Esai kecamuk hutan sastra

Minggu, Juni 08, 2014

Esai kecamuk hutan ~ ulasan penuh keliaran dengan ungkapan-ungkapan ingatkan fenomenal hidup yang harus ditanggapi, sedang roh tertuju jauh ke akhir kematian. hiduplah dengan benar hidup sebab kecamuk badai yang mampir hampir abadi. Lihatlah aku kumpulan esai dengan  sehimpun  komentar hitam putih juga baik buruk berkelindang atas tanggap pandanganku yang kadang nyeleneh. Maafkan esai kecamuk hutan ini tak menemukan dirinya utuh. " sungguh brengsek", Katamu. Akhirnya keadilan milik siapa saja kita bebas masuk dalam kecamuk hutan sastra. Trims telah kunjung menangkup esai kecamuk hutan, semoga memeroleh manfaat.

Esai Kecamuk Hutan

Hutan terbakar asapnya memerih langit adalah kecamuk
,hampir saja hutan hanya tertinggal dalam lubuk riwayat

Esai kecamuk hutan sastra penuh keliaran dan dengan terpaksa kita masuk kedalamnya, menemu bunga hutan yang alami, indahnya memenuhi mata kita dengan warna/i  juga ulat bulu yang membesar,

Hutan sastra yang mengajak resap ke dalam embun, dinginnya menggigilkan akar-akar pohon, ia embun selalu memoles hutan, membekukan  hutan dan kau mengira itu gambar abadi dan natural.

Dalam kecamuk hutan, segalanya menjadi dilebih lebihkan,   senilai saja tentu telah se-fariabel, juga keheningan  menjelma teks, isi otak menjelma biji-bijian dan debu sendiri menjelma nikel bahkan emas, kecamuk hutan mencipta sastra mengerang pada seluruh kesadaran perasaan,

Kecamuk hutan sekali menjelma situs, orang orang menamainya "Biseang Labboro", para pelancong menulis  teks dengan kecakapannya sendiri, pemandu wisata juga  pencinta alam menjadi ekologi penuh renungan. Kecamuk hutan sastra,  selalu berubah apapun dalam hutan, dan menyamakan  2 hal yang berbeda, semisal gelap dan terang, atau cinta sama saja dengan benci pada umumnya sebab manusia itu seolah selalu tampak benar dan tampak tegar.

Suatu hari, hutan sastra bukan sesuatu yang apa-apa, sebab tampa percaya diri, ia menjadi imajinasi, kausalitas dan mimesis dari hutan sastra ini , tercipta dengan berkelopak-kelopak bagai bunga hutan, kehidupan yang melemahkan kata-kata dan  menenun dari materi dunia,

Literasi Kecamuk Hutan Terbakar
Keperihan yang spontanitas tak digaris bawahi, hewan berlarian meninggalkan hutan puluhan ekor ular terbakar dan monyet kehilangan anaknya yang lamban, ya aku "hutan terbakar", tanpa garis bawah, aku kecamuk yang  coba sengit hingga kelak mengganass, dan tanpa belas kasih, Seberapa berubah habitat yag harus di perjuangkan . Tapi inilah neraka dan  perkelahian selalu berlaku, maka jangan merunduk. Kecamuk ?, keadaan sedang tak baik-baik saja ( Mbck Kaimuddin | Perlawanan ekologi hutan)

bak hutan kecamuk penghuni terakhir|Relawan Tik













Kaidah Hutan dari Kumpulan Esai
|1|
Hutan sastra sering pula hanya menenun sendiri / untuk diri sendiri. Sedang khalayak hanya mengenal yang disebut "aku bukan kau", sebagaimana hutan sastra tak merasa memiliki termasuk kelamin,
|II|
Hutan sastra pula bukanlah puisi yang di celup dengan pewarna lalu tampak indah seperti pelangi, bukan....,
|III|
Pada sebuah esai ditulis oleh  sang baco, ia memberinya judul "masuk hutan sastra ”, dan pesan menyesatkan di akhir buku sang baco mengingatkan " hati-hatilah masuk hutan sastra karena didalamnya teman-teman pembaca dapat saja menemu simpul ketat dan renggang, mungkin anda akan menjadi pemburu atau mungkin juga awalnya menjadi petualang lalu tersesat.,
|IV|
Membaca catatan-catatan hutan sastra  hanyalah hal sepele dan me-mungkin-kan hal buruk yang anda temukan di dalamnya, maka simpanlah di tempat  sampah demi tidak tercecer, karena  hutan sastra adalah ke-aku-an, yang menulis kitabnya sendiri tanpa malu-malu.
_______
Maros _8`6`14
Original content  "Esai kecamuk hutan sastra "_

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images