Kisah Nenek Pemungut Daun: Rindu Rasul

Jumat, Februari 22, 2013

Petik kisah ini dari ceramah "Peringatan Maulid Nabi di Masjid Al Manar. Kassi Kabupaten Maros", sebelumnya penceramah mengindikasikan pentingnya maulid dalam perspektif mengenalkan Rasulullah Saw bahwa: Nabi  dipahami sebagai sosok rasul terakhir dalam tatanan konsep keislaman. Hal ini memposisikan Nabi Muhammad SAW sebagai sosok manusia sakral yang merupakan wakil Tuhan di dunia yang bertugas membawa, menyampaikan, serta mengaplikasikan segala bentuk pesan “suci” Tuhan kepada umat manusia secara universal. Namun Beliau pula dipahami sebagai sosok pemimpin yang adil, egaliter, toleran, humanis, serta non-diskriminatif dan hegemonik, yang kemudian mampu membawa tatanan masyarakat sosial Arab kala itu menuju suatu tatanan masyarakat sosial yang sejahtera dan tentram.

Lalu season tengah sang dai' atau penceramah mengangkat kisah yaitu : Aktivitas seorang wanita tua yang unik. dalam cerita hikmah dengan judul “Kisah Nenek Pemungut Daun” dia angkat dalam buku “Rindu Rosul”, ditengah ceramahnya tentang menghidupkan rindu pada rasul lewat moment hari ini iapun mengangkat kisah

"Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Dhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya. ( aktivitas seorang wanita tua yang unik )

Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang.

Pada hari itu, ( kisah) ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. “Jika kalian kasihan kepadaku,” kata nenek itu, “Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya.”

Singkat kisah cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa. Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup.

Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan kisah rahasia itu:

“Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai,” tuturnya. “Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah (shalawat Nabi). Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan rahasia salawat kepadanya. atas kisahnya”

*****
Tegas Da i' yang juga fam ahlul bait itu menyimpulkan kisah tersebut pada jamaah bahwa :  Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Alloh swt. Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Alloh. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasulullah SAW?_ lalu mengakhirinya dengan pandangan  perspektif teologis-religius,
bahwa " sudah saatnya bagi kita untuk mulai memahami dan memperingati Maulid secara lebih mendalam dan fundamental, sehingga kita tidak hanya memahami dan memperingatinya sebatas sebagai hari kelahiran sosok nabi dan rasul terakhir yang sarat dengan serangkaian ritual-ritual sakralistik-simbolik keislaman semata, namun menjadikannya sebagai kelahiran sosok pemimpin"_ Muatan post oleh by : kaimuddin Mbck

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images