Lonteku ketika membaca surat itu, aku telah pergi

Sabtu, Juni 13, 2020

Surat lonteku adalah gemerincing hujan kesedihan yang menandai masa lalu. kisah yang menjejak dari bumbu-bumbu malam dan trotoar yang kita racik dari luapan zaman, dan surat  yang kutuliskan untukmu tentu kau boleh menafsirnya sesuka hatimu, meski kau mengindahkan bahwa "aku sekedar bertahan hidup  dengan cinta yang seadanya, ia lonteku adalah kisah sedih sebuah era kehidupan zaman, Jika tak suka kau boleh melupakannya bahkan tak mengapa membuangnya. wassalam sangbaco.web.id.

Lonteku ketika membaca surat itu, aku telah pergi

"ya…zaman sedang busuk sayang ..,
tidak ada lagi air mata untuk jalan hidup yang
 penuh ke-tidak terdugaan ini. 


Dengan ini, semoga  jiwa kita tetap bergenggaman  dengan tanda baca dan penuh terjal , sepeninggalku, pasti kau telah membuka suratku dan membacany
kau boleh membuangnya sesukamu.

Pagi ini dan kau belum tersadar "setelah kau siuman dari susup sela hiruk-pikuk kota, akupun adalah waktu yang semakin menua dan kita memijak di padang ini penuh nyeri di ulu hati.


 Tanpa meninggalkanmu ?, aku kuatir tak dapat memanggulmu lagi di pundakku, tapi aku ingin terus mengenang semuanya...mengenang "kita" : "peluh, sakit juga kerinduan yang meletup-letup...", 



aku meminjam kalimatmu... "dalam keluh kita tak butuh mimpi, kita hanya butuh menangis lama-lama sampai...tak ada lagi air mata untuk selain "kita".  Usai gerimis aku meninggalkanmu


Aku pergi dengan senyum terakhir darimu, mungkin itu hanya bunga tidur : kau tak perlu menyesal jika dalam selaksa waktu tak ada titipan juga kiriman bunga dariku, kau tak perlu tahu kemana sampai mimpimu, juga tak perlu menuliskan namaku atau namamu di halaman depan suratmu, kita telah cukup pergi untuk membaca luka, membaca sepi......
_______

Kisah : Kau ber-Ulang tahun dan menikmati benar kue coklat curianku,

kau memberiku senyum sebagai isyarat, "belum membelikanmu gaun malam", perih …kupenuhi
janjiku yang tertunda, sebab membelikanmu gaun, serupa dengan aku mencuri hatimu pula terakhir kali di antara teriak "maling...."dan aku terpojok
Kataku. " makasih dinda, kau sembunyikan aku dari kejaran polisi", (sinonim lagu bang Iwan fls)

Kisah Lonteku adalah catatan yang menjaga harapanku untuk kelak memanggilmu ‘dinda’, sebagai panggilan yang baik. Tapi kau jauh setelah tamat sekolah_ dan sejak itu namamu adalah tempat... yang bisa kudatangi setiap saat tanpa ada yang marah, aku bebas berbisik apa saja dalam keluasan yang tak terbatas , mungkin kau tak mengenang peristiwa itu,

Tapi ingatkah kau saat aku mendesakmu dengan ciuman semburan api dan memelukmu hingga kau kesulitan bernapas, haha..ha... , ketika itu kau menyebutku sebagai "bajingan yang selalu nekat",  aku tak melupakan ini.., juga tak melupakan bahwa kau sudi kurengkuh penuh, sebab  tak sudi jika TAK penuhimu hasrat cinta itu, kita sama sama buas dan saling tindih, uh...

"Dinda...."(sebuah panggilan sakral yang kau pun ragu mendengarnya, kau lebih suka jika aku panggil "lonteku sayang")_ hanya karena belum ada ikatan suci di antara kita, dan sebelum saling melupakan, mari melupakan hampa, selubung, terkungkung, melupakan ke asingan, termasuk melupakan dibunuh atau membunuh, mari  kita pergi, badai telah  memanggil-manggil  pertanda waktu tak berhenti, dan taqdir pertemuan tak perlu kita jawab.

Sebelum saling melupakan kisah,  mari menuliskan  nama kita, pada kaca yang berembun itu, lukis pula-lah sepotong senyum diantaranya, karena  aku menerimanya sebagai sepotong senja dan itu tak pernah lengkap untuk terus mencari separuhnya.,

Akhir surat U Lonteku
, Lonteku...kau selalu manis, apakah karena kelabilan kita, hingga keburukan dahulu itu, tetap membuatmu tersenyum , aku..... pamit, sekian isi suratku.

____________

Sangbaco 261212. Kota Raja Papua Abepura "perempuan malam / kisah Lonteku... pergi sebelum membaca surat

You Might Also Like

4 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images