Kekuatan Pesan Amanah suku Bugis Makassar
Jumat, April 20, 2012
Meneropong pengetahuan kearifan bagi suku Bugis Makassar, dalam menguatkan nilai-nilai luhur dilontarkan dalam makna Pappaseng/Pappasang diskursuskan dan terharapkan menjadi keteladan pewarisan dalam mengimbangi perilaku kedurjanaan zaman dari sebuah kultur asing yang negatif, sebab keduanya tampil bersamaan terpampang dalam realitas waktu kehidupan. Paseng/amanah menjadi nasehat menelusup dalam sifat karakter masyarakat Bugis-Makassar, perihal yang telah jauh terjadi / pra pahaman Islam sebagai etape ke-dua yang bersinergi membentuk pola-laku/ keteladanan dan paham.
"Tradisi adalah rumah kita sesungguhnya, rumah yang tak muncul hanya
karena kita menyembunyikannya di balik berbagai rumah kaca, padahal
tradisi adalah rumah susun dari kristal kearifan. , menantang kita mengasahnya._
Perlawanan radikal terhadap perilaku durjana pun bakal terjadi, keberadaan paseng/pasang (amanah sastra lampau masy Sulawesi Selatan) menjadi penetrasi terharapkan berdiri membentuk benteng kokoh, atas ketersambungan kearifan lampau pada masyarakat pendukungnya. berikut kaidah dalam teks paseng berikut ini meng-isaratkan nilai atraktif kecakapan kepribadian dalam menilik hidup sebagai tujuan kebaikan.
*Naia riasengage’ to warani maperengnge’ nare’kko moloi roppo-roppo ri laommu, rewe’ko paimeng sappa laleng molai…”. (Artinya :
Yang disebut orang berani ialah yang kuat dan unggul bertahan,
jikalau engkau menghadapi rintangan berat yang engkau tak dapat lalui atau atasi, kembalilah memikirkan jalan atau cara untuk mengatasinya).
Penguatan teks pappaseng bagi suku Bugis-Makassar, menyibgah salah satu butir menjadi pangngaderreng/pangngadakkang (hukum adat), maka menurut Saleh Lahade, Pappaseng/Pappasang, sebagai salah satu sila dalam pangngaderreng: lahirlah apa yang disebut kekuatan atau dinamika kebudayaan tradisional orang Sulawesi Selatan. (Link terkait : Pesan leluhur tanggapi perubahan zaman : kekuatan Bugis Makassar (2)
Pappaseng menyunting kesehatan
Nakko pura manre, aja mu terru' matinro, maloppoi palompong ta'
(Selesai makan, jangan langsung tidur akan membesarkan (diafragma) antara dada dan perut)
Makna: Pada dasarnya urutan tata letak organ saluran pencernaan adalah dari atas ke
bawah: mulai dari mulut, tenggorokan, lambung, usus kecil, usus besar hingga
anus. Jadi, organ pencernaan akan bekerja lebih baik bila tubuh dalam posisi
duduk. Posisi tidur akan menghambat proses pencernaan. sebuah kesamaan lahirnya kalimat bijak atau pepatah
dalam masyarakat juga terjadi di Negeri Tirai Bambu.
Uniknya mereka, pepatah
China, yang biasa dikenal sebagai Chinese wisdom ini lebih beragam, dan
mencakup segala aspek kehidupan. Salah satunya kesehatan. Ingin tahu...?,
telusur awal anda pada pappaseng /pappasang saja dulu.....
Usap-usaplah perut setelah makan
Makna: Banyak sekali titik akupunktur yang berhubungan dengan saluran pencernaan
di daerah perut. Mengusap-ngusap perut usai makan, sama halnya dengan
merangsang titik-titik akupunktur tersebut sehingga membantu organ
pencernaan bekerja lebih baik.
