Al Ghozi anak SD Jadi Ikan kolam
Jumat, Februari 17, 2012Kisah hidup tak selalu mirip drama cinta yang terbiasa berakhir bahagia, maka diapun mengusap air matanya dan perlahan pergi menjauh, meninggalkan semua mimpi dan harapannya, air yang dulu jernih kini terlihat keruh, dia yang kemarin menari-nari di dalamnya, kini hanya tinggal khayalan dan ikan kecil yang malang tetap sendiri dengan segala mimpinya..."Al ghosi" nama bocah itu
ia benar-benar membawa ikan kecil itu ke suatu tempat yang abadi, ke "kolam ikan" miliknya.
Menghadirkan kolam ikan di area lahan yang sempit, ini faktaku....Kolam ikan sekaligus jembatan untuk motor, juga untuk ke-asri-an rumah ?, Kolam ikan lebih sering/kebanyakan orang menghadirkannya di pekarangan, kali ini lain sebab area halaman rumah sebelumnya telah tergantikan dengan dego-dego (bahasa Bugis : serambi depan pada rumah adat Bugis Makassar),
Kolam Ikan Al Ghozi, terpikir membuatnya di bawah tangga, dengan sedikit rumit jika dikaitkan dengan bobot tangga yang anak tangga pertamanya harus menggantung diatas pedataran air kolam maklumlah tipe Rumah Panggung, keadaan ini lebih baik jika sejak awal kolam ikan dibawah tangga tersebut masuk dalam pencanangan keseluruhan konstruksi ramah.
Ikan hasil tangkapan Al Ghosi di sawah sepulang sekolah juga di selokan (saat sehabis banjir), memaksa keberadaan kolam penampungan ikan, terbayang bahwa ini bagian dari mimpinya, mimpi yang harus terkait dengan pemandangan indah dan kesesuaian tata rumah : kukira, aku menerawang tentang hawa sejuk yang menyenangkan mata melalui gemericik air yang mengalir lewat kelebatan ikan dalam kolam, dan setelah ini aku mengajakmu bertamu kerumah tuk menyaksikan tangkapan ikan Al Ghosi. ia senyum gembira jika kau datang.
Kolam ikan memang asyik apakah dalam rumah seperti punya tetangga sebelah atau di pekarangan rumah seperti milik bapak anggota dewan itu, kiranya sebuah daya tarik tersendiri dan menjadi bagian dari seni menata rumah,
Tapi jika memang tidak ada ruang, maka bisa menggunakan akuarium yang diletakkan di ruang tamu atau pun di ruang keluarga, demikian pun susah..!, yah..buatlah seperti kolam buatanku di bawah tangga rumah, hehe...usai pembuatan lengkap dengan jembatan yang menuju ke ujung tangga tembus ke bawah kolom rumah tempat parkir motor tuaku /pesva 1961, aku berkesimpulan bahwa "sekecil apapun ruang tersebut dapat saja kita sulap untuk kepentingan estetika juga demi sejuk di matamu...". (ikan arwana jenis paling di iming-iming i' al ghozi seperti berikut berikut ini.
