Perempuan Jalang dan Badai

Jumat, Juli 31, 2020

Literasi dari dialog "pelacur". ulasan esai yang dibumbuhi dengan kata kiasan dengan maksud mengedepankan nilai estetik penceritaan, ditambhkan dengan beberapa puisi kecamuk badai bagi perempuan "A", sebagai penguatan gendre sastra modern atau kekinian, sekedar pengenalan bagi pembelajaran bahasa Indonesia dan Sastra. Simak saja cerpen berikut











Dari kumpulan cerpen pembelajaran sastra Modern
Cerpen : Perempuan Jalang dan Badai di Matanya

"Jalang", demikian memanggilmu, ia wanita dengan tapak kaki menjejak trotoar dan belaian angin malam, adalah kisah perempuan jalang yang  mengenalkan badai dari simponi ambisi diri, ya..sebuah masa silam ketika riuh para pecinta menghirup bunga tanjung yang semingguan bermekaran di sisi jalan, dan malam serba tak biasa di tempat itu. kesombongan badai telah menerjang sisi kemanusiaan, keperihan menggema dari gedung-gedung dan perempuan itu menelisik kebayangan pengunjung, ia  berdiri tegak di tepi jendela, dengan segala kisah hidup. Terhenyak pagi masih gelap, suaranya lirih, "aku ternyata masih pelacur".

Jika tidak, akankah kau masih memanggilku jalang? Jika sudah bertemu dengan apa yang kau cari, apakah akan selesai sampai di sini cerita sedang badai masih mengamuk di pelukku.

Menurutnya mimpi bukan lagi harapan, mimpi adalah celah-celah lipatan silam halusinasi yang mengorbankan diri, sebuah sunyi hendak dipecah, pada rasuk bayang-bayang , pada metropolis pantai losari jalan Nusantara. Uh tempat ini riwayat lampau Makassar, seolah kisah lendir dan jebak di setiap urat nadi kehidupan dan darah kenangan. 
Perempuan dan badai hidup itu, di tengah keluarga dengan anak 1 orang. Mengeras rindunya membesarkan anak dan pulang kampung, kembali ke-sedia kala, tapi uh ini jerta, jika buka ini penjara "antara tawaran hidup makan dan selangkang basah". Uh..hidup seolah hanya "menunda kematian". Sebuah bait era yang terlindas oleh simpony ambisi diri dan remang malam, ia perempuan putus asa dan menunggu kiamat sebagai kekasih yang akan mengakhiri...*catatan ungkapan perasaan dari larung badai, dengan puisi yang tak lain kecuali menghibur kekasihnya.

"Kekasihku.., aku kisah dengan catatan yang buruk 
Tapi, selalu ada yang pantas kita muliakan, 
yang membuat kita akan terus bertahan, 
bahkan dalam kepedihan".

*Malam ke-seratus dari pelukan lelaki_

Tapi seorang perempuan di seberang jalan, ia datang dan pergi sesuka hati?, katanya "masa silam itu adalah, aku yang membiarkan semuanya bergerak dalam kepala sendiri dan tersenyum bila halusinasi itu memegang belati dan menggorok leherku tanpa malu-malu, hingga akhirnya inilah aku, dengan dendang lagu kisah sedih. 

sambil memejamkan mata, aku menghapus debu kecemasan yang berguguran semalaman, aku tak kenal apa dan siapapun juga dengan segala mimpimu.

Hujan lebat baru saja redah, meninggalkan titis - titis air yang membulat, tapi sedetik sebelum renggang ia pecah membanjiri kota, bahkan luapnya mendaki bukit ih... sangat bising, kukira ini adalah suara, ya...suara perempuan di seberang jalan tadi, dengan kalimat terakhir, "aku kisah hidup : disela-sela keluh dan jerit, mengapa tak mati saja !".
____
Kasih.., kisahku tak cukup hanya dengan puisi badai atau catatan yang coba menarik iba kamu, sebab jarak tak membuat kita mengerti, "aku", setahun setelah memoar itu, sesuatu berubah menjadi catatan penuh jejak, aku lukisan perempuan, menekur pada zaman melerai badai, "jika saja taqdir bisa di lawan ?"tapi aku tetap "pelacur", katamu.

Transkrip Perempuan jalang dan badai dalam puisi, serupa pandangan lurus juga jerumus pada jalan-jalan membentang sebagai pilihan. Seseorang di seputaran taman yang sunyi tampak duduk penuh lesu di tatapnya hening sore itu..., dan tak disangsikan bahwa malam sebentar lagi kembali, adalah sesat memenuh udara basah. Ia perempuan dengan kisah cinta yang memahami malam jika mengental, pun kian tahu antara  jarak sakit dan senyum, "dunia sedang terbalik mungkin ?, bagi wanita dengan badai di dadanya" maka :malam memang indah penuh coretan tangan tentang :"dunia tempat kita seorang diri". 
Perempuan, dalam jarak waktu, memikul rindunya lalu  pergi dengan kecamuk badai mencari pantai yang tepat_ Tulis kaimuddin mbck 

Sumpek di cafe Takasi Pangkep " Sedang akan pulang namun badainya kencang, setelah ini, jangan lagi ada yang datang berikutnya dalam kisah duka nestapa seperti perempuan itu. Sebab "sungguh kau tak pernah sendiri, jika kau bersama suara dan tulisan, jejakmu abadi(Kisah jerit perempuan jalang di telan badai sebab demikian waktu selalu tak berpihak.
___
Sangbaco.web.id_Kepulauan Pangkep
Kisah Perempuan Jalang dan Badai
Literasi dari Buku : Kisah Jalang dalam Badai_Desember 31|2012.

You Might Also Like

2 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images