Tradisi Unik Mappakoci Simbang Maros

Jumat, Februari 03, 2012


Tradisi unik, dalam praktek budaya Bugis Makassar dengan istilah " Mappakoci" di Kab. Maros, ulasan lacak jejak kegiatan tradisi dan Kec Simbang Maros, kali ini tempat rujuk penelitian. Tradisi ini masih terjadi dan sangat unik. baiklah kita mulai dengan pertanyaan,"Mengapa lamaran jatuh dan bukan kepada anak perempuan yang lebih tua dalam sebuah keluarga ?". Sebenarnya ini pertanyaan yang bersifat keluhan, seorang kakak, seolah mengeluhkan keadaan tersebut. Tendensi perasaan ini melahirkan sebentuk solusi dari kekecewaan, dan nilai kearifan pun retas dirumuskan oleh masyarakat lampau di kampung ini. Simak Tradisi unik ini, semoga menambah pengetahuan kearifan lokal.

Tradisi  Unik Mappakoci Simbang Maros


Tradisi di suatu daerah mungkin terlihat sangat asing bagi masyarakat di daerah lain. Dan melaksanakan sebuah tradisi bagi masyarakat merupakan kepercayaan, hal ini  sekaitan dengan nilai-nilai sosio kultural yang memiliki makna dan nilai heterogen serta pengertian simbol-simbol tradisi yang bersifat metaforik.


Tetapan tradisi ini menunjukkan kualitas penemuan kebijakan dalam menghargai ketabahan perempuan, mengapa ?. Sebab sebuah taqdir yang harus diterimanya, atau dalam pengertian rela lebih dahulu si adik menikah meskipun ia lebih tua. Akhirnya terimakasih telah berkunjung ke blog ini sangbaco,web.id, simak Tradisi Bugis Makassar " Mappakoci" Maros Simbang, semoga memberi manfaat.

gmb : uang lamaran /leko


Menelusuri tradisi mappakoci di Kecamatan Simbang, dusun sampakang. Oleh peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan memperhatikan keterkaitan antara bentuk, fungsi dan faktor yang melatarbelakangi tradisi ini termasuk pengaruh-pengaruh yang tidak  saja bersifat fisik, tetapi juga menenangkan pikiran dalam keadaan yang tak dikehendaki/ kurang srek.

Mappokoci : kesempatan mengambil uang lamaran si adik oleh saudara lebih tua sejenis kelamin dengan cara tertentu,

Mappakoci merupakan denda dari seorang anak yang statusnya sebagai kakak perempuan  kepada orang tuanya, karena si orang tua tersebut dalam menerimakan  lamaran yang datang merelakan anak perempuannya yang lebih muda dikenai lamaran/ "ditangke" (bahasa Bugis : diterima lamaran si pelamar secara resmi) sebab keterpaksaan menerima karena taqdir/jodoh bagi anak perempuannya yang lebih muda yang dikenai lamaran sebelum yang tua.

Ulasan Mappakoci : Usai terjadi pemenuhan kesepakatan tentang mahar  (hal yang dipenuhi calon pengantin pria) atau dikenal dengan istilah  mappicakka  (penyetujuan prosesi acara), tentang prasarana perempuan, ada emasnya atau tidak, membawakan beras dengan sekian jumlah, dan  memenuhi     leko atau sejumlah uang belanja. 


Selanjutnya, kerabat si pelamar pihak laki yang membawa sejumlah mahar  dipersilahkan duduk  di lantai panggung depan pintu masuk rumah yang dinamakan Dego-dego, atau sebuah ruang tambahan depan difungsikan sebagai tempat sandaran, tempat duduk bagi tamu sebelum masukselanjutnya / uang lamaran dari pihak laki-laki, diterima oleh pemangku agama atau adat, setelah  uang terhitung dan memenuhi kesepakatan, maka uang yang tersimpan dalam keranda tersebut diarak dalam rumah dari tangan-ketangan (peristiwa ini merupakan penyaksian dari pihak keluarga perempuan) hingga sampai ke tangan orang tua perempuan, yang berada di bilik atau sebuah ruang khusus keluarga/ (latte rilaleng, ruang yang sifatnya sangat private). Fungsi ruang ini untuk tempat tidur anak gadis atau nenek/kakek

Proses tentang leko atau jumlah uang lamaran yang telah disepakati merupakan obyek utama teraplikasinya makkoci tersebut, dengan cara dilakukanlah mappakoci oleh pihak orang tua berupa memberikan  kesempatan makkoci/ mengambil seperlunya uang mahar beberapa persen oleh anak perempuanya yang lebih tua, yang tidak dikenai lamaran dengan cara acak lalu mencabut /mengambil uang lamaran di dalam penyimpanan uang tersebut tanpa melihat jumlah. 

Esensi kontekstual -mendeskripsikan mappakoci dalam proses awal menjadi  tradisi, merupakan  proses perilaku masyarakat yang  timbul dari pemikiran  kearifan,  sehingga mereka tidak mampu untuk mengatakan dengan kata-kata yang jelas terhadap sikap yang mereka harus tempuh, mengurangi kekesalan seorang kakak. Sekaitan dengan menikahkan anak yang lebih muda padahal ada yang lebih tua yang mesti di prioritaskan, dengan demikian maka mappakoci ini merupakan "pappalece" (bahasa Bugis: membujuk menenangkan -anak yang lebih tua )

Tradisi Mappakoci, di Kabupaten Maros kecamatan Simbang, adalah temuan keteladanan hasil kontemplasi kearifan budaya lokal yang menunjukkan kesopanan sekaligus mencerminkan kualitas penemuan kebijakan dalam menghargai ketabahan perempuan, sebab sebuah taqdir yang harus diterimanya, Seruan tepat untuk tradisi ini sebagai ungkapan “jangan mencela, apalagi memaki”, karena mereka bersikap dari alam bawah sadarnya, dan penelusuran tradisi ini, menunjukkan nilai atau sebuah kearifan local, yang dalam implementasinya terdapat nilai tenggang rasa, gotong-royong, azas demokrasi dan nilai-nilai keadilan untuk memperoleh hak dan kewajiban yang sesuai dengan kemampuan, sebab secara naluriah lebih sering terjadi anak gadis yang lebih tua di dahulukan menikah. Tulis Kaimuddin Mbck.

~~~~
Sangbaco.web.id
Tradisi Bugis Makassar " Mappakoci" Simbang Maros

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images