Kolam ikan ternyata juga menarik perhatian tamu yang datang, terlebih lagi anak-anak. Cerita tentang anak-anak dan kolam ikan ini adalah sebuah perspektif psikologi, sebagaimana yang yang terjadi "aku sering MENGINGATKAN mereka sepulang dari ngaji (maklum depan rumah merupakan tempat lintasan anak-anak kerumah guru ngaji mereka) dalam bahasa pasar "jangki buang pembungkus es ta situ di nak, jangki kasih turunki sendalta / cuci kaki, juga jangki tangkapki ikanku kodong..nah...", (artinya : jangan buang pembungkus esnya dikolam ya.., dst), tetapi anak-anak kita rupanya, lebih terefleksi dengan keasyikan pada kolam ketimbang peringatan saya sebelumnya, haha..ha...tampak bahwa tindakan anak-anak tersebut diluar kesadaran mereka...ah...dasar anak-anak.....("sabarki"...hiburku)
Terhadap suhu kolam maka perhatian beralih pada ketersediaan sinar matahari terhadap tumbuhan air sebagai pelengkap asesoris kolam tersebut. Sebab, hal ini juga akan berkaitan dengan tumbuhan lumut yang ada dalam kolam, dengan kecenderung akan tumbuh ketika terkena cahaya matahari sebagai manfaat bahwa lumut tersebut dapat juga berfungsi selain makanan tambahan di samping butiran kemasan yang banyak di pasarkan. Juga tentang aksesibilitas pada pasokan volume air untuk kolam. dan hal yang sedikit rahasia harus terkatakan menguat dari cerita bebera orang pemilik kolam bahwa, "perhatikanlah kedalaman yang tepat jika berencana untuk mengembang-biakkan ikan yang lebih kecil, dianjurkan tidak membuat kolam yang terlalu dalam, namun jika berencana dengan ikan yang lebih besar, sebaiknya perlu menyesuaikan".
"Bukan hal itu", pikirku, tapi sebuah tempat duduk dekat kolam itu, ya.. hal tersebut adalah ruang privat untuk berimajinasi, melepaskan stress..juang menjadi ruang santap siang, haha...,dan yang lebih penting bahwa kolam bawah tangga ini "tempat bening bagi Al Ghosi bercermin mengulas senyumnya...
Karena kuingin ikan yang banyak maka mengisi dengan ikan nila jenis hias saja (berwarna-warni / merah kuning juga keputihan) kubeli dengan harga 50.000 sebanyak 100 ekor sebesar ibu jari, kebetulan penjual bibit ikan di Maros sini banyak, dan tinggal telpon saja beberapa menit kemudian kolam siap di isi.
_________
kaimuddin mbck "Kolam ikan Untuk Al Ghosi"
Sapardi Djoko Damono dalam buku" puisi Kolam (Editum, 2009) menghimpun 51 karya baru penyair
senior Indonesia, . Terdiri atas tiga bagian dan
tanpa nomor halaman, buku ini membuktikan betapa Sapardi adalah salah
satu dari sangat sedikit pujangga sepuh yang masih produktif di negeri
ini. Di usianya yang kini menjelang 70 tahun, ia masih memukau pembaca
sastra Indonesia dengan taburan puisi yang kian matang dalam hal
penguasaan bahasa serta makin berbobot dalam hal isi. Sebuah stamina
literer yang-meskipun tidak mengejutkan-jelas mengagumkan dan layak
dicemburui oleh generasi penyair yang lebih muda.
Seperti dalam buku-buku puisinya yang terdahulu, Sapardi dalam
Kolam tetap menunjukkan kelasnya sebagai "alkemis kata": seorang
kreator yang piawai mengubah logam kata-kata biasa menjadi emas puitik
yang berkilauan. Makna puisi-puisi Sapardi sepenuhnya dibangun dengan,
dan melalui, amalgam kata-kata. Sang penyair menggali makna dari dalam
kata, yang adalah tanda (sign), dengan menjelajahi jurang tanpa-dasar
yang menganga di antara penanda (signifier) dan petanda (signified).
Berbekal pengetahuan dan kepekaan tentang ramuan ajaib kata,
suatu alkemi rahasia kata, Sapardi mentransmutasi kata keseharian
hingga menjadi energi puitik murni yang vibrasinya menyentuh pengalaman
estetik pembaca. Di tangannya, kata seolah mendapatkan tuah. Ungkapan
verbal lumrah dalam puisi Sapardi menjelmakan sebuah "dunia di seberang
bahasa" yang enigmatik, tempat segalanya terlihat begitu bening tapi
sekaligus tak tertembus, begitu akrab namun selalu tak tertangkap.
