Kisah Cerita Hujan Linggis | 1

Minggu, Desember 04, 2011

Sekali itu saja, sebab dunia terasa kiamat, sebuah peristiwa luar biasa ditorehkan oleh keadaan mentalitas trauma dari keadaan miris sebuah kampung, penyebab keadaan yang tak biasa ini mengantarai lahirnya sebuah istilah  “bosi pakkali”/ "rimbu jarung' dalam bahasa Bugis : hujan linggis /tempias jarum , atau dengan istilah lain yang serupa keadaannya, ketika masyarakat kampung menyebutnya juga dengan “jemme’-jemmeng”atau dalam bahasa Bugis yang berarti “kampung terasa lembab/ banyak penyakit”

kuda hantu
,Peristiwa hujan linggis terjadi di kampung Pallantikang Maros, sebuah kampung nan dulunya dijadikan sebagai tempat Pelantikan Raja-Raja Marusu, hingga nama kampung secara arbitrer dikenal dengan “Pallantikang Butta towa”.

Entah mengapa namanya bosi pakkali atau hujan linggis. Baiklah insiden ini mengakibatkan banyaknya masyarakat kampung yang meninggal dunia, bahkan  terus menerus atau seolah-olah bergiliran sehingga penggali kubur tak henti-henti membuat lubang penguburan, dan alat yang di gunakan berupa linggis & cangkul tak henti-henti membuat lubang kuburan, hunjaman linggis terus menerus untuk penguburan seseorang sangat mengantarai peristiwa ini sehingga menyeruaklah istilah "hujan linggis" atau bosi pakkali

Jemme’-jemmeng atau bosi pakkali dua teks bahasa Bugis, yang mengindikasikan peristiwa populer ini, yang menerangkan tentang lemahnya fisik masyarakat kampung dalam seminggu itu, yang terjadi secara jamak atau disebut: peddi banua /sekampung kesakitan. 

Perihal awal dari peristiwa ini, oleh seorang sumber bernama Daeng Colleng menceritakan, “iyaro wettue na’, jaman na umpa pak kasim, (Bupati pertama di kab Maros), rimakkitana nyarang pute ri palattae…., “pada compa api rilise matanna”, ribajannaro… ribajanna makkoro marrupa-rupanni tau malasa, silettureng matu mateni …dst ,
Mistik "Hujan Linggis"/ "Bosi Pakkali",

Terjemahan : zaman itu masih bapak Kasim (telah empat bupati di belakangnya) sebagai kepala daerah, awal peristiwa yang kemudian menelan korban yang banyak berikutnya, telah kami melihat tanda yang tidak biasa, yaitu sebuah kuda putih yang yang sedang merumput di ladang kami di pinggir sungai Marusu, terhadap orang yang melintas mata kuda itu menatap sangat tajam seolah-olah keluar api pada biji mata kuda tersebut.

Pada keesokan harinya, maka mulailah penduduk merasakan kesakitan yang berbagai macam bentuknya mulai dari muntaber, stroke bahkan terdapat penduduk kampung yang tertabrak mobil, dengan sebab yang sederhana dan dapat juga terjadi di luar perkiraan atau tidak biasa....(sambung Link : 2.

by :kaimuddin mbck_
crew Budaya Pappaseng Maros.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images