Skripsi Adzan | Pengertian & Sejarah

Rabu, Oktober 12, 2011

Skripsi Adzan | Pengertian  & Sejarah , ulasan awal sebagai kejut hikmah adzan, ya media luar biasa dalam keajaiban mengagumkan tentang adzan, sebab nilai tauhid terus dikumandangkan, gemanya di seluruh dunia lima kali setiap hari akan pemberitahuan masuknya waktu shalat dengan lafazh tertentu. Adzan sebagai peringatan bagi orang-orang yang lalai, dan peringatan bagi yang lupa agar mengerjakan shalat. Adzan merupakan kenikmatan terbesar yang dapat mendekatkan hamba kepada Rabbnya sebagai bentuk keberuntungan. Adzan berupa seruan bagi seorang muslim agar kenikmatan tersebut tidak luput darinya.Betapa mengagumkan suara adzan itu, dan bagi umat Islam di seluruh dunia, adzan merupakan sebuah fakta yang telah mapan. Indonesia misalnya, sebagai sebuah negara terdiri dari ribuan pulau dan dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

Skripsi Adzan |Pengertian  & Sejarah 
Ketika azan berkumandang, kaum yang bukan sekedar muslim, tetapi juga beriman, bergegas meninggalkan seluruh aktivitas duniawi dan bersegera menuju masjid untuk menunaikan salat berjamaah. Simpul-simpul kesadaran psiko-religius dalam otak mereka mendadak bergetar hebat, terhubung secara simultan, dan dengan totalitas kesadaran seorang hamba (abdi) mereka bersimpuh, luruh dalam kesyahduan ibadah shalat berjamaah.

Asal Mula Yang Menakjubkan:
Pada jaman dulu, Rasulullah Saw. kebingungan untuk menyampaikan saat waktu shalat tiba kepada seluruh umatnya. Maka dicarilah berbagai cara. Ada yang mengusulkan untuk mengibarkan bendera pas waktu shalat itu tiba, ada yang usul untuk menyalakan api di atas bukit, meniup terompet, dan bahkan membunyikan lonceng.

Tetapi semuanya dianggap kurang pas dan kurang cocok. Adalah Abdullah bin Zaid yang bermimpi bertemu dengan seseorang yang memberitahunya untuk mengumandangkan adzan dengan menyerukan lafaz-lafaz adzan yang sudah kita ketahui sekarang. Mimpi itu disampaikan Abdullah bin Zaid kepada Rasulullah Saw. Umar bin Khathab yang sedang berada di rumah mendengar suara itu. Ia langsung keluar sambil menarik jubahnya dan berkata: ”Demi Tuhan Yang mengutusmu dengan Hak, ya Rasulullah, aku benar-benar melihat seperti yang ia lihat (di dalam mimpi). Lalu Rasulullah bersabda: ”Segala puji bagimu.”
yang kemudian Rasulullah menyetujuinya untuk menggunakan lafaz-lafaz adzan itu untuk menyerukan panggilan shalat.

Adzan Senantiasa Ada Saat Peristiwa2 Penting:
Adzan Digunakan islam untuk memanggil Umat untuk Melaksanakan shalat. Selain itu adzan juga dikumandangkan disaat-saat Penting. Ketika lahirnya seorang Bayi, ketika Peristiwa besa. Peristiwa besar yang dimaksud adalah

- Fathu Makah : Pembebasan Mekkah merupakan peristiwa yang terjadi pada tahun 630 tepatnya pada tanggal 10 Ramadan 8 H, dimana Muhammad beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah menuju Mekkah, dan kemudian menguasai Mekkah secara keseluruhan, sekaligus menghancurkan berhala yang ditempatkan di dalam dan sekitar Ka’bah. Lalu Bilal Mengumandangkan Adzan Diatas Ka’bah

- Perebutan kekuasaan Konstatinopel : Konstantinopel jatuh ke tangan pasukan Ottoman, mengakhiri Kekaisaran Romawi Timur. lalu beberapa perajurit ottoman masuk kedalam Ramapsan terbesar Mereka Sofia..lalu mengumandangkan adzan disana sebagai tanda kemenagan meraka.

Adzan Sudah Miliyaran kali Dikumandangkan:
Sejak pertama dikumandangkan sampai saat ini mungkin sudah sekitar 1500 tahunan lebih adzan dikumandangkan. Anggaplah setahun 356 hari . berarti 1500 tahun X 356 hari= 534000 dan kalikan kembali dengan jumlah umat islam yang terus bertambah tiap tahunnya. Kita anggap umat islam saat ini sekitar 2 miliyar orang dengan persentase 2 milyar umat dengan 2 juta muadzin saja.
Hasilnya = 534.000 x 2.000.000 = 1.068.000.000.000 dikalikan 5 = 5.340.000.000.000

Adzan Ternyata Tidak Pernah Berhenti Berkumandang
Begitu fajar fajar menyingsing di sisi timur Sulawesi, di sekitar 5:30 waktu setempat, maka adzan subuh mulai dikumandangkan. Ribuan Muadzin di kawasan timur Indonesia mulai mengumandangkan tauhid kepada yang Maha Kuasa, dan risalah Muhammad saw.
Proses itu terus berlangsung dan bergerak ke arah barat kepulauan Indonesia. Perbedaan waktu antara timur dan barat pulau-pulau di Indonesia adalah satu jam. Oleh karena itu, satu jam setelah adzan selesai di Sulawesi, maka adzan segera bergema di Jakarta, disusul pula sumatra. Dan adzan belum berakhir di Indonesia, maka ia sudah dimulai di Malaysia.

Burma adalah di baris berikutnya, dan dalam waktu beberapa jam dari Jakarta, maka adzan mencapai Dacca, ibukota Bangladesh. Dan begitu adzan berakhir di Bangladesh, maka ia ia telah dikumandangkan di barat India, dari Kalkuta ke Srinagar. Kemudian terus menuju Bombay dan seluruh kawasan India.