Pappaseng ke perilaku sosial
Kalimat deklaratif dari Pappaseng/Pappasang ini dengan kosa kata de e narapi nawa-nawa adalah sinyalemen untuk mendeskripsikan reso (semangat tinggi), berfungsi sebagai alat pendidikan bagi generasi muda manusia Bugis. yang terjemahannya : berangan-anganlah hingga tak terjangkau angan-angan. (disampaikan oleh panrita/agamawan).
Menurut Abdul Kadir Parewe : “ Para pi’ nawa-nama adalah sebuah keinginan dari penutur agar masyarakat senantiasa menggunakan tenaga pikiran dalam menciptakan atau menemukan hal-hal baru (inovasi), atau sebagai manusia perlu memelihara pikiran-pikiran yang kita inginkan, memperjelas apa yang kita inginkan di dalam benak, dari situ kita mulai membangun salah satu hukum terbesar di Semesta, dan itulah hukum tarik-menarik. Anda tidak hanya menjadi apa yang paling Anda pikirkan, tetapi Anda juga meraih apa yang paling Anda pikirkan demi kemaslahatan orang banyak. Tendensi dalam pappseng ini sebagai bentuk pelahiran tokoh (to macca), pada generasi berikutnya. Keinginan pada kelahiran tokoh ini adalah simpul kuat yang terkait dengan salah satu butir dalam pangngadakkang yaitu rapang (suri teladan).”
Menurut Abdul Kadir Parewe : “ Para pi’ nawa-nama adalah sebuah keinginan dari penutur agar masyarakat senantiasa menggunakan tenaga pikiran dalam menciptakan atau menemukan hal-hal baru (inovasi), atau sebagai manusia perlu memelihara pikiran-pikiran yang kita inginkan, memperjelas apa yang kita inginkan di dalam benak, dari situ kita mulai membangun salah satu hukum terbesar di Semesta, dan itulah hukum tarik-menarik. Anda tidak hanya menjadi apa yang paling Anda pikirkan, tetapi Anda juga meraih apa yang paling Anda pikirkan demi kemaslahatan orang banyak. Tendensi dalam pappseng ini sebagai bentuk pelahiran tokoh (to macca), pada generasi berikutnya. Keinginan pada kelahiran tokoh ini adalah simpul kuat yang terkait dengan salah satu butir dalam pangngadakkang yaitu rapang (suri teladan).”
Aja muttudang riolona babangE, nalawai timpa'na parekkusemmu
(
JANGAN duduk di depan pintu, nanti jauh jodoh!)
Implementasi : Mitos ini mungkin sering dilontarkan ibu agar Anda tidak menghalangi
orang melewati pintu. Hal ini bisa bikin bertanya, apa hubungannya antara
pintu dengan jodoh? Tapi, dipercaya atau tidak, kalimat bijak semacam ini
telah berlangsung turun-temurun, dan dianggap manjur dalam mengajarkan
nilai-nilai kebaikan.
tradisi bercerita, sebab kebiasaan
ini sudah dikenal sejak manusia ada di muka bumi ini, jauh sebelum
mereka mengenal tulisan, ya..sebuah bentuk penanaman nilai terhadap
anak didik lewat tradisi tutur / cerita rakyat, diyakini sebab
penelitian menunjukkan bahwa nilai -nilai moral yang tertanam lewat
cerita pengantar tidur tersebut, akan melekat sampai dewasa, hal ini
berkaitan dengan salah satu manfaat pemelajaran sastra dalam membentuk
watak peserta didik. Cerita rakyat bagi masyarakat lampau kab Maros,
menyebutnya dgn istilah "Paupau Rikadong", sebuah keinginan dari
pelaku/penutur cerita untuk mengekpresikan gagasan, ide-ide, juga
sebagai sarana penting untuk memahamkan dunia kepada orang lain,
menyimpan, mewariskan gagasan dan nilai-nilai tersebut dari generasi ke
generasi berikutnya.
