Infrastruktur Gigi Bukan Untuk Mengunyah Daging
Senin, Juli 25, 2011
Kian lemahnya kualitas usus sebab persepsi salah atas fungsi gigi manusia untuk mengunyah daging. Konsumsi daging terus-menerus atau terlalu sering, dimana bahayanya ?. (sangbaco.web.id referensi Prof.Dr.Hembing. W.K dan Will Bulsiewicz, ahli gastroenterologi, )_ Mengapa gigi, daging lalu usus adalah kausalitas ?. Ungkap Hembing “Saya benar-benar yakin, bahwa semua kesehatan tubuh dimulai dari usus. Ini bukan hanya tentang pencernaan, ” , dalam Pelajaran Infrastruktur Gigi, dia minta kita menyadari, "berapakah jumlah gigi taring kita, yang tugasnya mengoyak-ngoyak makanan seperti daging : hanya 15 persen dari seluruh gigi kita. Secara infrastruktur itu berarti bahwa alam hanya menyediakan struktur untuk makan daging 15 persen dari seluruh makanan yang kita perlukan".Tanggap Prof.Dr.Hembing. W.K.
Dia juga menyebut contoh harimau yang hanya makan daging. Larinya memang kencang, tapi hanya untuk menit-menit awal. Ketika diajak "lomba lari" oleh mangsanya, harimau akan cepat kehabisan tenaga. Berbeda dengan kuda yang tidak makan daging. Ketahanan larinya lebih hebat. akhirnya mari simak artikel kesehatan berikut semoga bermanfaat.
Di samping pemilihan makanan, Prof Hembing Widjaya Kusuma mempersoalkan cara makan. Makanan itu, katanya, harus dikunyah minimal 30 kali. Bahkan, untuk makanan yang agak keras harus sampai 70 kali. Bukan saja bisa lebih lembut, yang lebih penting agar di mulut makanan bisa bercampur dengan enzim secara sempurna. Demikian juga kebiasaan minum setelah makan bukanlah kebiasaan yang baik. Minum itu, tulisnya, sebaiknya setengah jam sebelum makan. Agar air sudah sempat diserap usus lebih dulu.
Bagaimana kalau makanannya seret masuk tenggorokan? Nah, ini dia, ketahuan. Berarti mengunyahnya kurang dari 30 kali! Dia juga menganjurkan agar setelah makan sebaiknya jangan tidur sebelum empat atau lima jam kemudian. Tidur itu, tulisnya, harus dalam keadaan perut kosong. Kalau semua teorinya diterapkan, orang bukan saja lebih sehat, tapi juga panjang umur, awet muda, dan tidak akan gembrot.
Yang paling mendasar dari teorinya adalah: setiap tubuh manusia sudah diberi "modal" oleh alam bernama enzim-induk dalam jumlah tertentu yang tersimpan di dalam "lumbung enzim-induk" . Enzim-induk ini setiap hari dikeluarkan dari "lumbung"-nya untuk diubah menjadi berbagai macam enzim sesuai keperluan hari itu. Semakin jelek kualitas makanan yang masuk ke perut, semakin boros menguras lumbung enzim-induk. Mati, menurut dia, adalah habisnya enzim di lumbung masing-masing.
Maka untuk bisa berumur panjang, awet muda, tidak pernah sakit, dan langsing haruslah menghemat enzim-induk itu. Bahkan, kalau bisa ditambah dengan cara selalu makan makanan segar. Ada yang menarik dalam hal makanan segar ini. Semua makanan (mentah maupun yang sudah dimasak) yang sudah lama terkena udara akan mengalami oksidasi. Dia memberi contoh besi yang kalau lama dibiarkan di udara terbuka mengalami karatan. Bahan makanan pun demikian.
Apalagi kalau makanan itu digoreng dengan minyak. Minyaknya sendiri sudah persoalan, apalagi kalau minyak itu sudah teroksidasi. Karena itu, kalau makan makanan yang digoreng saja sudah kurang baik, akan lebih parah kalau makanan itu sudah lama dibiarkan di udara terbuka. Minyak yang oksidasi, katanya, sangat bahaya bagi usus. Maksudnya, mengolah makanan seperti itu memerlukan enzim yang banyak.
Gigi Bukan Untuk Mengunyah Daging
Apa saja makanan yang direkomendasikan? Sayur, biji-bijian, dan buah. Jangan terlalu banyak makan makanan yang berprotein. Protein yang melebihi keperluan tubuh ternyata tidak bisa disimpan. Protein itu harus dibuang. Membuangnya pun memerlukan kekuatan yang ujung-ujungnya juga berasal dari lumbung enzim. Untuk apa makan berlebih kalau untuk mengolah makanan itu harus menguras enzim dan untuk membuang kelebihannya juga harus menguras lumbung enzim.