Srinagar dan Sialkot (sebuah kota di Pakistan utara) memiliki waktu adzan yang sama. Perbedaan waktu antara Sialkot, Kota, Karachi dan Gowadar (kota di Baluchistan, sebuah provinsi di Pakistan) adalah empat puluh menit, dan dalam waktu ini, (Dawn) adzan Fajar telah terdengar di Pakistan. Sebelum berakhir di sana, ia telah dimulai di Afghanistan dan Muscat. Perbedaan waktu antara Muscat dan Baghdad adalah satu jam. Adzan kembali terdengar selama satu jam di wilayah Hijaz al-Muqaddas (Makkah dan Madinah), Yaman, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Irak.

terdengar adzan dari masjid batu inipun bercahaya/batu adzan
Perbedaan waktu antara Bagdad dan Iskandariyah di Mesir adalah satu jam. Adzan terus bergema di Siria, Mesir, Somalia dan Sudan selama jam tersebut. Iskandariyah dan Istanbul terletak di bujur geografis yang sama. Perbedaan waktu antara timur dan barat Turki adalah satu setengah jam, dan pada saat ini seruan shalat dikumandangkan.

Iskandariyah dan Tripoli (ibukota Libya) terletak di lokasi waktu yang sama. Proses panggilan Adzan sehingga terus berlangsung melalui seluruh kawasan Afrika. Oleh karena itu, kumandang keesaan Allah dan kenabian Muhammad saw yang dimulai dari bagian timur pulau Indonesia itu tiba di pantai timur Samudera Atlantik setelah sembilan setengah jam.

Sebelum Adzan mencapai pantai Atlantik, kumandang adzan Zhuhur telah dimulai di kawasan timur Indonesia, dan sebelum mencapai Dacca, adzan Ashar telah dimulai. Dan begitu adzan mencapai Jakarta setelah kira-kira satu setengah jam kemudian, maka waktu Maghrib menyusul. Dan tidak lama setelah waktu Maghrib mencapai Sumatera, maka waktu adzan Isya telah dimulai di Sulawesi! Bila Muadzin di Indonesia mengumandangkan adzan Fajar, maka muadzin di Afrika mengumandangkan adzan untuk Isya. (eramuslim)_Maa syaa Allah Laa quwwata Illa Billaah


PERMASALAHAN ADZAN HUKUM HUKUM ADZAN
Adzan termasuk salah satu wajb kifayah (kewajiban yang jika dilakukan oleh sebagian orang, maka hal itu dianggap cukup serta dihukumi gugur dari yang lainnya) bagi penduduk suatu kota dan suatu kampung, berdasarkan sabda Rasulullah saw;

عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ قَالَ النبي: إِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَليؤذّن لكم أحدكم    وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ

Dari Malik bin Al-Huwairits bahwa Nabi saw bersabda: “Apabila waktu shalat tiba, maka hendaklah salah seorang diantara kamu mengumandangkan adzan untuk kamu dan hendaklah yang paling tua  di antara kamu yang menjadi imam kamu.” (Mutafaqun Alaih)[2]

Tasulullah telah memerintahkan Malik bin Al-Huwairits mengumandangkan adzan dan sudah kita maklumi bahwa sebuah perintah nilainya untuk mewajibkan.[3]

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا غَزَا بِنَا قَوْمًا لَمْ يَكُنْ يَغْزُو بِنَا حَتَّى يُصْبِحَ وَيَنْظُرَ فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا كَفَّ عَنْهُمْ وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا أَغَارَ عَلَيْهِمْ

Dari Anas ra bahwa Nabi saw apabila memerangi suatu kaum bersama kami, Beliau tidak terus menyerang bersama kami hingga shubuh, dan memperhatikan jika beliau mendengar suara adzan maka Beliau menahan diri untuk menyerang mereka, dan jika tidak mendengar adzan maka Beliau terus menyerbu mereka.(Mutafaqun Alaih)

Bagi orang yang sedang bepergian dan yang berada di padang pasir dusunnahkan mengumandangkan adzan pada saat waktu shalat tiba.[4] Berdasarkan sabda Rasulullah saw;

“ Jika kamu sedang menggembalakan kambingmuaatau berada di padang pasirmu, hendaklah kamu mengumandangkan adzan shalat (saat  waktu shalat tiba) dan keraskanlah suaramu ketika mengumandangkannya karena tidaklah jin, menusia dan sesuatu yang mendengarkan lengkingan suara muadzin melainkan ia akan menjadi saksi baginya kelak pada hari kiamat.”[5]

PARA MUADZIN RASULULLAH

    a. Bilal bin Rabah.
    b. Amr bin Ummi Maktum, keduanya di Masjid Nabi di Madinah.
    c. Sa’ad al-Qardh di Masjid Quba
    d. Abu Mahdzurah di MasjidilHaram di Makkah.

KEUTAMAAN ADZAN

        a. Akan dipanjangkan lehernya pada hari kiamat

فَقَالَ مُعَاوِيَةُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Sesungguhnya para muadzin adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat.”

    b. Akan menjadi saksi pada hari kiamat

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي صَعْصَعَةَ الْأَنْصَارِيِّ ثُمَّ الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ قَالَ لَهُ إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الْغَنَمَ وَالْبَادِيَةَ فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ أَوْ بَادِيَتِكَ فَأَذَّنْتَ بِالصَّلَاةِ فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالنِّدَاءِ فَإِنَّهُ لَا يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلَا شَيْءٌ إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“ Dari Abdurrahmn bin Abdillah bib Abdurrahman bib Abi sha’sha’ah al-Anshori al-Mazini dari bapaknya, bahwa dimengkhabarkan kepadanya bahwa Abu Sa’id al-Khudri berkata kepadanya (yaitu Abdullah), “Sesungguhnya aku melihatmu senang kepada kawanan kambing dan hidup di tengah padang pasir. Oleh karena itu, apabila kamu berada di tengah-tengah kawanan kambingmu atau di kampungmu, lalu kamu adzan untuk shalat, maka keraskanlah suaramu karena karena tidaklah jin, menusia dan sesuatu yang mendengarkan lengkingan suara muadzin melainkan ia akan menjadi saksi baginya kelak pada hari kiamat.”Abu Sa’id berkata,”Aku mendengar riwayat ini dari Rasulullah saw.”