dalam Pau-pau rikadong atau cerita rakyat sebagai
pengantar tidur tersebut, upaya menyampaikan sikap, pandangan, dan
nasihat dari kemampuan penutur dalam mengelola lingkungan rohani dan
jasmani pendengarnya, dapat juga terkatakan sebagai jawaban kreatif
terhadap situasi geografis-geopolitis, historis, dan situasional yang
bersifat lokal keberkembangan elemen ini penting untuk memperkuat
kohesi sosial di antara warga masyarakat
*Parikadong dari kab.Maros,
dalam lacak jejak di kelurahan Bontoa, berjudul "si Pue Pue",
dipublikasikan pada tahun 2007 dalam acara “Festival Budaya
Kelong-Kelong dan Dongeng )”, yang digelar oleh Departemen Pariwisata
Propinsi Sulawesi Selatan, dan tahun2 berikutnya menyusul Toakala dan
Pangulu lading. pada moment yang sama.*link terkait : nilai pendidikan dalam cerita rakyat
Buku berjudul "Kearifan Budaya Lokal;
Hasil penelitian budayawan Kab. Maros Kaimuddin Mabbaco, dengan sub tema Membangun Moralitas Bangsa Sekaitan Kebijakan Pendidikan di Sulawesi Selatan. "Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Andadi lima tahun
mendatang, kecuali dua hal : orang-orang di sekeliling Anda dan
buku-buku yang Anda baca. – Charles “tremendeous” Jones__buku yang harus dibaca bagi semua pencari serius tentang pemahaman "
aksentualisasi kearifan lampau Bugis Makassar, dalam penjabaran maksud
paseng/pasang dipertanyakan : dari mana kita berasal dan ke mana kita
akan pergi – dan kekuatan kita sendiri untuk mempengaruhi. *link terkait ( budaya bugis makassar terancam hilang
Amanah Pappasang Sastra Kutika Makassar
Ulasan naskah informasi mengenai bermacam aspek kehidupan masyarakat masa lampau yang berkaitan dengan perilaku sehari-hari seperti: Keadaan politik, sosial, dan budaya yang terkandung aspek sejarah, agama, hukum, sastra, mistik, mantra, astronomi, pengobatan, dan lain-lain. Karaeng Tutu berpesan, budaya itu adalah hasil cipta karya dan karsa manusia yang tetap harus dijaga dan dilestarikan. Ia dihadirkan untuk mengarahkan manusia ke arah yang lebih beradab.
"Sekiranya jika naskah itu (Kutika) diabaikan, mungkin pesan leluhur tidak akan sampai pada generasi berikutnya dan tak akan mengenal budayanya sebagai warisan yang berharga."
Mungkin hari ini, sebagian dari kita tidak memercayainya, bahkan sekelompok golongan menganggapnya melenceng dari agama. "Tetapi ingatlah, budaya tidak akan mati dan ada suatu waktu akan menjadi penting untuk dilakukan," tutupnya
Iyaminne Pappasanna Tau Towata Massing Nijarreki.
Tallasa'na Allo Tujua:
Sanneng: Itimboro Irayai Katallassannai Anginga
Salasa: Iraya Lebbaki Katallassannai Bintoenga
Araba: Iyara' Lebbaki Katallasannai Pepeka
Kammisi: Iraya Lebbaki Katallasannai Bulanga
Juma': Ilau Lebbaki Katallassannai Alloa
Sattu: Ilau Iyaraki Katallasannai Buttaya
Aha': Itimboro Lebbaki Katallassannai Je'neka.
Lowana Bulanga:
Muharrang: Allo Aha'
Sappara': Allo Araba
Rabbele' Awwala': Allo Juma'
Rabbele' Ahere': Allo Salasa
Jumadele' Awwala': Allo Kammisi'
Jumadele' Ahere': Allo Sattu
Rajja': Allo Juma'
Sabang : Allo Kammisi'
Rumallang: Allo Salasa
Sawwala' Allo Sattu
Julukaeddah: Allo Sanneng
Juluhijjah: Allo Araba.