Bahaya terlalu banyak makan daging bisa merusak kesehatan usus
Banyak orang menjadikan daging sebagai makanan favorit. Bahkan, sebagian orang memilih hanya mengonsumsi daging merah, daging putih, dan ikan untuk asupan sehari-hari, yang kita tahu sebagai pola makan karnivora.
Pola makan ini umumnya menghindari konsumsi sayur-sayuran. Will Bulsiewicz, ahli gastroenterologi, menjelaskan bahwa tidak seperti diet paleo yang dikenal rendah karbohidrat dan diet keto yang sangat rendah karbohidrat, semua makanan dari daging kemungkinan tidak mengandung karbohidrat sama sekali.
Bulsiewicz mencatat pendekatan ini mungkin berdampak negatif bagi kesehatan usus. Pola makan ini memiliki efek berbeda pada mikrobiota usus, mikroorganisme yang ada di saluran pencernaan. Organisme ini memainkan peran kunci dalam tubuh, mulai dari mendukung sistem kekebalan tubuh dan metabolisme, meningkatkan keseimbangan hormon, mengatur suasana hati hingga memertahankan fungsi otak.
“Saya benar-benar yakin, bahwa semua kesehatan tubuh dimulai dari usus. Ini bukan hanya tentang pencernaan, ” kata Bulsiewicz.
“Ketika orang merawat usus mereka dengan baik, kesehatan mereka cenderung akan mengikuti. Penyakit akan pergi – atau bahkan bisa dicegah." Tetapi hanya mengonsumsi daging dalam makanan yang diasup, dapat mengganggu fungsi mikroorganisme usus.
Pada tahun 2018, sebuah penelitian yang melibatkan lebih dari 11.000 orang dari 45 negara menemukan, bahwa tubuh membutuhkan tumbuhan untuk menjaga kesehatan usus.
Diet Daging Memangkas Penyakit
Bulsiewicz bahkan menjelaskan, bahwa keanekaragaman tumbuhan yang disertakan dalam asupan adalah "penentu paling kuat" dari mikrobioma usus yang sehat. Sayuran, buah-buahan, biji-bijian, kacang-kacangan, dan kacang-kacangan menyediakan vitamin dan mineral penting yang dibutuhkan tubuh. Nutrisi utama yang diberikan tumbuhan untuk meningkatkan kesehatan usus yang lebih baik adalah serat.
Mikroba usus mengonsumsi serat untuk menghasilkan asam lemak rantai pendek postbiotik, yang membantu memperkuat mikroba usus yang baik dan melawan organisme penyebab inflamasi. Kehadiran asam lemak tersebut juga membantu mengatur kadar gula darah, mengurangi kolesterol, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Dengan manfaat seperti itu, akan memangkas risiko penyakit jantung, stroke, dan kanker di kemudian hari.
Karena diet karnivora tak mengonsumsi tumbuhan sebagai sumber utama serat, orang yang menerapkan pola makan ini mungkin memiliki kadar asam lemak rantai pendek postbiotik yang lebih rendah.
“Keragaman tumbuhan dalam makanan mereka adalah "nol”, sehingga membuat semua daging yang dikonsumsi buruk untuk usus,” jelas Bulsiewicz. Faktanya, para peneliti menemukan pada 2014 orang-orang yang hanya mengonsumsi produk hewani memiliki perubahan signifikan dalam microbiome usus mereka dalam waktu kurang dari 24 jam setelah menerapkan pola makan ini.
Para peserta muncul dengan kadar asam lemak rantai pendek postbiotik butirat dan asetat yang lebih rendah, resistensi antibiotik yang lebih tinggi di usus mereka, dan lebih banyak bakteri peradangan. Mereka juga memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker usus besar, kanker hati, dan penyakit Crohn.
“Hanya dalam lima hari dengan pola makan karnivora, penelitian ini mengungkap bahwa tubuh manusia mulai menggantikan bakteri anti-inflamasi yang 'baik' dengan bakteri inflamasi yang 'buruk', membuat usus kita sakit, dan berisiko resistensi antibiotik, penyakit radang usus, dan kanker usus besar. Tidak ada yang setara dengan usus yang lebih sehat, ”tegas Bulsiewicz.
_________
Sangbaco Maros _ Belajar ilmu kesehatan dalam terapan fungsi gigi pada usus dan relefansi daging terhadap ensim bagi kesehatan tubuh manusia. semoga memberi manfaat dalam Tema "Infrastruktur Gigi Bukan Untuk Mengunyah Daging
0 comments