    c. Mendapatkan Shalawat dari Allah dan para malaikat-Nya

عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ وَالْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ مَدَّ صَوْتِهِ وَيُصَدِّقُهُ مَنْ سَمِعَهُ مِنْ رَطْبٍ وَيَابِسٍ وَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ صَلَّى مَعَهُ

    d. Akan terjaga dari syaitan

مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ فَلَا يُؤَذَّنُ وَلَا تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلَوَاتُ إِلَّا اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ

    e. Akan diampuni dosanya

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ اللَّهُمَّ أَرْشِدْ الْأَئِمَّةَ وَاغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِينَ

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَعْجَبُ رَبُّكَ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ رَاعِي غَنَمٍ فِي رَأْسِ الشَّظِيَّةِ لِلْجَبَلِ يُؤَذِّنُ بِالصَّلَاةِ وَيُصَلِّي فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ يَخَافُ شَيْئًا قَدْ غَفَرْتُ لَهُ وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ

 DISYARI’ATKANNYA ADZAN

Disyari’atkannya adzan adalah pada tahun pertama hijriyah.[6] Adapun sebabnya sebagaimana hadits berikut.

    a. نَافِعٌ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَقُولُكَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلَاةَ لَيْسَ يُنَادَى لَهَا فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِي ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ بُوقًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ فَقَالَ عُمَرُ أَوَلَا تَبْعَثُونَ رَجُلًا يُنَادِي بِالصَّلَاةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بِلَالُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلَاةِ.رواه أحمد و البخاري و مسلم.
    b. عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ قَالَ حَدَّثَنِى أَبِى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ قَالَ : لَمَّا أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالنَّاقُوسِ يُعْمَلُ لِيُضْرَبَ بِهِ لِلنَّاسِ فِى الْجَمْعِ لِلصَّلاَةِ أَطَافَ بِى وَأَنَا نَائِمٌ رَجُلٌ يَحْمِلُ نَاقُوسًا فِى يَدِهِ فَقُلْتُ لَهُ : يَا عَبْدَ اللَّهِ أَتَبِيعُ النَّاقُوسَ؟ قَالَ : وَمَا تَصْنَعُ بِهِ. فَقُلْتُ : نَدْعُو بِهِ إِلَى الصَّلاَةِ. قَالَ : أَفَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْ ذَلِكَ؟ قُلْتُ : بَلَى. قَالَ : تَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ ، حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. ثُمَّ اسْتَأْخَرَ غَيْرَ بَعِيدٍ قَالَ : ثُمَّ تَقُولُ إِذَا أَقَمْتَ الصَّلاَةَ : اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، أَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ ، قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْبَرْتُهُ مَا رَأَيْتُ فَقَالَ : « إِنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٍّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى ، فَقُمْ مَعَ بِلاَلٍ فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَأَيْتُ فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ ، فَإِنَّهُ أَنْدَى صَوْتًا مِنْكَ ». فَقُمْتُ مَعَ بِلاَلٍ فَجَعَلْتُ أُلْقِيهِ عَلَيْهِ وَيُؤَذِّنُ بِهِ ، فَسَمِعَ بِذَلِكَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَهُوَ فِى بَيْتِهِ فَخَرَجَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ وَيَقُولُ : وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَقَدْ رَأَيْتُ مِثْلَ مَا رَأَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : « فَلِلَّهِ الْحَمْدُ ».

 SIFAT ADZAN

عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ قَالَ لَمَّا أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّاقُوسِ يُعْمَلُ لِيُضْرَبَ بِهِ لِلنَّاسِ لِجَمْعِ الصَّلَاةِ طَافَ بِي وَأَنَا نَائِمٌ رَجُلٌ يَحْمِلُ نَاقُوسًا فِي يَدِهِ فَقُلْتُ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَتَبِيعُ النَّاقُوسَ قَالَ وَمَا تَصْنَعُ بِهِ فَقُلْتُ نَدْعُو بِهِ إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ أَفَلَا أَدُلُّكَ عَلَى مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْ ذَلِكَ فَقُلْتُ لَهُ بَلَى قَالَ فَقَالَ تَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ ثُمَّ اسْتَأْخَرَ عَنِّي غَيْرَ بَعِيدٍ ثُمَّ قَالَ وَتَقُولُ إِذَا أَقَمْتَ الصَّلَاةَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا رَأَيْتُ فَقَالَ إِنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَقُمْ مَعَ بِلَالٍ فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَأَيْتَ فَلْيُؤَذِّنْ بِه

Dari Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih, ia berkata; Tatkala Rasulullah telah mengambil keputusan hendak memukul naqus(lonceng), namun sebenarnya Beliau tidak suka karena menyerupai kaum Nashara, mak pada waktu tidur malam aku bermimpi ada yng mengelilingiku, seorang laki-laki mengenakan dua pakaian hijau memegang lonceng lalu akau bertanya kepadanya, “Wahai hamba Allah, apakah engkau menjual lonceng itu?” Jawabnya, “Apa yang akan kamu perbuat dengan lonceng ini?”Maka saya jawab, “ Denganny aku mengajak (orang-orang) untuk shalat (jama’ah). “ Kemudian laki-laki itu bertanya, “Maukah aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang lebih baik daripada itu? “Saya jawab, “Ya, tentu” Kata laki-laki itu, “Ucapkanlah: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) kecuali Allah, Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) kecuali Allah. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah. Mari mengerjakan shalat (jama’ah), Mari mengerjakan shalat (jama’ah),Mari menuju kemenangan,Mari menuju kemenangan. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Ilah yang patut diibadahi selain Allah.”