Nakasa Pingngappaka Sibulang
Juma' Uru-urunaya
Sattu Makapinruanna
Aha' Makapintallunna
Sanneng Makapingngappa'na.
Artinya:
Inilah pesan-pesan leluhur kita yang harus dipedomani.
Lahirnya alam semesta selam tujuh hari.
Senin, angin mulai diembuskan dari arah selatan menuju utara
Selasa, di bagian timur bintang mulai terlihat
Rabu, di ufuk timur, awal mula api menyala
Kamis, di ufuk timur, bulan mulai mamancarkan sinarnya
Jumat, di bagian barat hari mulai diciptakan
Sabtu, di bagian barat tanah mulai diciptakan
Minggu, dari arah selatan air mulai memancar ke seluruh penjuru.
Ada pun hari yang perlu dihindari ketika hendak beraktivitas.
Pada bulan Muharram, jatuh Ahad pertama
Pada Safar, jatuh pada Rabu pertama
Pada Rabiul Awal, jatuh pada Jumat pertama
Pada Rabiul Akhir, jatuh pada Selasa pertama
Pada Jumadil Awal, jatuh pada Kamis pertama
Pada Jumadil Akhir, jatuh pada Sabtu pertama
Pada Rajab, jatuh pada Jumat pertama
Pada bulan Syabban, jatuh pada Kamis pertama
Pada Ramadan, jatuh pada Selasa pertama
Pada Syawal, jatuh pada Sabtu pertama
Pada Dzulkaedah, jatuh pada Senin pertama
Pada Dzulhijjah, jatuh pada Rabu pertama.
Artinya, dalam setiap satu bulan, terdiri atas empat pekan.
Pada setiap pekan pertama, terdapat hari nahas yakni.
Jumat pada bulan pertama
Sabtu pada bulan kedua
Minggu pada bulan ketiga
Senin pada bulan keempat
Warisan budaya tak benda ini merupakan naskah peninggalan yang menyimpan pelbagai sendi kehidupan pada masa lampau. Mempelajari dan meneliti naskah lama berarti menggali khasanah ilmu pengetahuan yang beraneka ragam.
Teks yang tersimpan dalam naskah mengandung informasi yang berkaitan dengan hasil budaya masyarakat yang merupakan buah pikiran, perasaan, kepercayaan, dan adat kebiasaan, serta nilai-nilai yang ada dalam masyarakat (Ikram, 1997).
"pamali/ pemmali", "Pemmali pilai bolae narekko de'pa napura bissai penne angnganrengnge" (dilarang meninggalkan rumah (untuk perjalanan jauh) sebelum piring yang digunakan untuk makan, dicuci terlebih dahulu).
kata "bissai penne", dalam ungkapan pemmali ini apakah hanya berarti "cuci piring" , sebab dalam sinyalemen pengunaan kata bissai penne ini dapat juga berarti memperlakukan wanita/istri dengan merawatnya[1], setelah berhubungan badan, menuju sikap verbal pada penggalian nilai-nilai budaya tutur, untuk sebuah kearifan lokal, tentang……………….
Mengapa
Pesan : Pamali /Pemmali ?
Oleh Kaimuddin Mbck.
Ekspresi budaya "pamali/ pemmali" sebagai salah satu sikap tutur budaya Bugis-Makassar, merupakan ungkapan yang bersifat spontan, sebagai bentuk pelarangan dengan penekanan pada kejiwaan , untuk tidak melanggar yang di pemalikan (diappemmaliang).
