Puisi paling "keparat"

Kamis, Mei 29, 2014

Puisi paling keparat adalah pengantar laku hidup yang berkelindan dengan emulsi yang serba tak jelas, kadang sejuk, kering, mungkin juga sedikit becek dan berapi,

Bagai semburan senapan, teks lepas liar penuh buncah bahkan sangat jahat, kata dan kalimat seperti pecahan menancap kemanapun, sungguh keparat katakata ini, ia menghambur ke gurun ke padang bahkan singgah me-rembes dalam darah dalam napas.

Warna hidup menjelma teks memeram makna tak terduga dan penuh kejut, tak se siapapun menyangka bahwa kata ini berubah setiap detik, ia berdenyut tanpa mengenal  rangkaian benar salah, keparat...!!

Aku tertegun pada lapisan-lapisan kata yang seolah tumbuh beruas-ruas,  bagai bawang dengan lapisan  tipis yang saling jalin, keparatlah puisi itu yang mengesahkan segala peristiwa, dan memorikanmu masa lalu, ups...aku tak bilang "ia mengenalkanmu tentang masa depan".

Keparatlah puisi itu yang penyairnya  mengawinkan antara  kata dengan metafora, dengan jumlah paragraf tak terhitung, uh, gila ..  kata-kata ini melintasi mimesis tak jelas dan merengkuh  imajinasi sepanjang petala langit.


Puisi paling keparat tak bertuan, ia mengajakmu tak memilih bahkan tak mempunyai, seperti keinginan baiknya mengajakmu melintasi langit namun kau terlampau berta dan jatuh ke bumi, tak hanya itu,  secara gegabah ia puisi hendak menyimpanmu dalam lubuk hatinya yang dalam misteri tapi engkaupun terlampau ringan dan naik ke atas, uh....: sungguh keparat hari ini,  seakan segala ruang tak berpihak.

 Puisi keparat adalah kata-kata buangan yang dipungut di comberan, namun ia sadara tubuhnya yang kotor, bau, tak menjadikanmu menutup hidungnya, bahkan kau memberinya sejajanan dalam perjalanan ia pulang.

Sekali waktu puisi keparat itu, tak mengenal dirinya sendiri, ih...ia menjelma malaikat menata dan menyatukan isi bumi yang retak-retak, tak ada yang menyebutnya keparat ekologi, yang ia tahu perjalanan ini akan berakhir ke surga dan ia hanya menunggu nasibnya berubah.

sebab dunia tak mengindahkannya, ia rangkai dirinya sendiri dalam surat perpisahan, katanya " sebeginipun aku  tidak mengharapkan hal-hal yang berlebihan dari pembaca karena segala hal yang berlebihan akan dikembalikan kepada Sang pemilik, Sang Pencipta, tempat segala teks bersemayam tempat segala teks kembali di sadarkan.
artis Tasela dengan  teks keparat: aku tak boleh lupa untuk selalu menasihatimu jika kamu marah padaku  keluarkan amarahmu, kalo kamu sedih keluarkan tangisanmu di dadaku, tapi ingat…! kalo kamu malu  jangan pernah keluarkan  Kemaluanmu…, ingat itu ya sayang!!!
Pada suatu pengantar puisi dengan teks malu-maluin, "cintanya adalah rasa rindu yang dipenuhi desak, ia menjelma bola-bola dan terus menggelinding untuk sampai padamu" __sebuah ruang estetika-kata dan tanpa makna hermeneutik"_ coba di desaknya padamu

 : oh...ini Rindu sedemikian perih, mengapa temu sore tadi dan teksku tak berbuah apa-apa, aku diam dan tak sesuatupun,  dan punggungmupun kian jauh terlihat..

Menulislah meski keparat : seperti kesetian matahari, yang mengetuk
di jendelamu ketika pagi, sedang  kau masih tertidur, ia pun berkata, "hei...bangun selesaikan mimpi-mimpimu itu....., hidup adalah puisi yang sangat mengenal kata "keparat" untuk ia menjadi lebih baik__ 
by Mao Zedong pemimpin klasik china

keterangan gambar : Hidup Harus Keparat by Mao Zedong
catatan keparat sebagai puisi  harus lahir, Dan dalam temu itu, aku si keparat pasti menenangkanmu dengan ciuman (nasehatnya disuatu hari), "bagaimana mungkin kau gampang tergoda pada teks, yang membuatmu gampang dikibuli, dirayu lalu kau menyerahkan dirimu penuh air mata..., haha...ha... jangan percaya pada teks", terlebui teksk keparat, karena ia sang menulisnya secara jujur, meski kau memaksa "tak suka".

pengantar puisi paling keparat
senyummu tertulis begitu saja, 
tanpa memintamu mengindahkannya, 
sebuah getir yang hanya ingin diterjemahkan sebagai "sayang"

uh... senyumlah sekali lagi dan aku...pasti
menggelinding sendiri penuh keparat, dan
 di pangkuanmu aku selalu luruh :  penuh metafora.
______________
keparatlah kita, jika jatuh tertimpa tangga pula,  jatuh dan sedang telanjang
Kemestian puisi menjadi "keparat" lebih pada tanggap taks terhadap dunia dengan dinamika kontemporer (luas liar capat dan kacau) yang memandang dunia dengan kepribadian ekstrover, bahasa dengan usia yang kian menua juga teradiasi ketidak-sopan-an, teks telah jauh dari janin tempat ia dilahirkan, kata kalimat memilih menjadi dewasa, dan tumbuh maskulin dengan dada berbulu memberi tanggap atas dunia yang jatuh bangun_by kaimuddin mbck (sejak keparat itu me-ruang)

You Might Also Like

1 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images