Padi

Kamis, Maret 01, 2012

Pernahkah anda membayangkan tak bersua dengan nasi dalam kurung waktu 24 jam?, kalau anda lahir dan besar di Indonesia, maka itu adalah malapetaka. Sangat sulit membayangkan peristiwa itu kita jalani. Padi adalah distributor terbesar karbohidrat di Indonesia. Padi secara fundamen telah ambil andil primer dalam membangun negeri ini. Pejuang dan nasi bersua berkali kali dalam scene Naga Bonar. Pula ketika kabar kematian Teuku Umar sampai di hadapan Tjut Nyak Dien. Di situ ada nasi yang mengepul dan ikan mas yang selesai di panggang.

Nasi sebagai hasil dari proses padi menempati posisi yang sangat penting bagi Nusantara. Derap dinamisasi bangsa ini tak bisa terpisahkan dengannya. Mulai dari tukang becak sampai presiden, ulama sampai kepada perampok. Bahkan ketika menteri kabinet SBY menerima telepon dari Silalahi atau Dipo Alam, itu menjadi tanda, ada nasi kuning yang menunggu di ruang tengah di puri Cikeas.

Dan pertanyaannya kemudian, pernahkah ada waktu merunut sejarah ilalang ini? Keberadaan Padi pada periode yang sangat awal di Indonesia diduga berasal dari India. Asal-usul budidaya padi diperkirakan berasal dari daerah lembah Sungai Gangga dan Sungai Brahmaputra dan dari lembah Sungai Yangtse atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM. Migrasi masyarakat Austronesia yang telah mengenal pertanian ke wilayah Nusantara membawa serta teknologi budidaya padi sawah serta perladangan hingga ke Indonesia.

Dan temuan terbaru juga menunjukkan, padi mungkin juga berevolusi di daerah utara yang lebih jauh. Yang menemukan biji padi kuno tersebut di atas adalah Li Yonghe dan koleganya yaitu Yu Zhong Yong, lokasi penemuan di bekas peninggalan Sorori, Karesidenan Qing Yuan, Bei Dao, Zhong Qing, kawasan tersebut berada di lintang utara antara 36-37 derajat.

Tapi masyarakat delta selebes punya cerita sendiri. Padi bukanlah sesuatu yang baru, Lontara attoriolong bercerita tentang ketibaan raja Gowa XIII “I Tepu Karaeng Daeng Parabbung”, pada peristiwa Upacara Musim Panen Akbar di Marusu (sekarang Kab Maros) tahun 1590-1593. Area kassi kebo menjadi sentra akbar dari keberadaan padi. Lumbung-lumbung tetap sesak sepanjang tahun. Padi yang terpangkas anai anai di sekitar bentangan sungai Marusu kemudian meruah ke Gowa, singgah di pelabuhan dan berlayar jauh sampai ke negeri yang penuh pagoda.

Memang yang tak tersangkali, padi bagi tradisi Sulawesi, bukan hanya sekedar buah berbulir. Padi bagi masyarakat lampau Sulawesi adalah rumah bagi mitologi besar yang penuh epos dan tabik atas kearifan alam. Dalam penggalan epos Lagaligo, padi tak sekedar tumbuhan, dia hadir sebagai refresentasi dunia atas. Padi adalah kiriman dewa di langit yang terbentuk dari sublimasi dewi Sangngiangseri. Ia turun di daratan tanah tua Luwu dan dikawal oleh Meong Palo Karella’E. Sangngiangseri menjelajahi daratan Sulawesi dari utara ke selatan untuk mencari orang-orang baik yang bisa merawatnya. Kemudian akhirnya berpinak di Barru.

Penggalan kisah awal ini kemudian berbuah pada pengrealitasan mitologi tersebut. Padi mendapatkan ritus Mappalili, Maddoja Bine dan Mappaddendang, tiga rangkaian lakon tradisi yang menempatkan padi sebagai value. Sebelum panen datang, symbol symbol arajang di sucikan. Di arak mengelilingi sawah, ini adalah peristiwa Mappalili yang penuh doa dan jampi. Doa yang mengharap padi subur dan panen datang dengan rimbun.

Dan Maddoja bine adalah upacara mendoakan bibit padi yang diikuti oleh pembacaan mitologi padi dalam kisah Meong Palo Karella’E. Upacara ini berlangsung lima malam. Ujungnya adalah harapan bagaimana setiap orang menempatkan padi pada posisi yang sangat terhormat.Dan Mappadendang di gelar setelah panen selesai. Sebuah upacara yang penuh syukur. Padi dan kita ternyata adalah sebuah persinggungan yang intens dan tak putus. Dari masa ketika dewa masih menyanyi di langit sampai Steve Job membawa potongan apel yang berisi film dan berbagai game.

Di Kassi Kebo, Pajjeko Lompoa masih bicara, bahwa padi dan nadi negeri ini adalah aorta yang bersambungan. Bahkan jauh ke belakang, ke masa yang sungguh lampau, di Situs Gua "Leang Bembe" leang-Leang Bantimurung (berdekatan dengan "Taman Purbakala Leang-Leang) alam mengawetkan biji biji padi menjadi fosil, sebuah penanda bahwa padi tak bisa terpisahkan dengan realitas kita hari ini.

fosil pohon tertua di dunia
Daratan ini pernah menjadi tempat sangngiang seri tumbuh dan menyanyi. Menyeberangi laut ke tanah tempat gajah di tunggangi raja. Ya, Swasembada.
Kita semua tetap saja makan nasi, tapi bisa jadi datang dari padi yg tumbuh di emperan kota Manila. Apakah ini pertanda, sangngiangseri sudah jengah dengan tanah ini dan Meong Palo KarellaE kalah oleh mesin-mesin yang meraup batu bara…
_____
 dalam  "fosil padi dari Leang Bembe ke Pesta Panen Kassi Kebo"

You Might Also Like

1 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images