Destinasi Wisata Sejarah dan Budaya Sulawesi Selatan

Kamis, Juli 02, 2020

Sejumlah 7 destinasi wisata budaya dan sejarah dengan segala keunikannya, serta 2 tambahan situs Masjid tertua Luwu tahun 1.594, dan situs sejarah Goa mampu. Ulasan dengan pendekatan etnografi demi memberikan pengalaman nilai-nilai historis, sosial budaya, dan nilai-nilai spiritual, berikut spirit sejumlah destinasi wisata sejarah yang menarik untuk dikunjungi di Sulawesi Selatan.

Destinasi wajib yang harus dikunjungi ketika menyambangi Sulawesi Selatan.
Mengenalkan budaya "Upacara Rambu Solo", merupakan kegiatan yang paling dikenal oleh para wisatawan. Upacara kematian yang diselenggarakan secara meriah dan menghabiskan dana yang cukup besar itu memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun asing. 

destinasi wisata sejarah ritual rambu solo tator
Destinasi Wisata Sejarah dan Budaya Rambu solo Sulawesi Selatan 
Namun ada satu lagi ritual dari Toraja yang masih juga berkaitan dengan kematian yang sangat sayang untuk dilewatkan ketika berkunjung ke wilayah Tana Toraja. Ma'Nene, begitulah nama ritual ini dikenal. Ritual ini merupakan kegiatan membersihkan jasad para leluhur yang sudah ratusan tahun meninggal dunia. Walaupun sudah tidak banyak yang melakukan ritual ini, tapi di beberapa daerah seperti Desa Pangala dan Baruppu masih melaksanakannya secara rutin tiap tahun. 

 Prosesi dari ritual Ma'Nene dimulai dengan para anggota keluarga yang datang ke Patane untuk mengambil jasad dari anggota keluarga mereka yang telah meninggal. Patane merupakan sebuah kuburan keluarga yang bentuknya menyerupai rumah. Lalu, setelah jasad dikeluarkan dari kuburan, kemudian jasad itu dibersihkan. Pakaian yang dikenakan jasad para leluhur itu diganti dengan kain atau pakaian yang baru. Biasanya ritual ini dilakukan serempak satu keluarga atau bahkan satu desa, sehingga acaranya pun berlangsung cukup panjang. Setelah pakaian baru terpasang, lalu jenazah tersebut dibungkus dan dimasukan kembali ke Patane. Rangkaian prosesi Ma'Nene ditutup dengan berkumpulnya anggota keluarga di rumah adat Tongkonan untuk beribadah bersama.

Destinasi Wisata Sejarah dan Budaya Sulawesi Selatan
Destinasi Wisata Budaya Ma'nene Tator Sulawesi Selatan 
Desa Adat Ke’te Tesu _Ke'te Kesu merupakan desa tradisional terpencil di pegunungan Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Ia terletak di tengah hamparan sawah luas dan merupakan desa tertua di Sanggalangi. Usia desa itu mencapai 400 tahun dan tak banyak mengalami perubahan. Inilah kampung Ke'te Kesu yang warganya mendedikasikan diri kepada ritual kematian. Desa yang melintasi ruang dan waktu tanpa perubahan ini, hanya ditinggali 20 kepala keluarga. Mereka tinggal dalam Tongkonan, rumah adat Toraja. 

Destinasi Wisata Sejarah dan Budaya Sulawesi Selatan
Destinasi Wisata Ritual Budaya Ke'te Tesu Sulawesi Selatan 
Dinding Tongkonan dihiasi dengan tanduk kerbau dan ukiran yang indah–berfungsi sebagai penanda status pemilik rumah – yang umumnya bangsawan. Tidak jauh dari Tongkonan, terdapat batu menhir di tengah sawah sebagai penanda menuju Bukit Buntu Ke'su yang merupakan situs pemakaman kuno berusia 700 tahun. Di jalur bukit yang berbatu, berserakan tengkorak dan tulang manusia. Pada tebing bukit, dibuat beberapa lubang untuk menguburkan mayat. Semakin tinggi tebing tempat mengubur, semakin mudah jalannya menujur surga. Tak mengherankan, dengan keunikannya Tana Toraja menjadi ikon wisata Sulsel.

Sebuah situs zaman batu yang menjadikan desa tersebut di kenal layaknya desa internasional. Desa dengan latar belakang sejarah dan budaya yang amat menarik dengan keberadaan ratusan goa-goa yang khas. Jejak lampau suku Toala menandai situs Leang PettaE,  Salah satu area dengan temuan ciri kebudayaan Abris Sous Roche, Penemu Goa Leang-leang Mister Van Heekeren dan Miss Heeren Palm, Dua arkeolog Belanda pada tahun 1950, mengatakan bahwa "Usia lukisan-lukisan purba di Leang-Leang diperkirakan 5.000 tahun. Beberapa arkeolog bahkan berpendapat bahwa beberapa di antara goa tersebut telah didiami sejak 8.000 - 3.000 SM, (Sebelum Masehi).