Abdullah melanjutkan ceritanya: Kemudian ia mundur tidak seberapa jauh, lalu berkata lagi, “Kemudian apabila engkau akan memulai mendirikan shalat, ucapkanlah: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. . Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) kecuali Allah. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah. Mari mengerjakan shalat (jama’ah). Mari menuju kemenangan. Sesungguhnya shalat akan segera ditegakkan. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Ilah yang patut diibadahi selain Allah.

Kata Abdullah bin Zaid laigi: Tatkala waktu shubuh tiba saya datang kepada Rasulullah saw, lalu kukabarkan kepadanya mimpiku semalam itu. Kemudian Rasulullah bersabda,” Sesungguhnya mimpi ini adalah benar, insya Allah.” Lalu beliau menyuruh Kami mengumandangkan adzan, maka Bilal bekas budak Abu Bakar mengumandangkan adzan dengan redaksi adzan itu.” (Hasan Shahih: Shahih Abu Daud no: 469, al-Fathur Rabbani III :14 no:244, ‘Ainul Ma’bud II:169 no:495, Tirmidzi I:122 no 189 secara ringkas, dan Ibnu Majah I: 232 no 706)

 PERSYARATAN MUADZIN

Sebaiknya muadzin itu adalah orang yang jujur, suaranya lantang dan mengetahui waktu-waktu shalat. Saat mengumandangkan adzan, hendaklah ia mengumandangkannya dari tempat yang tinggi  seperti menara dan yang lainnya. Hendaklah ia memasukkan kedua telunjuknya pada lubang kedua telinganya sambil menoleh ke samping kanan dan ke samping kiri, seraya menyerukan kalimat “Hayya alas shalaah, Hayya ‘alal Falah” kemudianhendaklah ia tidak mengambil hayaran atas adzannya, kecuali dari Baitul Mal (kas negara) atau dari wakaf.[7]

DIANJURKAN MUADZIN MENGUCAPKAN DUA KALI TAKBIR DALAM SEKALI NAFAS

عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ فَقَالَ أَحَدُكُمْ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

Dari Umar bin Khottab ra bahwa Rasulullah saw bersbda, “ Apabila muazin mengucapkan ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, kemudian muadzin mengucapkan, ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH, Lalu ia mengucapkan juga, ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH….”(Shahih: Shahih Abu Dawud no:527, Muslim I: 289 no:385 dan ‘Ainul Ma’bud II:228 no 523)

Dalam hadits di atas terkandung isyarat yang jelas bahwa muadzin mengucapkan setiap dua takbir dalam satu nafas, dan orang yang mendengar pun menjawabnya seperti itu. [8]

DIANJURKAN MENGULANGI TARJI’

Tarji’ ialah mengulangi bacaan syahadatain, dua kali pertama dengan suara pelan dan dua kali kedua dengan suara keras.[9]

عَنْ أَبِي مَحْذُورَةَ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ عَلَّمَهُ هَذَا الْأَذَانَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ثُمَّ يَعُودُ فَيَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ مَرَّتَيْنِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ مَرَّتَيْنِ زَادَ إِسْحَقُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

Dari Abu Mahdzurah ra, bahwa Rasulullah saw pernah mengajarinya adzan ini: ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH, ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH, kemudian beliau mengulanginya dengan mengucapkan lagi : ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH, ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH, HAYYA ALASHALAAH HAYYA ALASHALAAH,  HAYYA ALAL FALAAH HAYYA ALAL FALAAH, ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, LAAILAAHA ILLALLAH. (Shahih: Mukhtashar Muslim no : 191 dan Muslim I: 287 no: 379)

11. TATSWIIB PADA ADZAN PERTAMA SHALAT SHUBUH

Disyari’atkan bagi muadzin untuk tatswiib yaitu mengucapkan pada adzan subuh setelah Hayya  ‘Alaa Shalah Hayya ‘Allal Falah dengan mengucapkan As-Shalatu khoiru minannaum.

عَنْ أَبِي مَحْذُورَةَ قَالَ كُنْتُ أُؤَذِّنُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكُنْتُ أَقُولُ فِي أَذَانِ الْفَجْرِ الْأَوَّلِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

Dari Abu Mahdzurah ra bahwa Nabi pernayh mengajarinya adzan yang di dalamnya ada ucapan; HAYYA ‘ALLAL FALAH HAYYA ‘ALLAL FALAH, AS-SHALATU KHOIRU MINANNAUM AS-SHALATU KHOIRU MINANNAUM, pada adzan shubuh pertama, ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, LAA ILAAHA ILLALLAH. (Shahih: Shahih Nasa’I no: 628 dan Nasa’I II:7)

12. DIANJURKAN ADZAN PADA AWAL MASUKNYA WAKTU SHALAT DAN MENDAHULUKAN PADA WAKTU SHUBUH KHUSUSNYA

Adzan di kumandangkan pada awal waktu, tanpa menyegerakannya dan tanpa mengakhirkannya, kecuali adzan shubuh, maka disyari’atkan untuk mengawalkannya, kalau bisa membedakan antara adzan awal dan adzan kedua, sampai tidak terjadi lagi syubhad.

