Seri Puisi Kritis (pembelajaran ke Apresiasi)
Kamis, September 29, 2011
Apresiasi Hatimu merdeka atau berdansa dengan penindasan yang direkam dan diputar berulang-ulang, dari ujung kaki sampai ujung kepala. Apa yang perlu dipedulikan ?, karena kata-kata menguap, menghilang di balik berbagai senapan yang dipajang dengan motif keamanan, bahkan teranggap sebagi bagian dari kearifan. -, huahaha..ha…ha….
Jawaban tak harus sekarang karena perjalanan baru saja dilangsungkan. Tulisan bermiliar atas pertanyaan terhadap kemerdekaan dalam upacara…. Ritual….dan berjalan tanpa jeda, jangan menggambar kenyaatan dan bukti !! sebab itu hanya barang rongsokan , kadaluwarsa, dan tak di butuhkan.
Upacara telah usai, kata “Merdeka” telah berdengung, sampaikan salam hormat pada para pejuang meski di sini di negeri seberang. Tak ada yang perlu dibedakan karena jiwa tak perlu dipetakan, merdekalah sekali lagi atau seberapa kali…, disini saudara…anak-anak kita…. bisu, terlantar penuh debu. berikut Seri Puisi Kritis pembelajaran ke Apresiasi. dari rumah cor api, simak saja puisi berikut ini.
Rumah Cor Api
EMHA AINUN NADJIB
1994demi keadilan
hukum disingkirkan
demi kebenaran
pengabulan ganti rugi dibatalkan
demi ketenteraman
karena cahaya kemajuan harus memancar
maka panduan dan penerangan harus luas tersebar
karena program - program pembangunan harus lancar
maka terkadang pasar ini dan bangunan itu harus dibakar
lihatlah rumah - rumah cor api
lihatlah gedung - gedung berdiri di atas kuburan
batu - batanya terbuat dari kesengsaraan dan airmata
tembok - temboknya rekat oleh akumulasi ratapan
tiang - tiangnya tegak karena disangga oleh pengorbanan
diseberang itu engkau memandang
rumah - rumah didirikan
dekat di sisiku aku saksikan
rumah - rumah digilas dan dirobohkan
nun disana engkau melihat
rumah - rumah disusun - susun
nun disini aku menatap
perduduk terusir berduyun - duyun
ketika engkau berdiri di depan
hamparan tanah luas yang engkau beli
untuk mendirikan ratusan rumah
dan ribuan pemukiman manusia abad 21
pernahkah terlintas di kepalamu
ingatan tentang beribu - ribu saudara - saudaramu
yang kehilangan tanahnya
pernahkah engkau ingat betapa beribu - ribu orang itu
tak dianggap memiliki hak untuk mempertahankan tanahnya
dan ketika mereka terpaksa menjualnya
mereka juga tak dianggap memiliki hak untuk menentukan
harga petak - petak tanah mereka
ketika engkau menempati rumah itu
tahukah engkau, siapa nama tukang -tukang
yang menumpuk bata - batanya
yang mengangkut pasir dan memasang genting - genting
ketika engkau memijakkan kakiku di lantai rumahmu
dan meletakkan punggungmu di kasur ranjang
pernahkan engkau catat kemungkinan muatan
korupsi dan kolusi di dalam proses pembuatannya
sejak tahap tender
sampai pemasangan cungkup puncaknya
bagi berjuta - juta saudara - saudaramu
yang tak senasib dengan denganmu
yang bertempat tinggal tidak di pusat uang dan kekuasaan
pernahkah engkau sekedar berdoa saja
bagi kesejahteraan mereka
dunia sudah amat tua
darahnya kita hisap bersama - sama
kehidupan semakin rapuh
dan sakit kita tidak semakin sembuh
langit robek - robek
badan kita akan semakin dipanggang hawa panas
sejumlah pulau akan tenggelam
lainnya menjadi rawa - rawa
anak cucumu akan hidup sengsara
karena ransum alam bagi masa depan
telah dihisap dengan semena - mena
____
Sangbaco.web.id 29|09|11
Seri Puisi Kritis (pembelajaran ke Apresiasi)
0 comments