridhaan yang sempurna tanpa keluh kesah. Kisah ini disampaikan ummulmukminin untuk mendidik keponakannya dan kita semua untuk mencontoh sifat qanaah Rasulullah dan keluarganya.

Cara mendapatkan Qanaah

Memang Qana’ah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali bagi siapa yang diberikan taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan secara naluri pula dalam keadan memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta.

Banyak sekali hasil dan manfaat memiliki sifat qanaah ini. Nah untuk mendapatkannya perlu adanya beberapa kiat yang dengan izin Allah akan membawa kita padanya. Di antaranya yaitu:

1. Memperkuat Keimanan kepada Allah subhanahu wata’ala. Juga membiasakan hati untuk menerima apa adanya dan merasa cukup terhadap pemberian Allah subhanahu wata’ala, karena hakikat kaya itu ada di dalam hati. Barangsiapa yang kaya hati maka dia mendapatkan nikmat kebahagiaan dan kerelaan meskipun dia tidak mendapatkan makan di hari itu.

Sebaliknya siapa yang hatinya fakir maka meskipun dia memilki dunia seisinya kecuali hanya satu dirham saja, maka dia memandang bahwa kekayaannya masih kurang sedirham, dan dia masih terus merasa miskin sebelum mendapatkan dirham itu.

Qanaah Keyakinan Pondasi tenanh hidup : 2. Yaqin bahwa rizki telah tertulis, seorang muslim yakin bahwa rizkinya sudah tertulis sejak dirinya berada di dalam kandungan ibunya. Sebagaimana di dalam hadits dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, disebutkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di antaranya, “Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya.” (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad) : Seorang hamba hanya diperintah kan untuk berusaha dan bekerja dengan keyakinan bahwa Allah subhanahu wata’ala yang memberinya rizki dan bahwa rizkinya telah tertulis.

3. Memikirkan Ayat-ayat al-Qur’an yang Agung. Terutama sekali ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah rizki dan bekerja (usaha). ‘Amir bin Abdi Qais pernah berkata, “Empat ayat di dalam Kitabullah apabila aku membacanya di sore hari maka aku tidak peduli atas apa yang terjadi padaku di sore itu, dan apabila aku membacanya di pagi hari maka aku tidak peduli dengan apa aku akan berpagi-pagi, (yaitu): “Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat,maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathiir:2)

Reski Dalam Alquran : “Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.” (QS.Yunus:107)__ “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud:6)

“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. ath-Thalaq:7)

4. Ketahui Hikmah Perbedaan Rizki. Di antara hikmah Allah menentukan perbedaan rizki dan tingkatan seorang hamba dengan yang lainnya adalah supaya terjadi dinamika kehidupan manusia di muka bumi, saling tukar manfaat, tumbuh aktivitas perekonomian, serta agar antara satu dengan yang lainnya saling memberi kan pelayanan dan jasa.

Allah berfirman, “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentu kan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf:32)

5. Banyak Memohon Qana’ah kepada Allah. Rasulullah adalah manusia yang paling qana’ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah agar diberikan qana’ah, beliau bedoa,

Doa Maqbul Qana ah :“Ya Allah berikan aku sikap qana’ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi)

Cukup Makna Bahagia : merasa bahwa Allah terlibat dalam keadaan ini, kala itu dan karena saking qana’ahnya, beliau tidak meminta kepada Allah subhanahu wata’ala kecuali sekedar cukup untuk kehidupan saja, dan meminta disedikitkan dalam dunia (harta) sebagaimana sabda beliau, “Ya Allah jadikan rizki keluarga Muhammad hanyalah kebutuhan pokok saja.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi)

Pahaman Taqdir reski : 6. Menyadari bahwa Rizki Tidak Diukur dengan Kepandaian. Kita harus menyadari bahwa rizki seseorang itu tidak tergantung kepada kecerdasan akal semata, kepada banyaknya aktivitas, keluasan ilmu, meskipun dalam sebagiannya itu merupakan sebab rizki, namun bukan ukuran secara pasti.

Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana’ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.