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ كَانَ بِلَالٌ يُؤَذِّنُ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ لَا يَخْرِمُ ثُمَّ لَا يُقِيمُ حَتَّى يَخْرُجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِذَا خَرَجَ أَقَامَ حِينَ يَرَاهُ

Dari Jabir bin Samurah ra. Berkata, “Adalah Bilal biasa adzan dengan sempurna bila metahari bergeser ke barat, kemudian ia tidak mengumandangkan iqamah hingga Nabi saw keluar kepadanya, mak ketika beliau telah keluar ia mengumandangkan iqamah ketika ia melihatnya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 503, al-Fathur Rabbani III:35 no:283 dan lafadz ini baginya, Muslim I: 423 no:606, ‘Aunul Ma’bud II:241 no:533 semakna

عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ

Dari Ibnu Umar ra, bahwa Nabi saw bersabda “ Sesungguhnya Bilal biasa adzan di waktu malam, maka hendaklah kamu makan dan minum hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan.” (Mutafaqun ‘Alaih)[10]

Nabi sudah menerangkan hikmah didahulukannya adzan shubuh sebelum waktunya dengan sabdanya:

لَا يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ أَوْ أَحَدًا مِنْكُمْ أَذَانُ بِلَالٍ مِنْ سَحُورِهِ فَإِنَّهُ يُؤَذِّنُ أَوْ يُنَادِي بِلَيْلٍ لِيَرْجِعَ قَائِمَكُمْ وَلِيُنَبِّهَ نَائِمَكُم

“ Janganlah sekali-kali adzan Bilal mencegah salah seorang di antara kamu dari sahurnya, karena sesungguhnya ia memberihatu atau Beliau bersabda, ‘ia berseru di waktu malam agar orang yang biasa bangun malam di antara kamu kembali pulang (ke rumahnya) dan untuk membagunkan orang yang sedang tidur nyenyak di antara kamu.”(Mutafaqun ‘Alaih)[11]

BACAAN KETIKA MENDENGAR ADZAN

Disunnahkan bagi yang mendengarkan muadzin yang sedang adzan, untuk mengucapkan dzikir sebagai berikut.

    a. Mengucapkan seperti apa yang di ucapkan muadzin, kecuali pada Hai’alataini (hayya alashalaah,  hayya alal falaah) yaitu dengan mengucapkan setelah kalimat itu dengan “laa haula wala quwwata illa billah’.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ

Dari Abu Sa’id ra bahwa Nabi saw bersabda, “Apabila kamu mendengar penggilan (adzan). Maka ucapkanlah seperti yang diucapkan muadzin!.”(Mutafaqun ‘Alaih)

عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ فَقَالَ أَحَدُكُمْ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ فَإِذَا قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَإِذَا قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

Dari Umar bin Khottab ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apabila muadzin mengucapkan ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, lalu seseorang di antara kamu mengucapkan juga ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR kemudian muadzin mengucapkan ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH, ia mengucapkan juga, ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH. Kemudian muadzin mengucapkan, ‘ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH, ia mengucapkan ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH. Kemudian muadzin mengucapkan, HAYYA ALASHALAAH, maka ia mengucapkan LAA HAULAA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAH (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), kemudian muadzin mengucapkan HAYYA ALAL FALAAH, ia mengucapkan LAA HAULAA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAH, kemudian muadzin mengucapkan ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR ia juga mengucapkan ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, kemudian muadzin mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAH. Dari lubuk hatinya, maka pasti ia masuk jannah.”(Shahih)

Berkata Nawawi : “ Disunnahkan bagi yang mengikuti untuk mengucapkan seperti yang di ucapkan muadzin di selain Hai’alataini , untuk menunjukkan atas rihonya dengannya, dan atas sepakatnya atas itu. Adapun Hai’alataini, maka ini adalah panggilan atau ajakan untuk shalat, dan ini tidak dilakukan bagi selain muadzin. Maka di sunnahkan kepada yang mengikutinya dengan ucapan yang lain yaitu “laa haula wala quwwata illa billah’’ karena kalimat itu adalah hak kuasa murni kepada Allah swt. Sebagai mana yang tertera dalam ash-Shahihain:

عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ   أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ

Dari Abu Musa Al-Asy’ariy ra berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda, “laa haula wala quwwata illa billah adalah harta simpanan dari harta-harta simpanan jannah”(Mutafaqun ‘Alaih)[12]

Dan disunnahkan untuk mengikutinya bagi setiap yang mendengarnya. Baik yang mendengar itu suci ataupun berhadas, junub maupun haid, besar atau kecil. Karenan itu adalah merupakan dzikir dan semuanya adalah sebagai ahlu dzikir. Kecuali orang yang sedang shalat, yang sedang di wc, sedang jima’ namun kalau sudah selesai dari itu maka dia langsung mengikutinya (muadzin). Apabila mendengarkan muadzin pada waktu qiro’ah, dzikir, pelajaran atau yang lainnya, maka diberhentikan dulu kemudian mengikuti muadzin, setelah itu bisa melanjutkan kembali aktifitasnya kalau mau.[13]

Adapun pada waktu shalat fardhu atau nafilah, maka Imam Syafi’I dan sahabatnya mengatakan; “Tidak mengikutinya (muadzin), kalau sudah selesai ia baru mengikutinya”. Syaikh Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni mengatakan;”Barangsiapa yang masuk masjid kemudia dia medegarkan muadzin, maka disunnahkan untuk menunggunya sampai selesai, dan mengucapkan seperti apa yang diucapkan muadzin, menggabungkan antara dua keutamaan. Namun kalau tidak mengucapkan seperti yang di ucapkan muadzin maka tidak mengapa kalau dia memulai shalat.

    b. Bershalawat kepada Nabi Muhammad r setelah adzan dengan salah satu cara yang ditetapkan, kemudian meminta kapada Allah U untuk Nabi  r wasilah sebagai mana sabda Rasulullah r.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ

Dari Abdullah bin Amr t bahwa ia mendengar Nabi r bersabda, “ Apabila kamu mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti yang diucapkannya. Kemudian bershalawatlah kepadaku, karena barangsiapa yang bershalawat sekali kepadaku, maka Allah akan membalasnya sepuluh kali kepadanya, kemudian mintalah kepada Allah untukku wasilah, karena sungguh ia adalah kedudukan yang tinggi disurga yang tidak patut (diraih) kecuali oleh seorang hamba dari kalangan hamba-hamba Allah. Dan aku berharap akulah orangnya. Maka barangsiapa yang memohon wasilah kepada Allah untukku, niscaya ia berhak mendapatkan syafa’at.”

