seni itu jenius dan tidak mesti indah

Sabtu, Juni 20, 2020

Jika seni mesti indah  dalam cipta/ kreasi ?..tidakkah itu dianggap berbahaya terhadap pengambilan kesimpulan atau dalam membuat sebuah pengertian tentang seni itu sendiri?. Seni kan pemujaan : Tidak setiap pelaku seni bertujuan untuk mencipta keindahan. Kekakuan dalam pengertian  bahwa seni itu indah tentu dapat merusak karakter  juga watak  dalam proses cipta, tapi aplikasi dan apresiasi seni lebih sering nge-buat puas. Berikut mengurai kejelasan akan hal ini.


Seni dalam  Istilah
Dalam bahasa Sansekerta, kata “seni” berasal dari kata “Sani” yang berarti pemujaan, pelayanan, donasi, permintaan atau pencarian dengan hormat dan jujur.

Dalam Bahasa Belanda, kata ‘seni” berasal dari kata “Genie” atau Jenius. Kedua asal kata ini memberi gambaran yang jelas tentang aktivitas apa yang di  istilahkan oleh hal tersebut, merujuk pada pengertian tadi maka silangkaitnya adalah pemujaan atau dedikasi, pelayanan ataupun donasi yang dilaksanakan dengan hormat dan jujur, yang untuk melakukannya diperlukan bakat dan kejeniusan. Terkait dengan pendapat JH Bernard*.

Sedang tak ingin menyinggung tentang seniman gila bernama Salvador Dali asal Spanyol, Cara pikirannya yang tak hanya hitam putih tapi penuh corak warna yang terbendung dibenak hingga  tersalurkan  ke dalam sebuah obyek, menghasilkan sebuah karya  aneh, unik hingga membingungkan,  hasil karyanya yang selalu membuat jidat berkerut, mulut antara terbuka dan berdecak, INGAT ini tidak indah , meskipun gayanya nyerempet ke arah nyentrik dari mulai pakaiannya, gaya hidupnya sampai cara bicaranya pun kadang unik. Mungkin karena itulah mereka jadi kaya dengan ide cemerlang?

ya...bingung saja kalau setiap seni mesti indah, puisi misalnya jika harus atau mesti indah, jadi susah jika membuat definisinya, sebab (kebanyakan ) puisi lampau dan kini tidak jelas indahnya, atau  bukan barang yang indah, tapi bingung juga ?, jika ada pelaku seni dalam cipta /karya mengi-nginkan untuk tujuan indah, ?? O'oo..., tapi tidakkah itu dianggap berbahaya terhadap pengambilan kesimpulan bahwa seni mesti indah:  akan dapat merusak karakter juga watak  dalam prose cipta, kan ada juga yg nge-cipta tuh, bukan untuku keindahan..., misalnya :ada yg menggambar sebuah tong sampah yang telah belepotan dan di penuhi cairan busuk dan lalat, tuk tujuan "jijik", jika ada yang lihat, atau ada yang cipta puisi untuk tujuan religi/ menyadarkan, kan bertentangan tuh....ya.. ?, seni rupa misalnya atau seni apapun tidak harus indah, karena keindahan itu sifatnya "subjektif banget".(

Konsep Jenius kelolah Problem, misteri dan Metafora : sebab pendapat bahwa "seni tidak berdiri sendiri tapi lekat dengan realitas sosial, rasa (estetis), dan rasionalitas". Lebih sulit lagi mengenai hal-hal yang harus lahir dari pengalaman yang intens, seperti coba "mengindahkan "pengalaman religius. Dalam hal itu, konsep tidak berdaya. Konsep itu berdaya untuk menguasai sesuatu yang disebut kenyataan… Konsep terutama berguna untuk apa yang disebut akal instrumental. Akal instrumental itu (adalah) bagaimana kita memecahkan persoalan, semisal bagaimana kita memecahkan problem managemen atau problem teknologi. Seorang filsuf Prancis, Gabriel Marcel berbicara tentang dua hal yang kita hadapi. Pertama adalah “problem”. Ini berasal dari bahasa Yunani, yang artinya ”dilemparkan ke hadapan kita” – sesuatu yang untuk diterobos. Satu lagi adalah “misteri”. Itu tidak di depan kita, tapi itu meliputi kita. Dalam menghadapi problem, kita menggunakan konsep. Di dalam misteri, kita lebih mampu menggunakan metafor. Metafor bukan memecahkan misteri seluruhnya.

Tapi kalau tidak untuk keindahan, untuk apa?
: keindahan itu rumus. Kalau puisi dan metafor (misalnya) kan tidak merumuskan. Misalnya, kata-kata cinta dalam sajak Rumi, kan itu tidak ada rumusnya. indah mungkin efek...?, haha..ha.. , tapi jika prosess seni itu terdapat keindahan dan ini sering juga terjadi, e.....(bingung)_ya....mari kita me-lihat itu, sebagai akibat atau tambahan saja.