Destinasi Wisata Sejarah dan Budaya Sulawesi Selatan
Wisata Sejarah dan Budaya zaman batu Leang-leang Maros Sulawesi Selatan 
Ikhtisar budaya zaman batu menandai pula situs "Bate Lima" Di goa tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz Sarasin dan Paul sarasin, mengindikasikan bahwa suku Toala yang ditemukan tersebut, masih dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman prasejarah. sejak itu Toala dari leang Pata’E di Lomoncong , di ujung Kabupaten Maros Sulawesi Selatan, dapat dikatakan sebagai desa internasional tempat penemuan 2 jejak situs budayaan Paleolithikum dan Mesolithikum.

Tempat  ditemukan flakes, benda purbakala dengan  ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble, juga kebudayaan Toala dalam Peralatan Tenun Tradisional Koleksi (museum la galigo) dapat diketahui bahwa budaya menenun di Sulawesi Selatan diperkirakan berawal dari jaman prasejarah, jenis benda peninggalan tersebut, diperkirakan sebagai pendukung pembuat pakaian dari kulit kayu dan serat tumbuhan-tumbuhan.


Destinasi Wisata Sejarah dan Budaya Zaman Batu Leang-leang Sulawesi Selatan 
Merupakan benteng peninggalan Kesultanan Gowa. Benteng ini dibangun oleh Raja Gowa kesembilan Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna pada abad ke-16,  terletak di Jalan Daeng Tata, Kelurahan Benteng Somba Opu, Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Lokasi Benteng Somba Opu terbagi dua kawasan, yakni barat dan timur. Pada kawasan timur.  dikelilingi oleh pepohonan rindang di samping kiri dan kanan. mata kita disuguhi 24  Rumah Adat Kabupaten Kota Sulawesi Selatan. Rumah adat dari Selayar, Pare-Pare, Maros, dll. Setiap rumah adat memiliki ciri khas masing-masing. Namun, ada arsitektur bangunan rumah adat Sulsel berciri bentuk rumah panggung.

Destinasi Wisata Sejarah dan Budaya Sulawesi Selatan
Destinasi Wisata Sejarah Benteng Somba Opu Sulawesi Selatan 
Makam Sultan Hasanuddin
Terletak di Katangka, Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Memasuki kompleks Makam Sultan Hasanuddin, kita bisa melihat banyak pohon rindang dan beberapa makam Raja-Raja Gowa. Beruntung bagi saya bisa bertemu dengan salah satu pengelola makam Sultan Hasanuddin, Sahrul yang menceritakan sejarah tempat ini.
"Awal mula adanya makam ini diperkirakan tahun 1600 hingga 1700-an. Yang terakhir dimakamkan di sini itu tahun 1700-an. Jadi, perkiraan tempat ini ada mulai tahun 1600-1700," katanya.

Hal menarik dan unik yang bisa kita lihat, makam terlihat seperti bangunan timbunan batu, penguatan kebudayaan dalam struktur arsitektur makam ini adalah menganut punden berundak atau timbunan tumpukan batu-batu, namun di bawahnya seperti lorong untuk ruang masuk yang ternyata memiliki filosofi tersendiri. Menurut Sahrul, lorong tersebut dibuat karena mereka adalah seorang raja, sehingga kita harus tetap merunduk ketika berziarah.

Destinasi Wisata Sejarah dan Budaya Sulawesi Selatan
Destinasi Wisata Sejarah dan Budaya Makam Sultan Hasanuddin Sulawesi Selatan 
Selanjutnya yaitu  sebuah makam yang ukuran lebih besar dari raja-raja lain yang dimakamkan di kompleks ini. Makamnya berbentuk sebuah kubah besar berwarna putih dan ternyata merupakan makam Raja Gowa ke-11.

Total makam di kompleks Makam Sultan Hasanuddin ini ada 25 makam, di antaranya delapan raja dan sisanya pengawal kerajaan. Untuk memasuki kompleks Makam Sultan Hasanuddin, pengunjung tidak dipungut biaya dan bisa mengambil foto dan berwisata religi.

Museum Karaeng Pattingalloang
Berpindah ke bagian barat kawasan Benteng Somba Opu, di sini kita bisa singgah di Museum Karaeng Pattingalloang. Di halaman depan museum terdapat sebuah meriam hitam berdiri kokoh.
Masuk ke dalam Museum yang terdiri dari dua lantai, tampak  banyak peninggalan sejarah pemerintahan Belanda dan Kerajaan Gowa.

