Kumpulan sajak bangsat | Panggil sepi-mu

Sabtu, Agustus 25, 2012

Kumpulan sajak bangsat adalah mulut yang tak selesai bicara, kata yang tak karuan, lerar yang dijamah zaman, dan kita telusup di antara trotoar jalan sambil menunggu lampu jalan menerang. Sebuah kalimat pembuka pada kumpulan sajak bangsat yang telah setengah sobek, tampak bahwa lembaran awal dengan potongan kalimat tadi, kata yang tercecer, kata yang mengarung rindunya di semak-semak dan di lumpur kering. Kumpulan sajak bangsat terpikir membuangnya, tapi ia selalu mengemas dan terbaca di halaman lembaran kosong sebelumnya. "mungkin ia tersesat dan tahu jalan pulang ".


Kumpulan sajak bangsat

Sebelum benar-benar bangsat, ia berpesan : dalam sajak itu, jangan tuliskan apapun di halaman depan suratmu, dan lekas kirim ke-pesan angin, sebelum angin tak keburu mati, tak keburu dingin,  sehingga kau tak hanya tak tahu kemana sampainya melainkan juga tak menyesal karena tak sempat mengirimkannya. Cuaca beku musim ini, adalah keterpaksaan sayang, aku hanya menyalakan rindu,  hanya itu 

Sepi tak seharusnya bangsat, hanya ini keterpaksaan yang membaringkan...penuh ke-telanjang-an, dengan ini  aku melupakan hampa, selubung, terkungkung, juga melupakan bahwa aku asing, termasuk melupakan dibunuh atau membunuh. 

Bangsat itu tak banyak tau tak banyak mengerti, ia hanya celoteh yang lalu lalang, ketika gesit rindunya, bangsat itu adalah angin,  ia akan menepis hujan jika hendak jatuh di rambutmu.

Sekali bangsat itu hendak menelanmu, juga mata dagu dan bibirmu, ia tidak menyerah..kau hendak di abadikannya di dalam hati mungkin juga ia hendak menjadikanmu berkubur di perasaannya

Bangsat itu dramatis, ketika orang penuh desak atas melambatnya arus lintas jalan, maka ia melabrak apapun ia tak kenal kata terlambat sedikitpun, apa lagi panggilan tuk menunda saat jalan begitu macet dan gadis boncengan hampir saja buat hajat di belakang motor tuanya itu...._ bangsatlah macet itu yang menjauhkan toilet dari kekasihku. 

foto kumpulan sajak bangsat
Cinta kita bangsat tapi tak ada kata berhenti
: Tiba juga pesta ini sayang..., dan aku hanya memberimu "kartu lebaran", tentu ini hanya benda-benda, tapi ungkapan di dalamnya memberi fakta bahwa dunia betapa menghendaki ucapan yang luhur untukmu, lembaran kocak itu menera " kekasihku...lonteku.....ini hari Idul Adha...kita jauh,  sayang..., semoga Tuhan memaafkanmu, jangan pernah membagi hewan kurban pada nakpapa juga yatim piatu (teman kita di jalanan itu), sebab itu hasil lacurmu di malam-malam yang beringas, Menado cerah ya..?_wassalam.

aku, bangsat...!!"
Sayang.... aku tak meragukan matahari atau trotoar panas ini membakar kesetiaan, sebab kesetiaan bukan milik kita,  kita milik zaman, milik dimana persimpangan itu adalah pilihan yang tak membuat kita mengerti sedikitpun, mungkin kau benar untuk kita berjarak, atau luka-luka, kembali kita rebus bersama.

Sungguh...kutelah bebaskan diriku dari perasaan sakit sebagai cara menemukanmu berulang-ulang, tentu kutak pernah kehilanganmu dengan untai peristiwa itu, tak pernah terlupa rambutmu yang basah dan luka kering yang me-nganga, 

Jangan mengingat itu:  saat Kau mabuk dan ku-memanggulmu di pundakku, kita akan terus berlari dan menafsirkan kebebasan sebagai milik kita. jangan tergesa-gesa sayang, waktu belum benarbenar penuh , kita hanya terpeleset di comberan, setelahnya kita hanya butuh telaga untuk mandi bersih sejena.

Sore itu benar- ku-me-manjakanmu, kau nikamati benar kue coklat pemberianku, setelahnya kau memberiku senyum sebagai isarat belum membelikanmu gaun malam, perih …kupenuhi janjiku yang tertunda, (itu yang tak kau tahu sayang ), coklat itu dari toko depan bioskop Imbi, tanpa kutukar duit_ teriakan  “pancuriii...”, tak terdengar..., aku masih disini tuli dan luka  yang belum sembuh.

Bangunlah...kau benar lonteku yang bangsat, meski lebih sering malam tak menjanjikan apa-apa, aku tetap tahu kau mendengar suaraku dari kamar sebelah ketika syahwatmu bertaruh untuk makan malam bentar, ah...ruang-ruang kamar ini begitu memenjarakan kita, meski sesekali sebab rindu aku menuliskan atau kau dapat saja membaca namamu pada kaca yg berembun itu, betapapun esok matahari menghapusnya__

Sayang ...malam ini,  matamu benar-benar tenggelam dingin dan kabut,  bila aku mendesakmu dengan semburan api dan menciummu berulang-ulang, ..seperti biasa kita saling menarik ke permukaan, berusaha memenuhi segala impian, mungkin "kita gila" sayang, kita dalam iringan ini selalu, tapi  Upsst.. jangan berkedip, dijendela kaca yang kutulis namamu sebab embun kelihatan nampak  beningnya.

Sayang...seberapa luka di puisi ku hiasi jika tak menemukanmu, sebuah keterlanjuran menuggumu, dan waktu yang tak membuatku tua.
---------------------------
kaimuddin mbck, 2004 dalam kumpulan sajak " karena aku bangsat"

sajak bangsat 2

1. Rentangan jarak itu merilis tempat yang asing, banyak tak kupahami. memanjang ruang2 kosong yang tak lain adalah dirimu, 

2. Bisikan yang hanya menyelami diri sendiri, bukan
sajak dengan huruf besar, yang kutahu ini tak selesai.. dan diantara kita jenak jenak menggantung penuh gempa. (Setelah ini aku ingin menangis dan membasahi pundakmu )

3. Ketika membaca suratku, sungguh aku telah jauh : setelah kau siuman dari susup sela hiruk-pikuk - esok itu aku mengerang di sekumpulan waktu yang semakin menua dan kita memijak di padang ini penuh nyeri_ benar bangsat dan aku harus meninggalkanmu_ aku kuatir tak dapat memanggulmu lagi di pundakku, dan ku ingin terus mengenang semuanya...mengenang "kita"
    
 : "peluh, sakit juga kerinduan yang meletup-letup...", aku
        meminjam kalimatmu...
       "dalam keluh kita TAK butuh  mimpi kita hanya butuh menangis 
        lama-lama sampai...tak ada lagi  air mata untuk selain "kita".
__________________
pagi dari jarak bukit penginapan dari Tanjung ke danau Sentani : catatan yang tak mengenalkan-mu hal lain, selain perih yang meminta-mu membuangnya usai baca, Demikianlah....kita zaman yang bodoh

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images