kisah pelacur : esai cerpen dan puisi

Selasa, Desember 18, 2012

Perempuan itu, mengikat rambutnya dengan kuncir dua dan berjalan menuju kota, ayahnya tersenyum bangga akan tetapi kepala sekolah menangis sedih. Sang ayah membayangkan anaknya akan mendapat pekerjaan yang baik, membantu sebuah sekolah. Namun sang kepala sekolah, terus berpikir kebaikan anak tersebut, sebab ia jaminan sekolah akan dapat perbaikan oleh lelaki konglomerat hidung belang itu. : Pengantar cerita dalam kisah cerpen pelacuran.

Esai Kisah pelacur
sebuah pilihan yang memiriskan kalbu, kehidupan glamor kota membuatnya tak 
harus menanggapi rasa senang juga derita, namun dalam denyut di benaknya, terbayang  ekspresi dari murid muridnya dan sebuah kelas yang hancur, 
"tapi aku harus bekerja " tegasnya 
melengkapi tantangan itu ia mengemasi wajahnya di 
salon, dan cerita baru saja di mulai, 

Cerpen Pelacur : dalam diary nya ia menulis “bejad Sang walikota kepadaku tak sebanding dengan senyum seribu anak-anak sekolahku, ya keadaan membuatku tak berfikir kedua kali, tak mengapa jika akhir keterpurukan pendidikan ini harus kutebus dengan persekongkolan kelamin, ikuti kisah ini dengan judul " kisah jalang : guru menjadi pelacur, sekali lagi tak ada yang lebih kejam dari membiarkan sekolah mereka yang ambruk dan kelas yang tanpa bangku-meja.


Cerpen cinta sang pelacur : Meremang pada jerit waktu ketika malam hampir menenggelam, begitu banyak persimpangan, batas juga sepi yang hanya mengenal batu licin setebaran di sepanjang pantai losari, dari sekap jendela besi, sesuatu tertinggal jauh di ujung malam, di sini trotoar yang mengenalkan bunyi klakson pelanggan, juga tamu transit dari pelabuhan, anyir tercium bau kota dan selalu itu-itu saja antara layanan pemuasan dan bukti bahwa aku masih hidup.

Meranggas di kedalaman malam, aku tak berpikir lebih lagi dan tentu tanpa mengingat tentang "bunuh diri". Nasib yang meremang atas sore yang tanpa pengertian kecuali luka sendirian, tak se-siapapun tahu. Masih sebab ampunan yang terasa manis dari kehidupan jika itu bukan kesan terakhir, kutulis catatan sore dari jendela terali besi tentang pantai.., penjual pisang epe, juga tamu yang meninggalkan rumahnya dan sampai padaku...,  yang aku takutkan jika harus berakhir seperti harapan_ by : telisik malam di hingar-bingar pelacuran jalan penghibur. Disini membawamu pergi jauh pada jerit ....,

Sejak jendela di lantai 2 ini terbuka : aku lirih yang melantun elegi, aku teriak menyekat dengan tangan lemah menarik sauh, aku berlayar jauh tanpa dermaga juga tanpa pinangan waktu. sekali waktu aku terhenyak di sela angin yang mengeos tiap pilar dermaga, aku hela yang tertahan..... aku terus mengabarkan sebuah malam yang buta, sebuah depa tulisan dan serongga perih yang merajam anai-anai. Di sini tempatku berdiri dan telanjang pada lubang-lubang yang tanpa dasar, aku bayang-bayang bertulis pada selembar langit kecil dan hampir patah, aku menyulam harapan berkali kali dan menandai malam yang mendampar kemana saja, sekerat lacurku dan sejauh kepemilikan itu..., selengkapnya di ...: 

Akhir kisah pelacur : esai cerpen dan puisi
Di kemas malam pada jarak fajar yang jauh, ya malam selalu laju yang mencatat-kan kutuk jika bukan maut, selalu malam adalah udara basah ah..., tak jua perlu kau tahu atas hening yang menempias kemana-mana basah,  tajam, dan menancap.., aku jendela beku yang melupakan hiruk-pikuk, aku merambah di lengkung waktu di sepanjang perjalanan :" kau tak harus menjemputku...!", MESKI  hingga halaman apapun berikutnya.... : kelak aku  pelacur yang mengais kasih di berandamu atau tembang lirih yang mengendap di narasimu, atau ......., uh..aku tetap saja pelacur.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images