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Dari Jabir ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang ketika (usai) mendengar panggilan adzan mengucapkan “Ya Allah, Rabb pemilik panggilan yang sempurna dan shalat yang akan dilaksanakan ini berikan kepada Muhammad  wasilah dan keutamaan, dan bangkitkanlah Beliau pada kedudukan yang tepuji yang engkau janjikan padaya.” Maka ia berhak mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat.’(HR. Al-Bukhori)

DO’A SETELAH ADZAN[14]

Waktu antara adzan dan iqamah adalah waktu yang diharapkan di kabulkannya do’a, maka di sunnahkan untuk memperbanyak do’a pada waktu itu. Sebagaimana hadit Rasulullah:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدُّعَاءُ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ

“Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah saw bersabda;”Tidak ditolak do’a (yang dipanjatkan) antara adzan dan iqamah.”

قالوا: فماذا نقول يا رسول الله، قال: سلوا الله العفو والعافية في الدنيا والآخرة”

Mereka bertanya,”apa yang harus kami panjatkan ya Rasulullah? Beliau bersabda:” Mintalah kepada Allah ampunan dan kekuatan baik di dunia maupun di akhirat.”

DZIKIR KETIKA IQAMAH[15]
Disunnahkan bagi yang mendengarkan iqamah untuk mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh yang mengumandangkannya. Kecuali ketika bacaan”QOD QOOMATIS SHOLAAH” maka disunnahkan untuk mengucapkan “AQOOMAHAALLAHU WA ADAAMAHA”.kecuali ketika bacaan Hai’alaataini (Hayya alas shalaah, Hayya ‘alal Falah), maka disunnahkan mengucapkan Laa haulaa walaa quwwata illa billah

عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ بِلَالًا أَخَذَ فِي الْإِقَامَةِ فَلَمَّا أَنْ قَالَ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقَامَهَا اللَّهُ وَأَدَامَهَا

Dari beberapa sahabat Nabi saw menyatakan, bahwa ketika Bilal mengumandangkan Iqamah, ketika membaca QOD QOOMATIS SHOLAAH, Rasulullah mengucapkan AQOOMAHAALLAHU WA ADAAMAHA. (Abu Daud:528)

HAL-HAL YANG   DIANJURKAN BAGI MUADZIN

Dianjurkan bagi muadzin untuk memiliki beberapa sifat berikut ini:

    Hendaknya muadzin meniatkan adzannya demi mendambakan ridha Allah. Maka dari itu , ia tidak mengambil upah dari profesinya sebagai tukang adzan.

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْنِي إِمَامَ قَوْمِي فَقَالَ أَنْتَ إِمَامُهُمْ وَاقْتَدِ بِأَضْعَفِهِمْ وَاتَّخِذْ مُؤَذِّنًا لَا يَأْخُذُ عَلَى أَذَانِهِ أَجْرًا

Dari Utsman bin Abil ‘Ash berkata, “Ya Rasulullah, angkatlah aku sebagia imam bagi kaumku!” Maka jawab beliau, “Engkau adalah imam mereka; dan jadikanlah yang paling lemah di antara mereka sebagai ukuran, dan angkatlah muadzin yang tidak mengambil upah dari adzannya.”(Shahih)[16]

    Hendaklah muadzin suci dari hadats besar dan kecil. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembahasan hal-hal yang dianjurkan baginya berwudhu.
    Hendaklah ia berdiri menghadap kiblat. Ibnu Mundzir berkata: sesuatu yang telah menjadi ijma’ (kesepakatan para ulama) bahwa berdiri ketika adzan adalah merupakan sunnah Nabi Muhammad saw, karena suara bisa lebih keras, dan termasuk sunnah juga ketika adzan menghadap kearah kiblat, sebab para muadzin Rasulullah saw mengumandangkan adzan sambil menghadap kearah kiblat.
    Menghadapkan wajah dan lehernya ke sebelah kanan ketika mengucapkan ‘Hayya alashshalah’ dan ke sebelah kiri ketika mengucapkan ‘Hayya alal falaah’ sebagaimana yang telah dijelaskan sebagai berikut:

عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ رَأَى بِلَالًا يُؤَذِّنُ فَجَعَلْتُ أَتَتَبَّعُ فَاهُ هَهُنَا وَهَهُنَا بِالْأَذَانِ

Dari  Abi Juhaifah bahwa ia pernah melihat Bilal beradzan, ia berkata “kemudian saya ikuti mulutnya ketika ke arah sini dan sini dengan adzan tersebut.”(Mutafaqun ‘Alaih)[17]

    Memasukkan kedua jari ke dalam telinganya, karena ada pernyataan dari Abu Juhaifah:

عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ بِلَالًا يُؤَذِّنُ وَيَدُورُ وَيُتْبِعُ فَاهُ هَا هُنَا وَهَا هُنَا وَإِصْبَعَاهُ فِي أُذُنَيْه

Dari Abi Juhaifah ia berkata, “Saya melihat Bilal adzan dan berputar serta mengarahkan mulutnya ke sini dan ke sini, sedangkan dua jarinya berada ditelinganya.”(Shahih)[18]

    Mengeraskan suaranya ketika adzan, sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Nabi saw;

فَإِنَّهُ لَا يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلَا شَيْءٌ إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“karena sesungguhnya tidaklah akan mendengar  sejauh suara muadzin, baik jin, manusia, adapun sesuatu yang lain, melainkan mereka akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat.”(Shahih)[19]

    g. Hendaknya pelan-pelan dalam adzan, memfasihkan setiap kalimatnya dengan tenang, dan mencepatkan dalam iqamah.[20]
    h. Tidak diperbolehkan untuk berbicara pada waktu Iqamah, dan di makruhkan pada waktu adzan. Sebagaimana perktaan Abu Daud:”Saya berkata kepada Ahmad; ‘apakah seseorang berbicara ketika adzan? Dia menjawab:’Ya’ dan bertanya lagi: ‘apakah berbicara pada waktu iqamah? Dia menjawab :’Tidak, karena iqamah di sunnahkan dengan cepat.”