Buku puisi Kolam melanjutkan prestasi khas Sapardi sejak dulu
sebagai penyair yang sukses mendulang emas puitik dengan khusyuk
bertafakur merenungkan hal-ihwal sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
Ilham puisinya dipetik dari observasi tajam dan refleksi mendalam
terhadap momen-momen kecil, fenomena remeh-temeh, yang kerap dianggap
tidak penting dan sering luput dari perhatian orang ramai. Dengan
imajinasi puitik tingkat tinggi, sang penyair secara intensif "membaca"
kolam ikan di pekarangan, pohon belimbing, pemulung, burung, hujan,
selokan, kabut, asap pabrik, sebilah pisau, secangkir kopi, atau
secarik kertas. Dia memilih obyek-obyek yang terkesan banal dan
bersahaja justru untuk menyingkapkan potensi kedalaman dan kompleksitas
mereka sebagai citra puitik yang menginspirasikan makna.
inspirasi konstruksi kolam ikan |
Dengan tatapan yang menolak berhenti pada kulit realitas,
Sapardi menangkap momen-momen revelasi duniawi yang sering luput dari
perhatian, tersisih oleh derasnya arus sungai kehidupan kontemporer
yang dangkal. Itulah momen pengalaman puitik yang "mistis", ketika
realitas material tersentuh cahaya imajinasi sang penyair dan
kehilangan materialitasnya, menjelma jadi suatu kehadiran puitik yang
ilusif tapi sarat makna.
Simaklah puisi "Kolam di Pekarangan". Dengan cermat dan terperinci, Sapardi melukiskan peristiwa alami yang terjadi di sebuah kolam ikan. Namun pusat orientasi sang penyair terus bergerak, bergeser dari "daun yang membusuk di dasar kolam" ke "ikan" dan akhirnya ke "air". Walhasil, relasi dan konfigurasi elemen-elemen yang membangun dunia kolam berubah-ubah dan menciptakan efek puitik yang sublim. Perubahan pusat orientasi, pergeseran sudut pandang, dan peralihan posisi penutur merupakan strategi puitik yang banyak dielaborasi Sapardi dalam buku puisi terbarunya ini.
Nilai puisi-puisi Sapardi tidak terletak pada apa yang dituturkan, melainkan bagaimana menuturkannya. Paralel dengan seni lukis alam benda (still-life), bukan obyek puisi itu sendiri yang penting, melainkan modus kehadiran obyek tersebut: perspektifnya, skalanya, pencahayaannya, teksturnya, gradasi warnanya.
Apa yang disampaikan oleh puisi-puisi itu? Puisi "Kolam di Pekarangan" dikunci dengan kesadaran tentang eksistensi sebuah semesta: "Ia kini dunia/Tanpa ibarat." Kolam menyiratkan, di satu sisi, kepercayaan kuat akan adanya sistem korespondensi universal yang menghubungkan hal-ihwal yang berbeda, atau bahkan bertentangan, menjadi sebuah dunia yang bulat. Kepercayaan inilah yang memungkinkan penyair melihat wajah di cermin sebagai burung, awan, atau pohon rambutan ("Bayangkan Seandainya"), atau tergoda mengusut hubungan antara selokan, bangkai curut, batu, dan batuk ("Batu, Bangkai Curut, Selokan: Suatu Sore"). esai news by : Arif Bagus Prasetyo, kritikus sastra
Kolam Minimalis kolam minimalis ke dalam bagian desain rumah minimalis mereka. Selain untuk memanfaatkan lahan yang masih tersisa, kolam minimalis juga bisa menghilangkan kesan kaku dan egois dari sebuah desain rumah minimalis. Seperti layaknya desain rumah minimalis, desain kolam minimalis juga tidak banyak membutuhkan berbagai macam ornamen dan hiasan namun tetap bisa menghidupkan suasana sebuah rumah. Itulah uniknya desain kolam minimalis.
Sang Baco , dalam "Al Ghozi anak SD Jadi Ikan kolam
1 comments
weh
BalasHapus