Pemmali terkait erat dengan pappaseng , oleh pengguna bahasa / penutur, setinggi apapun pappaseng sebab merupakan nasehat hidup atau pelajaran hikmah yanglahir dari penjelajahan hidup yang disampaikan lewat karya sastra , dan merupakan salah satu nilai ekspresi budaya suku Bugis-Makassar [2] tetapi pemmali, juga sebagai sebuah pesan, memberi efek yang berbeda dengan volume pelarangan yang sangat menekan, sebab diikuti dengan sanksi (meskipun bentuknya terkadang gaib) sebagai contoh, kami paparkan seperti dibawah ini:
"Pemmali pura manre nappa matinro, menre I' salompongnge".
"pemmali mangngesso ase riwettu makkumpe' na ellungnge"
"pemmali tawwe matinro moppang, magatti I' diwelai indo'
"Enre manekko ana-ana, nasaba Mangngaribini, enrara I' setangnge"
"Tempeddingi tewwe tudang riolona tange e', monroko lolo bangko"
Pada masyarakat lampau sifat pemmali ini secara umum teraplikasi dengan baik sebab menjadi timbangan yang istimewa dalam mempengaruhi emosional lawan bicara (reseptor /audens) sehingga menjadi kemestian untuk tidak melakukan yang bersifat larangan(harus diindakan) meski dengan tidak rela / terpaksa mengikuti.
![]() |
ekspresi budaya pemmali |
Seperti pada kalimat dibawah ini,
"Pemmali pura Manre nappa matinro, menre I' salompongnge".
(dilarang langsung tidur setelah makan, sebab ulu hatimu dapat membesar) ia lanjut mengatakan bahwa Rasullullah S.A.W mengingatkan kita untuk berjalan 40 langkah minimal setelah makan”, dan sumber lain menyampaikan,“Diappemmaliangngi gattung lipa ri ellongnge’, mate maddarai tewwe (dilarang menggantung sarung pada leher biasanya orang mati berdarah) – memadukan baju dengan sarung sebagai kostum hari-hari bagi lelaki Bugis-Makassar adalah tradisi, yang menjadi pelarangan ketika sarung itu digantung ke leher, sinyalemen keburukan ini di indikasikan oleh Andi Radja Karaen Nai’, sebagai bentuk kelemahan ketika dengan mudah musuh menarik sarung sehingga obyek penderita tersebut terjerat lehernya.
Meskipun menurut Uzt. Amin, Lc.[4] "sesungguhnya, dalam syariat dan budaya Islam tidak dikenal yang namanya pemmali, dan pelarangan secara tekstual dalam masyarakat Islam hanya mengenal hukum yang terbagi kedalam tiga bagian yaitu : Halal, Samar-samar (subhat) dan Haram ", ia lanjut mengatakan " yang sedikit dekat dengan Pemmali secara substansial dalam budaya tutur kita adalah makruh, sifat hukum " taklifi" berupa pembebanan , dan tentang “ Fiil Madi” sebagai kata kerja berbentuk lampau, berimplikasi sebagai hal-hal yang sudah terjadi (dan jika terjadi hukum kausalitas –sebab pelarangan karena merusak etika kebudayaan dan tidak bertentangan dengan hukum syariat ,teranggap perlu juga diperhatikan sebab sebuah kaidah ushul fikhi “Al ada'tul Muhakkamatu “ terj –adat istiadat itu bisa dijadikan suatu hukum dengan catatan sejalan dengan tujuan syariat, dalam mengurai upaya mendapatkan makna dan apresiasi karya sastra, memang setiap orang diberi kebebasan menafsirkan teks-teks sastra tersebut. Hanya, hasil penafsirannya belum tentu mencercap makna yang diinginkan secara utuh sebuah era zaman, namun inilah revitalisasi sederhana itu, Wallahu a’lam Bhisshawab.
Isi manuskrip
Berikut ini adalah isi manuskrip yang menunjukkan penanggalan hari di tahun hijriah.
___________________
*Daftar Pustaka
Mabbaco, Kaimuddin, 2009, Perilaku Verbal di kab.Maros, Sulawesi Selatan Penelitian yang dibiayai oleh Dinas Pariwisata dan Budaya.
0 comments