Terdapat pula sebuah material batu Benteng Somba Opu berbentuk jari-jari yang terbuat dari tanah liat. Lubangnya seperti permainan dakon, dibuatnya dengan ditekan (terra) hiasan yang menggambarkan bahwa masa lalu orang Makassar telah mengenal permainan tersebut. Peninggalan sejarah ini ditemukan saat ekskavasi tahun 1989.

Kemudian ada material batu Benteng Somba Opu yang terbuat dari tanah liat, memiliki ragam hias ikan dan dikerjakan dengan teknik gores. Salah satu mata pencaharian orang Makassar dari dahulu sampai sekarang adalah nelayan untuk memenuhi kehidupannya. Material ini berfungsi sebagai dinding Benteng Somba Opu, ditemukan saat ekskavasi tahun 1992.

Selanjutnya terdapat koleksi alat musik suling ponco dan lampe. Perbedaannya hanya di ukuran. Ponco itu pendek, sedangkan lampe lebih panjang. "Semuanya koleksi museum ini ditemukan di wilayah Benteng Somba Opu saat penggalian dilakukan," ujar Masruddin.
Destinasi Wisata Sejarah dan Budaya Museum Sulawesi Selatan 
Koleksi berikutnya ada uang kertas Republik Indonesia dengan nominal Rp1.000. Pada uang tersebut terdapat nominal angka tahun 1980 Bank Indonesia. Ada pula peninggalan uang logam hasil penggalian di kompleks Benteng Somba Opu. Selain temuan uang kertas dan logam, terdapat pula peninggalan sejarah berupa senjata. Terdapat pelatuk senjata kuno yang ditemukan saat penggalian pada 1992. Dilanjutkan dengan temuan puluru meriam VOC pada penggalian di tahun yang sama. Jika ingin lanjut ke lantai dua, kita bisa menaiki tangga kayu. Di lantai dua terdapat foto-foto raja-raja Kerajaan Gowa dan beberapa alat musik khas Sulawesi Selatan.

Perjalanan berikutnya saya mengunjungi komplek Makam Pangeran Diponegoro di Jalan Pangeran Diponegoro, Melayu, Kec Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Rute awal masuk kompleks makam, kita disambut oleh pintu gerbang yang terlihat seperti gapura, tapi berukuran lebih kecil. Dari pintu gerbang ini, kita sudah bisa melihat hamparan makam yang berjumlah 66.

Destinasi Wisata Sejarah situs makam pahlawan Sulawesi Selatan 
Tampak  dua makam yang ukurannya besar berdampingan adalah makam Pangeran Diponegoro dan istri beliau, RA Ratu Ratna Ningsih. Selain ada makam Pangeran Diponegoro dan Ratu Ratna Ningsih, kita juga bisa melihat 25 makam dengan ukuran sedang dan 39 makam yang ukuran kecil. Enam di antaranya merupakan makam anak dari Pangeran Diponegoro, sisanya adalah 30 makam cucu, 19 makam cicit, dan Sembilan makam pengikut Pangeran Diponegoro. Dalam kompleks Makam Pangeran Diponegoro terdapat pula ruang pendopo yang berada di samping musholla.

Lokasinya berada di pinggir Pantai Losari sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Bangunan merupakan situs sejarah peninggalan Kerajaan Gowa, meskipun namanya Fort Rotterdam tapi bukan  peninggalan Belanda. sebab dibangun oleh Kerajaan Gowa.

Setelah masuk ke Museum La Galigo yang berada di kompleks Fort Rotterdam. Museum ini dibangun pada 1938, awalnya bernama Celebes Museum. Namun, para cendikiawan pada 1966 mengganti namanya menjadi Museum La Galigo dengan dua pertimbangan, bahwa secara mitos kita punya kisah klasik sastra terpanjang Mahabrata. Itu kisah La Galigo, yang merujuk asal usul suku-suku di Sulawesi Selatan.

Museum La Galigo dahulunya pada zaman Hindia-Belanda merupakan gudang senjata dan penyimpanan rempah-rempah. Tampak pula properti sejarah koleksi peralatan-peralatan manusia purba pra-sejarah. Ada batu-batuan yang digunakan manusia sebelum tahun 80 Masehi. Kemudian, ada peralatan-peralatan zaman mesolitikum masih pra-aksara, masa belum mengenal tulisan dan masih menggunakan simbol semisal dengan tanda-tanda pada lukisan di goa-goa

Destinasi Wisata Situs Sejarah Fort Roterdam Sulawesi Selatan 
Selanjutnya ada zaman batu baru, di mana manusia mulai mengenal tulisan, yakni pada 20 Sebelum Masehi. Manusia saat itu juga sudah mulai mengenal cara berpakaian dari bahan kulit kayu dan batu ika, dan koleksi-koleksi lain yang dipamerkan di ruang misalnya peninggalan dari Kerajaan Bone, yaitu replika Sembangeng Pulaweng yang artinya selempang emas. Selempang emas ini terbuat dari perak sepuh emas berbentuk rantai. Kedua ujungnya terdapat bentuk medali bertuliskan bahasa Belanda sebagai tanda penghormatan kerajaan Belanda kepada Arung Palakka.