Dan akhirnya yang penting adalah "konsep" itu sendiri. Pada titik ini ungkapan bentuk menjadi semena-mena, tanpa rambu, tanpa tata cara. Seni tak lagi mesti berbentuk karya rupa, gerak, kata ataupun suara. Sebagai "karya" ia bisa dalam bentuk apa saja, yang penting akhirnya adalah bahwa ia hadir sebagai "peristiwa". Ia bukan lagi "representasi" beku dan baku dari denyut aliran kehidupan. Ia adalah "presentasi" denyut dan gerak aliran kehidupan itu sendiri.

Tenaga olahan kreatifitas seni dalam eksplorasi harmoni ke- kontemplasi menghasilkan lebih dari indah sebab penikmatan karya melibatkan unsur emosional, sangat fantastis, dan si pengapresiasi merasakan kejut takjub dari sebuah kejeniusan maha karya.

Apalagi ya..., terhadap seni b-gimana kalooo kita beri dia beban lebih sebagai " seni harus bertanggung jawab atas apa yang telah menjadi tuntutan dari tatanan dunia baru ini yang menghendaki seni seni sebagai fungsi,  haha..ha...keberatan ya..?

Seni dalam perkembangan
Seni dalam konteks pramodern, adalah kehidupan itu sendiri. Ia adalah perayaan permukaan sekaligus kedalaman, berurusan dengan hal paling sepele sekaligus paling serius. Urusan pernak-pernik sesajen adalah sekaligus urusan makna hidup dan mati.

Seni adalah kepanjangan imajinasi religius tentang realitas yang misterius dan merupakan bagian tak terpisahkan dari hidup keseharian dan ritus. Karakter dasar bentuknya simbolis dan dekoratif.
Dalam alam modern halnya menjadi berbeda. Di dunia Barat, kemodernan berarti fajar rasionalitas dan senjakala religiusitas. *(berikut adalah catatan trasendental dari seni pinggir sungai: .

Kemodernan/ Seni kontemporer 
Kemodernan adalah proses makin sentralnya pranata-pranata rasional-teknis dan makin tersisihnya pranata-pranata religius. Bidang-bidang kehidupan dipilah-pilah agar dapat lebih ditata secara rasional.
Manusia dan dunianya dianggap sebagai sesuatu yang otonom. Demikian juga manusia sebagai individu. Bersamaan dengan itu, seni pun menjadi wilayah otonom yang terlepas dari pranata religius.

Seni kontemporer abad 20-21 mewarisi suasana akhir macam itu. Seperti kehabisan lahan eksplorasi, secara teknis dan bentuk ungkapan, ia tak lagi melahirkan banyak pembaruan berarti. Selebihnya adalah pembaruan yang dimunculkan oleh aliansinya dengan perkembangan teknologi.

Sebutan-sebutan yang kerap dikenakan padanya kini, semacam seni multimedia, new-media, instalasi, dan seni performa adalah istilah-istilah  umum yang menunjukkan campur aduknya kategori dan kesulitan untuk mengadakan pemilahan ketat dan spesifik bentuk-bentuk kesenian kini.(

Seni Hati yang Apa Adanya
Menulis untuk diri sendiri itu dengan rasa bebas untuk meluahkan apa yang terbuku dalam hati...dan apa yang tersurat dalam hati (tentang rahasia hati > sesuatu yang kemudian orang lain juga membacanya dengan hati pula)juga melalui pengalaman-pengalaman terbaik dan indah meskipun untuk diri sendiri, aku sering tak lupa memandang ke bawah dengan memberi judul " ya...tulis-tulis saja", agar merasa di manapun aku ...maka kau tak luput ku serempet. haha...haha..ha..., keinginan yang aneh....?_

jika bukan kebenaran, tapi cerita ini telah mengingatkan tentang panjangnya tembok china
".....Seperti yang telah diklaim bahwa Tembok Besar China adalah objek buatan manusia yang terlihat di Bulan, Astronot Apollo telah melaporkan bahwa mereka tidak melihat objek buatan manusia apa-pun dari bulan- atau cerita ilmiah berikut ...

Segala undang-undang ilmiah yang diketahui hanya menyatakan saling bergantinya "psychological states" (keadaan-keadaan jiwa) yang ditentukan pada diri kita oleh sebab-sebab tertentu (mengambil sebab dari musabab atau dari ma'lul kepada 'illah). Ini menunjukkan bahwa segala undang-undang ilmiah pada hakikatnya relatif dan subjektif, kubilang saja bahwa "Air bewarna biru yang kau lihat itu dikarenakan hanya refleksi dari langit, haha..ha..., banyak hal...tapi, tuliskanlah dengan jujur... dengan hati, sebab hati pula yang menandainya. (*sekedar merefresh anda dari musim hujan ini :Puisi: Gerimis mengantarmu Pulang>kaimuddin mbck, +han berbagai sumber

*JH Bernard Genius is the talent (or natural gift) which gives the rules for the Arts. Since talent, as the innate productive faculty of the artist, belongs Itself to Nature, we may express the matter Thus Spake: Genius is the innate mental disposition (Ingenium) through the which Nature Gives the rule to Art. Because of talent, as the innate productive faculty of the artist, belongs itself to Nature, we can express the matter thus: Genius is the innate mental disposition (Ingenium) through which Nature gives the rule for the Arts.

You Might Also Like

3 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images