TATA CARA IQAMAH[21]

Dalam iqamah ada tiga cara diantaranya;

    Empat kali takbir pertama dan dua kali setiap kalimatnya, kecuali kalimat  yang terakhir. Sebagaimana hadits Abu Mahdzurah

”Bahwasannya Nabi saw mengajarinya iqamah 17 kalimat: ALLAHU AKBAR 4x, ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAH 2x, ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH 2x, HAYYA ‘ALAS SHALAAH 2x, HAYYA ‘ALAL FALAAH 2x, QOD QOMATIS SHALAAH QAD QAAMATIS SHALAAH, ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, LAA ILAAHA ILLALLAH.(HR, Khomsah dan di shahihkan oleh At-Tirmidzi)[22]

    b. Dua kali takbir pertama dan yang terakhir dan dua kali bacaan qad qaamatis shalaa, dan sekali di semua kalimatnya. Maka jumlah semuanya adalah 11 kalimatnya. Sebagaimana hadits Abdullah bin Zaid:

وَتَقُولُ إِذَا أَقَمْتَ الصَّلَاةَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

“Kemudian apabila engkau akan memulai mendirikan shalat, ucapkanlah: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. . Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) kecuali Allah. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah. Mari mengerjakan shalat (jama’ah). Mari menuju kemenangan. Sesungguhnya shalat akan segera ditegakkan. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Ilah yang patut diibadahi selain Allah.

    c. Cara ini seperti cara yang kedua, kecuali pada kalimat Qad Qaamati Shalah. Kalimat ini tidak diulang dua kali, akan tetapi hanya satu kali saja. Maka jumlah semuanya menjadi 10 kalimat. Cara ini yang diambil oleh Imam Malik, karena ini kebiasaan Penduduk Madinah. Hanya saja Ibnu Qayyim mengatakan; “ Sama sekali tidak sah dari Rasulullah saw kalau kalimat Qad Qaamati Shalah hanya dibaca satu kali.” Dan berkata Abdul Bar:  “kalimat itu dibaca dua kali pada setiap keadaan.”

JARAK ANTARA ADZAN DAN IQAMAH

Sebaiknya tentang waktu antara adzan dan iqamah disediakan kesempatan yang cukup untuk bersiap-siap shalat dan menghadirinya, karena adzan disyari’atkan untuk waktu itu. Jika tidak demikian, maka hilanglah faidah adzan. Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari II: 106 menyebutkan, bahwa Ibnu Baththal menegaskan, tentang rentang waktu itu tidak didapati batasan jelasnyaa, yang penting, adzan dimaksudkan untuk memastikan telah masuknya waktu shalat dan agar masyarakat berkumpul di masjid.

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ كَانَ مُؤَذِّنُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤَذِّنُ ثُمَّ يُمْهِلُ وَلَا يُقِيمُ حَتَّى إِذَا رَأَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ خَرَجَ أَقَامَ الصَّلَاةَ حِينَ يَرَاهُ

Dari jabir bin Samurah berkata, ketika muadzin Rasulullah mengumandangkan adzan kemudian bersiap-siap dan tidak mengumandangkan iqamah sampai melihat Rasulullah saw keluar, kamudian mendirikan shalat ketika telah melihat Rasulullah.(HR. Muslim)

KELUAR DARI MASJID SESUDAH ADZAN DI KUMANDANGKAN

Telah ada larangan tentang yang meninggalkan jawaban Adzan, begitu pula tentang larangan keluar dari masjid setelah di kumandangkannya adzan, kecuali kalau ada udzur (halangan) dan ada keinginan untuk kembali.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كُنْتُمْ فِي الْمَسْجِدِ فَنُودِيَ بِالصَّلَاةِ فَلَا يَخْرُجْ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُصَلِّيَ

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah saw memerintahkan kita “Kalau kalian berada dimasjid maka kerjakanlah shalat, dan janganlah kalian keluar sampai shalat terlebih dahulu.(HR. Ahmad, dengan isnad Shahih)

عنِ أَبِي الشَّعْثَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ خَرَجَ رَجُلٌ مِنْ الْمَسْجِدِ بَعْدَمَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ فَقَالَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ

Dari Abu Asy-Sya’tsa’ dari Bapaknya dari Abu Hurairah ia berkata, “Telah keluar seorang laki-laki dari masjid setelah muadzin mengumandangkan adzan, kemudian Abu Hurairah menyatakan: Adapun orang itu, sungguh ia telah berbuat durhaka kepada Abul Qasim saw.(HR. Muslim)

حَدَّثَنَا سَهْلٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ الْجَفَاءُ كُلُّ الْجَفَاءِ وَالْكُفْرُ وَالنِّفَاقُ مَنْ سَمِعَ مُنَادِيَ اللَّهِ يُنَادِي بِالصَّلَاةِ يَدْعُو إِلَى الْفَلَاحِ وَلَا يُجِيبُهُ

Dari Sahl dari Bapaknya dari Rasulullah saw. Beliau Bersabda,”Sungguh keras watak (tidak berguna), kekafiran, kemunafikan, barangsiapa yang mendengarkan panggilan Allah, memanggil untuk shalat, menyeru kepada kemenangan tetapi tidak memenuhinya.”(HR. Ahmad dan Tabraniy)

Sebagian Ahlu Ilmi mengatakan:” Ini adalah penekanan dan penegasan, tidak ada rukhsah (keringanan) bagi yang meninggalkan jama’ah, kecuali kalau ada udzur (halangan).”

ADZAN DAN IQAMAH BAGI SHALAT YANG TERTINGGAL

Orang yang tertidur atau lupa dari shalatnya disyari’atkan juga adzan dan iqamah ketika akan shalat.