Kemudian ada replika La Tea Riduni atau alameng, sarung dan hulunya berlapis emas. Setiap raja yang mangkat dikebumikan bersama alameng ini. Selalu muncul di atas makam dan bercahaya terang benderang, hal inilah sehingga disebut La Tea Riduni karena tidak berkenan untuk dikebumikan.

Selanjutnya ada replika Keris La Makkawa yang disebut juga Tappi Tatarapeng. Keris ini sangat berbisa, sehingga sekali tergores dalam sekejap akan meninggal atau dalam bahasa bugis disebut Makkawa. Pada masa kerajaan, keris ini dipergunakan oleh Arung Palakka.

Lalu, ada koleksi senjata tajam suku Bugis. Orang Bugis Makassar memiliki semboyan bukan seorang Bugis kalau tidak memiliki badik dan bukan laki-laki kalau tidak memiliki badik. Nah, di sini ada koleksi senjata tajam seperti badik, keris, tombak, dan parang yang merupakan hasil Panre bessi (Bugis) atau Pade'de bassi (Makassar). Terdapat pula miniatur rumah adat suku Toraja, pakaian-pakaian adat Sulawesi Selatan, serta miniatur kapal pinisi.

Destinasi Wisata Situs Sejarah Goa Mampu Bone Sulawesi Selatan 
Goa Mampu namanya. Goa yang terletak 35 KM sebelah utara kota Watampone kab. Bone ini  dulunya adalah sebuah kampung yang dihuni masyarakat. Namun, raja yang memerintah ketika itu mengutuk semua rakyat menjadi batu.

Destinasi Wisata Sejarah dan Budaya Sulawesi Selatan
Destinasi Wisata situs Sejarah Goa Mampu Bone, Sulawesi Selatan 
Latar kisah situs terkait Legenda sang putri raja dan alat tenun Menurut Legenda yang tercatat dalam buku Lontara Bugis, Goa Mampu ini ada karena kisah seorang putri raja yang sangat suka menenun. 

Goa Mampu objek wisata yang menawan dan indah. Ketika masuk ke dalam goa, kamu akan disambut dengan pemandangan stalagtit dan stalagmit yang sangat rapi.

Destinasi Wisata Sejarah Religi Situs Masjid Tertua di Luwu Sulawesi Selatan 
Masjid Jami Bua terletak di Desa Tana Rigella, Kecamatan Bua. Masjid ini dibangun tahun 1594 masehi yang merupakan tonggak sejarah peradaban Islam di Sulawesi Selatan.

Masjid Jami Bua memiliki kekentalan budaya Minangkabau, Sumatera Barat dengan suku Bugis Sulawesi Selatan. Tak heran jika kekentalan budayanya tampak pada arsitektur bangunan Masjid, karena masuknya agama Islam di Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Luwu, dibawa oleh seorang khatib asal Minang, yakni Datok Sulaiman, pada abad ke-15 Masehi.

Destinasi Wisata Sejarah dan Budaya Sulawesi Selatan
Destinasi Wisata Sejarah dan Religi Situs Masjid Luwu  Sulawesi Selatan 
Masjid Jami Bua merupakan salah satu masjid tertua di Sulawesi Selatan dan sebagai salah satu situs sejarah Islam. Masjid Jami Bua adalah cikal bakal peradaban muslim di Sulawesi Selatan, bahkan sebagian kawasan timur Indonesia. Struktur bangunan Masjid Jami Bua, memiliki kubah segi empat, berbalut cat warna putih dan hijau dengan menara di sisi kiri masjid. Tampak Struktur bangunan secara keseluruhan terdiri dari tiga susun, mengikuti konsep rumah panggung. Konsep tiga susun ini juga konsisten diterapkan pada bagian lainnya seperti atap dan hiasannya yang terdiri dari tiga susun. 

Masjid ini memiliki lima kubah atau bahasa setempat disebut Coppo'. Tiga di antaranya adalah kubah utama dan sisanya kubah kecil. Sejak didirikan tahun 1.594 Masehi, Masjid Tertua di Sulawesi Selatan arsitektur lampau kulturasi Budaya Bugis dan Minang.
_______
Sang Baco ; Source information adjusters
Destinasi Wisata Sejarah dan Budaya Sulawesi Selatan.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images