7. Melihat ke Bawah dalam Hal Dunia. Dalam urusan dunia hendaklah kita melihat kepada orang yang lebih rendah, jangan melihat kepada yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR.al-Bukhari dan Muslim)

Kekuatan Ketenangan Keyakinan : Jika saat ini anda sedang sakit maka yakinlah bahwa selain anda masih ada lagi lebih parah sakitnya. Jika anda merasa fakir maka tentu di sana masih ada orang lain yang lebih fakir lagi, dan seterusnya. Jika anda melihat ada orang lain yang mendapatkan harta dan kedudukannya lebih dari anda, padahal dia tidak lebih pintar dan tidak lebih berilmu dibanding anda, maka mengapa anda tidak ingat bahwa anda telah mendapatkan sesuatu yang tidak dia dapatkan?

8. Membaca Kehidupan Salaf. Maksudnya melihat bagaimana keadaan mereka dalam menyikapi dunia, bagaimana kezuhudan mereka, qana’ah mereka terhadap yang mereka peroleh meskipun hanya sedikit. Di antara mereka ada yang memperolah harta yang melimpah, namun mereka justru memberikannya kepada yang lain dan yang lebih membutuhkan.

9. Menyadari Beratnya Tanggung Jawab Harta. Harta akan mengakibatkan keburukan dan bencana bagi pemilik nya jika dia tidak mendapatkan nya dengan cara yang baik serta tidak membelanjakannya dalam hal yang baik pula.

Qanaah sebab Hizab : Ketika seorang hamba ditanya tantang umur, badan, dan ilmunya maka hanya ditanya dengan satu pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka dia dihisab dua kali, yakni dari mana memperoleh dan ke mana membelanjakannya. Hal ini menunjukkan beratnya hisab orang yang diberi amanat harta yang banyak sehingga dia harus dihisab lebih lama dibanding orang yang lebih sedikit hartanya.

Porsi Taqdir Tak berubah : 10 )Melihat Realita bahwa Orang Fakir dan Orang Kaya Tidak Jauh Berbeda. Karena seorang yang kaya tidak mungkin memanfaatkan seluruh kekayaannya dalam satu waktu sekaligus. Kita perhatikan orang yang paling kaya di dunia ini, dia tidak makan kecuali sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan mungkin lebih banyak yang dimakan orang fakir. Tidak mungkin dia makan lima puluh piring sekaligus, meskipun dia mampu untuk membeli dengan hartanya. Andaikan dia memiliki seratus potong baju maka dia hanya memakai sepotong saja, sama dengan yang dipakai orang fakir, dan harta selebihnya yang tidak dia manfaatkan maka itu relatif (nisbi).

Arti Makna Sederhana : Sungguh indah apa yang diucapkan Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, “Para pemilik harta makan dan kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum, mereka berpakaian kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kami pun naik kendaraan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan dilihat juga oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu sedang kita terbebas darinya.”

Sumber: “Al-Qana’ah, mafhumuha, manafi’uha, ath-thariq ilaiha,” hal 24-30, Ibrahim bin Muhammad al-Haqiil.

Rahasia Kekutan Kembali pada Allah SWT
Hati senantiasa tentram terhadap apa yang dijanjikan atau yang di tentukan Allah swt • dan dalam Tingkatan taslim: serahkan semua urusan kepada allah swt, karena dialah yang mengetahui segala sesuatu mengenai diri dan keadaannya. • kuatkan jiwa dalam menghadapi permasalahan hidup akan mendatangkan ketenangan jiwa. • Menumbuhkan kesadaran senantiasa kembali kepada Allah. akan mendatangkan kepuasan batin • Jika memperoleh nikmat dan karunia dari allah swt, akan bersyukur, Jika memperoleh suatu musibah ia akan tetap bersabar. • Selalu menyerahkan semua keputusan bahkan dirinya sendiri hanya kepada allah swt".
__
Kajian Rahasia makna Qana’ah _ catatan penting dan kami dokumentasikan dari berbagai sumber, semoga baca dan bersama memeroleh manfaat, amin...


You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images