لما رواه أبي داود, في القصة التي نام فيها النبيّ صل الله عليه وسلم وأصحابه, ولم يستيقظوا حتى طلعت الشمس أنه أمر بلالا فأذن وأقام وصلى(أبو داود-436- من حديث أبي هريرة)

Berdasarkan riwayat Abu Daud tentang kisah tidurny Nabi dan para sahabatnya, yang tidak bangun sampi terbit matahari, kemudian Nabi memerintahkan Bilal (yang mengumandangkan adzan), kemudian ia adzan dan lalu iqamah dan shalat.

Jika shalat yang terlalaikan lebih dari satu shalat, maka hendaklah orang yang bersangkutan adzan sekali dan iqamah untuk masing-masing shalat, karena ada riwayat berikut;

قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ إِنَّ الْمُشْرِكِينَ شَغَلُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ يَوْمَ الْخَنْدَقِ حَتَّى ذَهَبَ مِنْ اللَّيْلِ مَا شَاءَ اللَّهُ فَأَمَرَ بِلَالًا فَأَذَّنَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعِشَاءَ

Dari Abdullah bin Mas’ud ra ia berkata, “Sesungguhny kaum musyrikin pernah membuat sibuk Rasulullah saw dari empat shalat ketika perang Khandaq hingga sebagian malam berlalu sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian Beliau menyuruh Bilal (adzan), lalu ia adzan kemudian iqamah, lantas Beliau shalat dzhuhur kemudian iqamah lalu shalat ‘asar, kemudian iqamah, lalu shalat maghrib, kemudian iqamah lantas shalat isya’.”(Shahih)[23]

SIAPA YANG ADZAN, MAKA DIA YANG IQAMAH

Diperbolehkan bagi yang mengumandangkan iqamah orang yang adzan dan yang selainnya. Ini adalah kesepakatan Ulama’. Tetapi yang lebih utama adalah orang yang iqamah yaitu yang adzan.

Imam Syafi’I berkata: “Kalau seseorang itu adzan, maka aku lebih suka kalau dia juga yang iqamah.”

Imam Tirmidzi berkata: “ Pekerjaan ini (iqamah) dalam pandangan kebanyakan ahlu ilmi adalah ‘ Siapa yang adzan, maka dia juga yang iqamah’.”

ADZAN DAN IQAMAHNYA SEORANG WANITA

Berkata Ibnu Umar ra, :” Tidak ada adzan dan iqamah bagi wanita.”(riwayat Al-Baihaqi dengan sanad shahih)

Sebagaimana juga Anas, al-Hasan, Ibnu Sirrin, An-Nakho’I, Ats-Tsauriy, Malik, Abu Tsaur, dan ahlu Ra’yi berpendapat sama.

Berkata Imam Syafi’I dan Ishaq; “ Wanita jika adzan dan Iqamah, maka tidak mengapa. Diriwayatkan dari Ahmad: “Jika para wanita melakukan itu, maka tidak mengapa. Dan jika tidak-pun juga tidak mengapa (boleh-boleh saja).

عَنْ عَائِشَةَ : أَنَّهَا كَانَتْ تُؤَذِّنُ وَتُقِيمُ وَتَؤُمُّ النِّسَاءَ وَتَقُومُ وَسَطَهُنَّ.

Dari ‘Aisyah ra: “Bahwasannya Beliau adzan dan iqamah dan para wanita bermakmum dan berdiri di tengah-tengah merekan.”(HR. Al-Baihaqi)
______________
keterangan gambar : berlokasi di Gua samangki "leang jariayah" kabupaten maros
Sumber : [1]. Fiqh sunnah I:127 cetakan Darul fath. Minhajul Muslim hal 361. Al-Wajiz hal 151 [2]. Fathul Bari II: 111 no: 631 dan Muslim I: 465 no: 674 [3]. Al-Wajiz hal: 151 [4]. Pedoman hidup seorang muslim (Minhajul Muslim) hal 362 [5]. Al-Bukhari 609 [6]. Fiqh Sunnah hal: 129 cetakan Darul Fath [7]. Pedoman seorang Muslim (Minhajul Muslim) hal 363 [8]. Syarhu Muslim III:79 [9]. Syarhu Nawawi Muslim III:81 [10]. Fathul Bari II:104 no:622 dan Muslim II:38 dan 1092 [11].

Fathul Bari II; 103 no 621 dan Muslim II;768 no:1093 dan ‘Aunul Ma’bud VI: 472 no: 2330 [12]. Al-Bukhori 4202 dan Muslim 2704 [13]. Fiqhu Sunnah hal; 133 cetakan Darul Fath [14]. Fiqhu Sunnah I:133 [15]. Fiqhu Sunnah I:134 [16]. Shahih Abu Daud no: 497, ‘Aunul Ma’bud II:234 no:527, Nasa’I II:23 dan Ibnu Majah: 236 no:714 kalimat terakhir berasal dari Ibnu Majah [17]. Fathul Bari II:114 no:634, Muslim I:360 no:503, ‘Aunul Ma’bud II:219 no:516, Tirmidzi I: 126 no:197 dan Nasa’I II:12 [18].

Shahih Tirmidzi no:164 dan Sunnah Tirmidzi I:126 no:197 [19]. Shahih Nasa’I no: 625, fathul Bari II:87:609 dan Nasa’I II:12 [20]. Fiqhu Sunnah I: 136 cetakan Darul Fath [21]. Fiqhu Sunnah I:131 cetakan Darul Fath [22]. Abu Daud no:502, Tirmidzi no: 192, An-Nasa’I no:629, Ibnu Majah no: 709, Ahmad no 409) [23]. Shahih Nasa’I no:638, Tirmidzi I:115 no:179 dan Nasa’I I no:279 http://kabarpagimu.blogspot.com Amin Wahyu elfatraniy
______
Sangbaco, "ulasan ini wawasan belajar Islam dari berbagai sumber, suka menjadikan bacaan tema Skripsi Adzan |Pengertian  & Sejarah, semoga bermanfaat

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images